“Anok
Lumang”
Cerita
Rakyat Bengkulu
Di
tanah Kenah Sekalawi
(Kabupaten Lebong), Bengkulu, hiduplah seorang
anak laki-laki miskin.
Kedua orangtuanya meninggal dunia
sejak ia masih
kecil. Hidupnya sangat memprihatinkan karena
kedua orangtunya tidak
meninggalkan harta benda untuknya,
kecuali hanya sebuah
gubuk reot yang terletak di pinggir kampung. Di gubuk
itulah ia tinggal sendirian, tanpa
saudara dan sanak
keluarga. Yang lebih
memprihatinkan lagi, tak seorang pun penduduk yang mau membantunya,
apalagi mengambilnya sebagai anak angkat. Bahkan ia sering dihina oleh
anak-anak kampung yang
sebaya dengannya. Meski
demikian, Anok Lumang tidak pernah marah dan dendam.Anok Lumang
hidup benar-benar terasing
dan sebatang kara
di kampung itu. Semua
orang jijik untuk
datang ke gubuknya
dan tidak mau bergaul dengannya, apalagi ia setiap harinya hanya memakai
pakaian yang sudah kumal dan penuh dengan tambalan. Waktu terus berjalan. Anok
Lumang tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan. Ia sangat rajin
beribadah. Setiap waktu
salat tiba, ia
senantiasa datang ke
masjid untuk melaksanakan
shalat berjamaah. Ia juga pandai mengaji. Ia belajar mengaji pada Gua’au
Abdullah, seorang guru ngaji yang belum lama tinggal di kampung itu. Pada suatu
hari, seusai mengajar mengaji, Gua’au Abdullah bertanya kepadanya.“Hai, Anok
Lumang! Berapa umurmu sekarang?” tanya Gua’au Abdullah.
Anok
Lumang tersentak kaget
mendengar pertanyaan itu.
Ia tidak mengerti
maksud gurunya itu menanyakan umurnya.“Ada apa, Tuan Guru?
Mengapa Tuan Guru menanyakan umurku?” Anok Lumang balik bertanya. “Tidak ada
apa-apa, Anak Lumang? Aku hanya berpikir bahwa kenapa pemuda setampan kamu
belum juga menikah. Bukankah di kampung ini banyak gadis cantik?” jawab Gua’au
Abdullah.“Umur saya 18 tahun. Memang sudah sepantasnya saya menikah. Tapi, saya
belum pernah memikirkan hal itu.
Apalagi gadis-gadis di kampung ini
semuanya menjauhi saya. Mereka
enggan dan jijik bergaul dengan saya, karena saya anak
yatim piatu dan miskin,” ungkap Anok Lumang. “Janganlah berkecil hati, Anok
Lumang! Hadapilah semua itu dengan tabah dan senantiasalah bekerja keras dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Suatu saat nanti, Tuhan akan
memberimu petunjuk,” ujar Gua’au Abdullah.Sejak
itu, Anok Lumang
semakin rajin bekerja
dan beribadah. Hampir
setiap malam ia
bangun untuk salat tahajud
dan berdoa kepada
Tuhan agar dimudahkan
jalan hidupnya. Akhirnya,
berkat ketekunannya tersebut, ia pun mendapat petunjuk dari Tuhan Yang
Mahakuasa.Suatu hari, ketika sedang beristirahat di bawah sebuah pohon karena
kelelahan setelah mengumpulkan ranting-ranting
kayu, Anok Lumang
bermimpi didatangi oleh
seorang perempuan paruh
baya mengenakan pakaian putih-putih.
Meskipun berumur paruh baya, perempuan
itu tetap tampak cantik, anggun, dan berwibawa. Dalam mimpinya, perempuan
cantik itu berpesan kepadanya.“Wahai,
Anak Muda! Kamu
harus lebih giat
lagi bekerja dan
hasilnya kamu tabung!
Jika suatu saat tabunganmu sudah terkumpul banyak,
pergilah ke kota untuk mengadu nasib. Di sana nasib baik sedang menunggumu!”
Setelah terbangun dari tidurnya, Anok Lumang segera mengingat-ingat isi
mimpinya dan mencoba untuk melaksanakan semua pesan
perempuan itu. Dengan
penuh semangat, setiap
hari ia bekerja
keras mengumpulkan kayu bakar
sebanyak-banyaknya untuk dijual
ke pasar. Dua
bulan kemudian, kayu bakarnya
pun habis terjual. Dengan
bekal secukupnya, berangkatlah
ia ke kota
yang belum pernah
ia lihat sebelumnya. Dalam perjalanan, ia selalu membayangkan kehidupan
kota.Sesampainya di kota,
Anok Lumang tidak
tahu harus berbuat
apa. Namun, hatinya
sangat senang melihat keramaian
kota dan berbagai jenis barang bagus yang ada di sana. Para penduduk kota
rata-rata mengenakan pakaian bagus-bagus. Rumah-rumah penduduk tampak indah
berjejer di pinggir jalan. Saat malam menjelang, Anok Lumang bingung harus
menginap di mana, karena ia tidak mempunyai sanak keluarga dan
kenalan.
Akhirnya, ia
pun memutuskan untuk
tidur di masjid.
Siang harinya, ia
hanya menyusuri jalan-jalan kota tanpa arah dan tujuan, dan lama
kelamaan bekalnya pun semakin menipis. Bekal
yang tersisa hanya
cukup untuk tiga
hari. Mulanya, ia
berniat untuk kembali
lagi ke kampung halamannya, namun
ongkos untuk pulang
tidak cukup lagi.
Akhirnya, ia pun
memutuskan untuk bertahan hidup
di kota. “Ah, aku tidak
boleh putus asa.
Aku yakin Tuhan pasti
akan melindungiku,” ucapnya
dengan penuh keyakinan.
Keesokan harinya, Anok
Lumang mendengar kabar
bahwa penguasa kota
sedang mengadakan sayembara. Barang
siapa yang mampu
menyembuhkan penyakit anak
gadis penguasa itu,
ia akan dinikahkan dengan
sang Gadis dan diangkat menjadi
kepala keamanan kota. Akan
tetapi, jika gagal
ia akan dimasukkan ke dalam penjara.Anok Lumang pun segera berjalan
menuju ke rumah penguasa kota itu.
Namun, ia tidak pernah berpikir untuk ikut dalam sayembara itu.
Ia hanya ingin menyaksikan sayembara
tersebut. Ketika Anok Lumang tiba di depan rumah penguasa itu, tampaklah para
peserta sayembara berkumpul di halaman rumah sedang menunggu giliran dipanggil
untuk mengobati sang Gadis yang terbaring lemas di dalam rumah. Ia berdiri di
barisan paling belakang sambil memerhatikan para peserta silih berganti masuk
ke dalam rumah penguasa kota itu. Beberapa lama kemudian, seluruh peserta
sayembara telah mencoba kemampuan ilmu
pengobatannya, namun tak
seorang pun yang
berhasil menyembuhkan penyakit
sang Gadis. Sementara Anok Lumang masih terpakau di tempatnya berdiri. Tanpa
disadarinya, seorang pengawal datang
menghampirinya karena mengiranya
sebagai peserta sayembara
yang terakhir. “Hai, Pemuda Kumal! Kenapa kamu hanya berdiri di situ?
Kini giliranmu mengobati penyakit anak tuan kami,” tegur pengawal itu. Anok
Lumang sangat terkejut, karena merasa dirinya bukanlah peserta sayembara. Ia
pun ketakutan dan hendak pergi meninggalkan tempat itu. Namun, ketika ia akan
melangkah pergi, kakinya terasa berat, seakan-akan tertanam
di tanah. Secara tidak sengaja,
tiba-tiba ia mengangguk
seolah ada orang
yang menggerakkan kepalanya.
Akhirnya, pengawal
itu pun mempersilahkannya masuk
ke dalam rumah untuk mengobati sang Gadis. “Tapi, ingat!
Jika kamu gagal
menyembuhkan penyakit anak
tuan kami, maka
kamu akan dipenjara!” ancam pengawal itu. Anok Lumang
pun semakin ketakutan
mendengar ancaman itu.
Namun, apa hendak
dibuat, mau menolak ia pun sudah
terlanjur menganggukan kepala sebagai tanda siap untuk mengobati sang Gadis.
Dengan memohon kepada Tuhan, ia pun mengikuti pengawal itu masuk ke dalam rumah
penguasa kota yang megah dan besar itu.
Ia dibawa ke sebuah
kamar. Saat memasuki kamar itu,
ia melihat seorang gadis cantik jelita tergeletak lemas
dengan mata tertutup di atas pembaringan.“Silahkan, wahai pemuda kumal! Jika
kamu ingin selamat, keluarkanlah semua kemampuan yang kamu miliki!” seru pengawal
itu dengan nada mengancam. Setelah
memohon kepada Tuhan
Yang Mahakuasa, Anok
Lumang mengucap “Bismillah”
seraya meniupkan pada kedua
telapak tangannya. Kemudian
ia seakan-akan mengusapkan
kedua telapak tangannya pada seluruh
bagian tubuh gadis itu, tanpa
menyentuh sed ikit pun
kulit tubuh sang Gadis. Sungguh ajaib! Beberapa saat
kemudian, gadis itu membuka matanya secara pelan-pelan dan langsung bangun
sambil mengusap-usap wajahnya tiga kali. “Ayah, Ibu! Aku ada di mana?” ucap
gadis itu memanggil kedua orang tuanya.Betapa bahagianya para pembantu penguasa
kota yang berada di dalam kamar itu. Anak tuan mereka kembali sehat
seperti sedia kala.
Sementara Anok
Lumang badannya gemetar
karena takut. Apalagi pengawal itu membawanya menghadap
kepada penguasa kota di sebuah ruangan besar.“Terima kasih, Anak Muda! Kamu
telah menyembuhkan penyakit anak gadisku. Siapa sebenarnya kamu ini dan dari
mana asalmu?” tanya penguasa kota itu. “Saya
Anok Lumang, Tuan!
Saya berasal dari
kampung dan pergi
ke kota ini
untuk mengadu nasib, ” jawab Anok Lumang gugup. “Baiklah, Anok
Lumang! Siapa pun
dirimu dan dari
mana pun asalmu,
aku tidak mempermasalahkan. Sesuai dengan
janjiku, aku akan
menikahkanmu dengan anak
gadisku dan mengangkatmu
menjadi kepala keamanan kota ini,” kata penguasa kota itu.Mendengar pernyataan
itu, hati Anok
Lumang yang semula
gelisah tiba-tiba berubah
menjadi senang dan gembira seraya
berucap sambil menengadahkan kedua tangannya ke atas.“Terima kasih Tuhan atas
segala nikmat-Mu ini!”Seminggu kemudian, Anok Lumang pun dinikahkan dengan anak
gadis penguasa itu. Pesta pernikahan mereka
yang berlangsung selama
tujuh hari tujuh
malam tersebut dihadiri
oleh para undangan
yang datang dari berbagai negeri.
Dalam pesta tersebut dipergelarkan
berbagai jenis tarian dan musik. Para undangan bersuka ria dan bahagia melihat
pasangan pengantin yang sedang duduk bersanding di atas pelaminan.Usai pesta
tersebut, penguasa kota
itu segera mengangkat
Anok Lumang menjadi
kepala keamanan kota. Sejak
itu, Anok Lumang
selalu dikawal ke
mana pun pergi
dan kehidupannya pun
serba berkecukupan.Setelah
beberapa lama menikah,
mereka pun dikaruniai
dua orang anak,
satu laki-laki dan
satu perempun. Anok Lumang sangat bahagia hidup bersama istri dan kedua
anaknya. Namun, kebahagiaan tersebut tidak
membuatnya lupa kepada kampung halamannya. Ia pun berniat mengajak keluarganya untuk melihat tempat kelahirannya
itu.Pada suatu hari, Anok Lumang menyampaikan niat tersebut kepada mertuanya.
Mendengar keinginan menantunya itu, sang
mertua pun membekalinya
harta yang banyak,
kendaraan, dan sejumlah pengawal.
Maka, berangkatlah rombongan
Anok Lumang menuju
ke kampung halamannya.
Ketika mereka tiba di kampung Anok Lumang, para warga terheran-heran
melihat kedatangan mereka. “Siapa gerangan orang kaya dan berpangkat itu?”
tanya seorang warga heran.“Hei, lihat! Rombongan menuju ke gubuk Anok Lumang!”
seru seorang warga lainnya.“Wah, jangan-jangan orang kaya itu si Anok Lumang?”
sahut seorang warga lagi.Tak berapa lama, rombongan itu berhenti di depan gubuk
Anok Lumang yang hampir roboh itu.“Bang, kenapa kita berhenti di sini? Apakah
ini tempat tinggal Abang?” tanya istri Anok Lumang heran.“Iya, Istriku! Di
gubuk inillah Abang dilahirkan,” jawab Anok Lumang sambil tersenyum.
Mendengar jawaban Anok
Lumang, istri dan
anak-anaknya serta para
pengawalnya tersentak kaget. Mereka
tidak mengira jika
tempat tinggal Anok Lumang hanyalah
sebuah gubuk reot. Melihat
kondisi gubuk suaminya yang memprihatinkan itu, sang Istri pun segera
memerintahkan seluruh pengawalnnya untuk membangun sebuah rumah yang bagus.
Dalam waktu tidak lama, rumah yang
dimaksud itu pun selesai dibangun.Para penduduk pun gempar dan malu saat
mengetahui bahwa orang kaya itu adalah Anok Lumang yang sering mereka hina
dulu. Namun, Anok Lumang tetap rendah hati seperti dulu. Ia tidak pernah merasa
dendam dan tetap ramah kepada tetangga dan penduduk di sekitarnya.Sejak itu,
Anok Lumang sering mengunjungi kampung halamannya bersama istri dan kedua
anaknya. Ia sangat disegani dan dihormati oleh penduduk sekitar, karena
senantiasa membantu orang-orang yang tidak mampu di kampungnya. Namanya pun
semakin terkenal karena kemuliaan hati dan sikapnya yang sangat pemurah.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment