Monday 30 November 2015

Cerita Rakyat NTB

“Batu Goloq”
Cerita Rakyat NTB


Di daerah Padamara dekat Sungai Sawing, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, ada sepasang suami-istri miskin yang memiliki dua orang anak yang masih kecil. Sang Suami bernama Amaq Lembain, sedangkan sang Istri bernama Inaq Lembain. Mereka bekerja sebagai buruh tani. Setiap hari mereka berjalan ke desa-desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Setiap kali pergi menumbuk padi, mereka selalu membawa kedua anaknya. Pada suatu hari, setelah setengah hari berkeliling, Inaq Lembain mendapat tawaran menumbuk padi dari seorang penduduk desa. Sebelum mulai bekerja, ia menaruh kedua anaknya di atas Batu Goloq (batu ceper) yang terletak tidak jauh dari tempatnya menumbuk padi. “Anakku, kalian duduklah di atas batu ini! Ibu mau bekerja dulu,” ujar Inaq Lembain kepada kedua anaknya. “Baik, Bu!” jawab kedua anak itu sambil mengangguk-angguk. Setelah itu, Inaq Lembain mulai bekerja. Pada saat ia sedang asyik menumbuk padi, tiba-tiba kedua anaknya dikejutkan oleh sebuah peristiwa aneh. Batu Goloq yang mereka duduki tiba-tiba bergerak naik sedikit demi sedikit. “Kak, apa yang terjadi? Kenapa batu ini bergerak?” tanya si Bungsu dengan panik. “Entahlah, Dik! Kakak juga tidak tahu,” jawab si Sulung bingung. Semakin lama Batu Goloq itu semakin naik. Keduanya merasa diangkat naik. Mereka pun semakin panik dan ketakutan. “Ibu...! Tolooong...! Batu ini semakin tinggi,” teriak si Sulung. Sang Ibu yang sedang asyik menumbuk padi hanya menjawab: “Tunggulah sebentar, Anakku! Ibu sedang sibuk bekerja.” Beberapa kali si Sulung berteriak memanggil, namun sang Ibu tetap asyik menumbuk padi. Semakin lama, Batu Goloq itu semakin tinggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu pun berteriak sejadi-jadinya memanggil ibu mereka.
Namun, sang Ibu tetap sibuk bekerja tanpa menghiraukan keadaan kedua anaknya. Batu Goloq itu makin lama makin tinggi membawa mereka hingga mencapai awan. Suara kedua anak itu pun makin lama makin sayup sampai akhirnya tidak terdengar sama sekali. Ketika tersadar bahwa kedua anaknya sudah tidak ada di dekatnya, Inaq Lembain pun bingung mencari mereka. “Anakku! Di manakah kalian. Jangan tinggalkan ibu, Nak!” ucap Inaq Lembain sambil menangis tersedu-sedu. Alangkah terkejutnya ia setelah melihat Batu Goloq tempat kedua anaknya duduk menjulang tinggi hingga ke awan. Ia pun menyadari jika kedua anaknya dibawa naik oleh Batu Goloq itu. Ia segera memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberi kekuatan untuk dapat mengambil kembali kedua anaknya. Syahdan, doa Inaq Lembain dikabulkan. Tuhan memberikan kekuatan gaib pada sabuknya. Tanpa berpikir panjang, ia pun memenggal Batu Goloq itu. Sungguh ajaib, dengan sekali tebas, batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong, karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian kedua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu, karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Sementara potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh, sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Namun, malang nasib Inaq Lembain. Ia tidak dapat mengambil kembali kedua anaknya, karena telah berubah menjadi dua ekor burung. Anaknya yang sulung berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan yang bungsu berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena berasal dari manusia, kedua jenis burung itu tidak dapat mengerami telurnya.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”








No comments:

Post a Comment