Wednesday 25 November 2015

Cerita Rakyat Bengkulu


“Anok Lumang”
Cerita Rakyat Bengkulu


Di  tanah  Kenah  Sekalawi  (Kabupaten  Lebong),  Bengkulu, hiduplah  seorang  anak  laki-laki  miskin.  Kedua  orangtuanya meninggal  dunia  sejak  ia  masih  kecil.  Hidupnya  sangat memprihatinkan  karena  kedua  orangtunya  tidak  meninggalkan harta  benda  untuknya,  kecuali  hanya  sebuah  gubuk  reot  yang terletak di pinggir kampung. Di gubuk itulah ia tinggal sendirian, tanpa  saudara  dan  sanak  keluarga.  Yang  lebih  memprihatinkan lagi, tak seorang pun penduduk yang mau membantunya, apalagi mengambilnya sebagai anak angkat. Bahkan ia sering dihina oleh anak-anak  kampung  yang  sebaya  dengannya.  Meski  demikian, Anok Lumang tidak pernah marah dan dendam.Anok  Lumang  hidup  benar-benar  terasing  dan  sebatang  kara  di kampung  itu.  Semua  orang  jijik  untuk  datang  ke  gubuknya  dan tidak mau bergaul dengannya, apalagi ia setiap harinya hanya memakai pakaian yang sudah kumal dan penuh dengan tambalan. Waktu terus berjalan. Anok Lumang tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan. Ia sangat rajin beribadah.  Setiap  waktu  salat  tiba,  ia  senantiasa  datang  ke  masjid  untuk  melaksanakan  shalat berjamaah. Ia juga pandai mengaji. Ia belajar mengaji pada Gua’au Abdullah, seorang guru ngaji yang belum lama tinggal di kampung itu. Pada suatu hari, seusai mengajar mengaji, Gua’au Abdullah bertanya kepadanya.“Hai, Anok Lumang! Berapa umurmu sekarang?” tanya Gua’au Abdullah.
Anok  Lumang  tersentak  kaget  mendengar  pertanyaan  itu.  Ia  tidak  mengerti  maksud  gurunya  itu menanyakan umurnya.“Ada apa, Tuan Guru? Mengapa Tuan Guru menanyakan umurku?” Anok Lumang balik bertanya. “Tidak ada apa-apa, Anak Lumang? Aku hanya berpikir bahwa kenapa pemuda setampan kamu belum juga menikah. Bukankah di kampung ini banyak gadis cantik?” jawab Gua’au Abdullah.“Umur saya 18 tahun. Memang sudah sepantasnya saya menikah. Tapi, saya belum pernah memikirkan hal  itu. Apalagi  gadis-gadis di  kampung ini  semuanya menjauhi  saya.  Mereka  enggan  dan  jijik bergaul dengan saya, karena saya anak yatim piatu dan miskin,” ungkap Anok Lumang. “Janganlah berkecil hati, Anok Lumang! Hadapilah semua itu dengan tabah dan senantiasalah bekerja keras dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Suatu saat nanti, Tuhan akan memberimu petunjuk,” ujar Gua’au Abdullah.Sejak  itu,  Anok  Lumang  semakin  rajin  bekerja  dan  beribadah.  Hampir  setiap  malam  ia  bangun  untuk salat  tahajud  dan  berdoa  kepada  Tuhan  agar  dimudahkan  jalan  hidupnya.  Akhirnya,  berkat ketekunannya tersebut, ia pun mendapat petunjuk dari Tuhan Yang Mahakuasa.Suatu hari, ketika sedang beristirahat di bawah sebuah pohon karena kelelahan setelah mengumpulkan ranting-ranting  kayu,  Anok  Lumang  bermimpi  didatangi  oleh  seorang  perempuan  paruh  baya mengenakan pakaian putih-putih.
Meskipun berumur paruh baya, perempuan itu tetap tampak cantik, anggun, dan berwibawa. Dalam mimpinya, perempuan cantik itu berpesan kepadanya.“Wahai,  Anak  Muda!  Kamu  harus  lebih  giat  lagi  bekerja  dan  hasilnya  kamu  tabung!  Jika  suatu  saat tabunganmu sudah terkumpul banyak, pergilah ke kota untuk mengadu nasib. Di sana nasib baik sedang menunggumu!” Setelah terbangun dari tidurnya, Anok Lumang segera mengingat-ingat isi mimpinya dan mencoba untuk melaksanakan  semua  pesan  perempuan  itu.  Dengan  penuh  semangat,  setiap  hari  ia  bekerja  keras mengumpulkan  kayu  bakar  sebanyak-banyaknya  untuk  dijual  ke  pasar.  Dua  bulan  kemudian,  kayu bakarnya  pun  habis terjual.  Dengan  bekal  secukupnya,  berangkatlah  ia  ke  kota  yang  belum  pernah  ia lihat sebelumnya. Dalam perjalanan, ia selalu membayangkan kehidupan kota.Sesampainya  di  kota,  Anok  Lumang  tidak  tahu  harus  berbuat  apa.  Namun,  hatinya  sangat  senang melihat keramaian kota dan berbagai jenis barang bagus yang ada di sana. Para penduduk kota rata-rata mengenakan pakaian bagus-bagus. Rumah-rumah penduduk tampak indah berjejer di pinggir jalan. Saat malam menjelang, Anok Lumang bingung harus menginap di mana, karena ia tidak mempunyai sanak keluarga  dan  kenalan. 
Akhirnya,  ia  pun  memutuskan  untuk  tidur  di  masjid.  Siang  harinya,  ia  hanya menyusuri jalan-jalan kota tanpa arah dan tujuan, dan lama kelamaan bekalnya pun semakin menipis. Bekal  yang  tersisa  hanya  cukup  untuk  tiga  hari.  Mulanya,  ia  berniat  untuk  kembali  lagi  ke  kampung halamannya,  namun  ongkos  untuk  pulang  tidak  cukup  lagi.  Akhirnya,  ia  pun  memutuskan  untuk bertahan hidup di kota. “Ah,  aku  tidak  boleh  putus  asa.  Aku  yakin  Tuhan  pasti  akan  melindungiku,”  ucapnya  dengan  penuh keyakinan. Keesokan  harinya,  Anok  Lumang  mendengar  kabar  bahwa  penguasa  kota  sedang  mengadakan sayembara.  Barang  siapa  yang  mampu  menyembuhkan  penyakit  anak  gadis  penguasa  itu,  ia  akan dinikahkan  dengan  sang  Gadis dan diangkat  menjadi  kepala  keamanan kota. Akan tetapi,  jika  gagal  ia akan dimasukkan ke dalam penjara.Anok Lumang pun segera berjalan menuju ke rumah penguasa  kota itu. Namun, ia tidak pernah berpikir untuk ikut dalam sayembara itu.
Ia hanya ingin menyaksikan sayembara tersebut. Ketika Anok Lumang tiba di depan rumah penguasa itu, tampaklah para peserta sayembara berkumpul di halaman rumah sedang menunggu giliran dipanggil untuk mengobati sang Gadis yang terbaring lemas di dalam rumah. Ia berdiri di barisan paling belakang sambil memerhatikan para peserta silih berganti masuk ke dalam rumah penguasa kota itu. Beberapa lama kemudian, seluruh peserta sayembara telah mencoba  kemampuan  ilmu  pengobatannya,  namun  tak  seorang  pun  yang  berhasil  menyembuhkan penyakit sang Gadis. Sementara Anok Lumang masih terpakau di tempatnya berdiri. Tanpa disadarinya, seorang  pengawal  datang  menghampirinya  karena  mengiranya  sebagai  peserta  sayembara  yang terakhir. “Hai, Pemuda Kumal! Kenapa kamu hanya berdiri di situ? Kini giliranmu mengobati penyakit anak tuan kami,” tegur pengawal itu. Anok Lumang sangat terkejut, karena merasa dirinya bukanlah peserta sayembara. Ia pun ketakutan dan hendak pergi meninggalkan tempat itu. Namun, ketika ia akan melangkah pergi, kakinya terasa berat, seakan-akan  tertanam  di  tanah. Secara tidak  sengaja,  tiba-tiba  ia  mengangguk  seolah  ada  orang  yang menggerakkan  kepalanya. 
Akhirnya,  pengawal  itu  pun  mempersilahkannya  masuk  ke  dalam  rumah untuk mengobati sang Gadis. “Tapi,  ingat!  Jika  kamu  gagal  menyembuhkan  penyakit  anak  tuan  kami,  maka  kamu  akan  dipenjara!” ancam pengawal itu. Anok  Lumang  pun  semakin  ketakutan  mendengar  ancaman  itu.  Namun,  apa  hendak  dibuat,  mau menolak ia pun sudah terlanjur menganggukan kepala sebagai tanda siap untuk mengobati sang Gadis. Dengan memohon kepada Tuhan, ia pun mengikuti pengawal itu masuk ke dalam rumah penguasa kota yang megah dan besar  itu. Ia dibawa  ke  sebuah  kamar.  Saat  memasuki kamar  itu,  ia  melihat  seorang gadis cantik jelita tergeletak lemas dengan mata tertutup di atas pembaringan.“Silahkan, wahai pemuda kumal! Jika kamu ingin selamat, keluarkanlah semua kemampuan yang kamu miliki!” seru pengawal itu dengan nada mengancam. Setelah  memohon  kepada  Tuhan  Yang  Mahakuasa,  Anok  Lumang  mengucap  “Bismillah”  seraya meniupkan  pada  kedua  telapak  tangannya.  Kemudian  ia  seakan-akan  mengusapkan  kedua  telapak tangannya pada  seluruh  bagian tubuh  gadis itu,  tanpa  menyentuh  sed ikit  pun  kulit  tubuh  sang Gadis. Sungguh ajaib! Beberapa saat kemudian, gadis itu membuka matanya secara pelan-pelan dan langsung bangun sambil mengusap-usap wajahnya tiga kali. “Ayah, Ibu! Aku ada di mana?” ucap gadis itu memanggil kedua orang tuanya.Betapa bahagianya para pembantu penguasa kota yang berada di dalam kamar itu. Anak tuan mereka kembali  sehat  seperti  sedia  kala. 
Sementara  Anok  Lumang  badannya  gemetar  karena  takut.  Apalagi pengawal itu membawanya menghadap kepada penguasa kota di sebuah ruangan besar.“Terima kasih, Anak Muda! Kamu telah menyembuhkan penyakit anak gadisku. Siapa sebenarnya kamu ini dan dari mana asalmu?” tanya penguasa kota itu. “Saya  Anok  Lumang,  Tuan!  Saya  berasal  dari  kampung  dan  pergi  ke  kota  ini  untuk  mengadu  nasib, ” jawab Anok Lumang gugup. “Baiklah,  Anok  Lumang!  Siapa  pun  dirimu  dan  dari  mana  pun  asalmu,  aku  tidak  mempermasalahkan. Sesuai  dengan  janjiku,  aku  akan  menikahkanmu  dengan  anak  gadisku  dan  mengangkatmu  menjadi kepala keamanan kota ini,” kata penguasa kota itu.Mendengar  pernyataan  itu,  hati  Anok  Lumang  yang  semula  gelisah  tiba-tiba  berubah  menjadi  senang dan gembira seraya berucap sambil menengadahkan kedua tangannya ke atas.“Terima kasih Tuhan atas segala nikmat-Mu ini!”Seminggu kemudian, Anok Lumang pun dinikahkan dengan anak gadis penguasa itu. Pesta pernikahan mereka  yang  berlangsung  selama  tujuh  hari  tujuh  malam  tersebut  dihadiri  oleh  para  undangan  yang datang dari berbagai negeri.
Dalam pesta tersebut dipergelarkan berbagai jenis tarian dan musik. Para undangan bersuka ria dan bahagia melihat pasangan pengantin yang sedang duduk bersanding di atas pelaminan.Usai  pesta  tersebut,  penguasa  kota  itu  segera  mengangkat  Anok  Lumang  menjadi  kepala  keamanan kota.  Sejak  itu,  Anok  Lumang  selalu  dikawal  ke  mana  pun  pergi  dan  kehidupannya  pun  serba berkecukupan.Setelah  beberapa  lama  menikah,  mereka  pun  dikaruniai  dua  orang  anak,  satu  laki-laki  dan  satu perempun. Anok Lumang sangat bahagia hidup bersama istri dan kedua anaknya. Namun, kebahagiaan tersebut tidak  membuatnya lupa  kepada  kampung halamannya.  Ia pun berniat  mengajak keluarganya untuk melihat tempat kelahirannya itu.Pada suatu hari, Anok Lumang menyampaikan niat tersebut kepada mertuanya. Mendengar keinginan menantunya  itu,  sang  mertua  pun  membekalinya  harta  yang  banyak,  kendaraan,  dan  sejumlah pengawal.
  Maka,  berangkatlah  rombongan  Anok  Lumang  menuju  ke  kampung  halamannya.  Ketika mereka tiba di kampung Anok Lumang, para warga terheran-heran melihat kedatangan mereka. “Siapa gerangan orang kaya dan berpangkat itu?” tanya seorang warga heran.“Hei, lihat! Rombongan menuju ke gubuk Anok Lumang!” seru seorang warga lainnya.“Wah, jangan-jangan orang kaya itu si Anok Lumang?” sahut seorang warga lagi.Tak berapa lama, rombongan itu berhenti di depan gubuk Anok Lumang yang hampir roboh itu.“Bang, kenapa kita berhenti di sini? Apakah ini tempat tinggal Abang?” tanya istri Anok Lumang heran.“Iya, Istriku! Di gubuk inillah Abang dilahirkan,” jawab Anok Lumang sambil tersenyum. Mendengar  jawaban  Anok  Lumang,  istri  dan  anak-anaknya  serta  para  pengawalnya  tersentak  kaget. Mereka  tidak  mengira  jika  tempat tinggal Anok Lumang hanyalah  sebuah  gubuk  reot. Melihat  kondisi gubuk suaminya yang memprihatinkan itu, sang Istri pun segera memerintahkan seluruh pengawalnnya untuk membangun sebuah rumah yang bagus.
Dalam waktu tidak lama, rumah yang dimaksud itu pun selesai dibangun.Para penduduk pun gempar dan malu saat mengetahui bahwa orang kaya itu adalah Anok Lumang yang sering mereka hina dulu. Namun, Anok Lumang tetap rendah hati seperti dulu. Ia tidak pernah merasa dendam dan tetap ramah kepada tetangga dan penduduk di sekitarnya.Sejak itu, Anok Lumang sering mengunjungi kampung halamannya bersama istri dan kedua anaknya. Ia sangat disegani dan dihormati oleh penduduk sekitar, karena senantiasa membantu orang-orang yang tidak mampu di kampungnya. Namanya pun semakin terkenal karena kemuliaan hati dan sikapnya yang sangat pemurah.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”





No comments:

Post a Comment