“Bujang
Buta”
Cerita
Rakyat Riau
Pada zaman
dahulu kala, di sebuah kampung di Riau, Indonesia, hiduplah seorang janda tua
bersama tiga orang anak laki-lakinya. Anaknya yang sulung bernama Bujang
Perotan, anak yang kedua bernama Bujang Pengail, dan anak bungsunya bernama
Bujang Buta. Namun, ketiga anaknya tersebut memiliki perangai yang
berbeda-beda. Bujang Perotan dan Bujang Pengail memiliki sifat buruk, mereka
selalu berniat mencelakakan adiknya. Sebaliknya Bujang Buta, meskipun buta, ia
adalah anak yang sabar dan tekun bekerja. Pada suatu hari, ketiga bersaudara
tersebut pergi ke hutan untuk merotan dan mengail ikan. Di tengah mereka asyik
mengail ikan, Bujang Perotan dan Bujang Pengail meninggalkan Bujang Buta
sendirian di dalam hutan belantara itu. Ketika Bujang Buta tersadar bahwa kedua
abangnya telah meninggalkannya, ia pun berteriak-teriak memanggil kedua
abangnya tersebut. “Abaaang… ! Kalian di mana?” teriak Bujang Buta.
Berkali-kali sudah Bujang Buta berteriak memanggil abangnya, namun ia tidak mendengar
jawaban. Hingga malam menjelang, Bujang Buta tidak menemukan kedua abangnya.
Dengan tertatih-tatih dan disertai perasaan takut, Bujang Buta berusaha
berjalan mengikuti kaki melangkah. Baru beberapa langkah, tiba-tiba ia
merasakan kakinya menginjak sesuatu. Ia pun meraba-raba dan mengambil benda
itu. “Ah, sepertinya ini buah mangga,” gumam Bujang Buta. Digigitnya buah itu
sampai hanya bijinya yang tersisa. “Mmm, manis sekali mangga ini,” kata Bujang
Buta dalam hati. Oleh karena masih merasa lapar, Bujang Buta terus
menghisap-hidap biji mangga tersebut. Karena asyiknya, tanpa diduga biji mangga
itu tertelan. “Adooi Mak!‘ pekik Bujang Buta. Bersamaan dengan itu, matanya
terbelalak. Ia sangat terkejut ketika ia bisa melihat dedaunan dan
ranting-ranting kecil yang bergoyang di hadapannya. Bujang Buta kemudian
melihat ke langit dan ia bisa melihat indahnya sinar rembulan. “Alhamdulillah…!
Terima kasih ya Allah! Mataku sudah bisa melihat dunia,” ucap Bujang Buta
sambil memejamkan matanya. Namun, ketika ia membuka matanya kembali, di
hadapannya sudah ada dua ekor beruk dan seekor harimau. Bujang Buta menjadi
ketakutan, dikiranya harimau itu akan menerkamnya. “Jangan takut, Orang Muda!”
seru si Harimau. Bujang Buta kaget, ia tidak menyangka kalau harimau itu bisa
berbicara.
“Hendak ke
manakah engkau ini, Orang Muda?” tanya si Beruk. “Saya hendak mencari kampung,”
jawab Bujang Buta pelan karena takut. “Mengapa begitu?” tanya si Harimau pula.
Lalu, Bujang Buta pun menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya.
Setelah mendengar cerita Bujang Buta, mengertilah ketiga binatang itu bahwa
Bujang Buta adalah anak yang baik. Lalu ketiga binatang itu memberinya senjata.
“Hai, orang muda! Karena engkau adalah orang yang baik, maka kami membekalimu
terap dan keris,” kata kedua beruk itu sambil menyerahkan senjata itu kepada
Bujang Buta. “Jangan khawatir, Orang Muda! Senjata itu bisa bergerak sendiri
sesuai dengan keinginanmu,” tambah seekor beruk. Si Harimau pun tidak mau
ketinggalan. “Untuk melengkapi senjatamu, aku membekalimu penukul yang bisa
memukul sendiri sesuai dengan perintahmu,” jelas si Harimau sambil menyerahkan
senjata itu kepada Bujang Buta. “Terima kasih, sobat! Kalian memang binatang
yang baik hati,” kata Bujang Buta. Usai berpamitan, Bujang Buta meninggalkan
hutan itu menuju ke kampung yang telah ditunjukkan oleh ketiga binatang
tersebut. Setelah jauh berjalan, sampailah ia di sebuah negeri. Ketika ia akan
memasuki sebuah kampung, terlihatlah seorang nenek yang sedang merangkai bunga.
Bujang Buta kemudian mendekati nenek itu. “Nenek sedang kerja apa?” tanya
Bujang Buta dengan sopan. “Merangkai bunga,” jawab nenek itu. “Siapa engkau ini
Orang Muda?” nenek itu balik bertanya. “Orang Muda, Nek,” jawab Bujang Buta.
Kini ia tidak lagi menyebut dirinya Bujang Buta. “Bolehkah saya membantu, Nek?”
tanya Bujang Buta menawarkan diri. “Tentu saja, tapi cobalah dulu,” jawab nenek
itu. Karena sifatnya yang rajin dan suka menolong, ia pun membantu usaha nenek
itu dan diizinkan untuk tinggal bersamanya. Sejak itu, setiap hari Bujang Buta
membantu sang Nenek merangkai bunga. Ia sudah menganggap nenek itu seperti
emaknya sendiri. Pada suatu hari, ketika mereka asyik merangkai bunga, nenek
itu bercerita kepada Bujang Buta. “Ketahuilah, Orang Muda! Raja Negeri ini
sedang dilanda kesedihan. Putri bungsunya ditawan oleh Raja Gajah untuk
dikawini. Hingga kini, tidak seorang pun yang mampu membebaskan sang Putri dari
tawanan Raja Gajah.” Mendengar cerita nenek itu, timbul niat Bujang Buta ingin
menolong sang Purtri. “Bolehkah saya membantunya, Nek?” tanya Bujang Buta. “Oh,
jangan Orang Muda! Gajah itu sangat tangguh. Ia memiliki kesaktian yang sangat
tinggi,‘ cegah nenek itu.
Bujang Buta
hanya terdiam melihat kekhawatiran nenek tua itu. Namun, ia tetap bertekad
untuk menyelamatkan sang Putri. Ketika malam sudah larut, diam-diam Bujang Buta
pergi ke tempat Putri Bungsu ditawan oleh gajah itu. Tak lupa ia membawa ketiga
senjata pemberian beruk dan harimau. Sesampainya di tempat gerombolan gajah,
Bujang Buta dihadang oleh sejumlah gajah, termasuk di antaranya Raja Gajah yang
menawan sang Putri. Tanpa berpikir panjang, Bujang Buta pun mengeluarkan ketiga
senjatanya. Setelah berdoa kepada Tuhan, ia mulai memusatkan perhatiannya pada
ketiga senjata tersebut. Tak berapa lama, tiba-tiba terap itu terbang ke arah
gerombolan gajah itu lalu melilit mereka. Setelah gajah-gajah tersebut terikat,
penukul dan keris pun ikut meluncur memukul dan menikam gerombolan gajah
tersebut hingga mati bergelimpangan. Sang Putri Bungsu yang menyaksikan
kejadian itu, sangat kagum melihat kesaktian Bujang Buta. Setelah melihat
gerombolan gajah itu tidak bergerak lagi, sang Putri menghampiri Bujang Buta
untuk mengucapkan terima kasih. “Terima kasih, Orang Muda! Engkau telah
menyelamatkan nyawa Putri. Hadiah apa yang engkau inginkan, Orang Muda?” tanya
Putri Bungsu menawarkan. “Maaf, Tuan Putri! Hamba tidak menginginkan hadiah apa
pun,” jawab Bujang Buta memberi hormat. Tidak kehabisan akal, sang Putri
kemudian meminjam baju Bujang Buta. Setelah merobek bagian lengannya, baju itu
dikembalikannya lagi kepada Bujang Buta. Sambil terheran-heran, Bujang Buta
kemudian pulang ke rumah nenek itu. Dalam perjalanan, Bujang Buta terus
bertanya-tanya dalam hati, “Apa maksud tuan Putri merobek lengan bajuku?”
Keesokan harinya, kabar kematian gerombolan gajah itu tersebar ke seluruh
pelosok negeri. Setelah mendapat cerita dari putrinya, Raja Negeri mengundang
seluruh rakyatnya ke istana. Tak berapa lama, seluruh rakyat sudah berkumpul di
depan istana. Tampak pula Bujang Buta hadir di tengah-tengah undangan dengan
bajunya yang berlengan satu. Seluruh undangan harus memperlihatkan semua
pakaian yang mereka miliki. Satu per satu pakaian-pakaian tersebut disesuaikan
dan robekan baju bagian lengan yang ada di tangan Putri Bungsu. Sudah hampir
semua pakaian diperiksa, namun tak satu pun yang sesuai. Sampai pada akhirnya
ditemukan pakaian Bujang Buta-lah yang sesuai dengan robekan lengan baju itu.
“Hai, Orang Muda! Karena engkau telah menyelamatkan putriku, maka engkau berhak
menikah dengan putriku. Tahta kerajaan ini aku serahkan pula kepadamu untuk
memimpin negeri ini,” kata sang Raja. Bujang Buta pun menerima hadiah pemberian
Raja itu. Usai pesta pernikahan, Bujang Buta menghadap untuk memohon sesuatu
kepada Raja Negeri. “Ampun, Baginda! Perkenankanlah hamba untuk mencari emak
hamba dan membawa mereka serta hidup di negeri ini,” pinta Bujang Buta kepada
Raja. “Engkau anak yang berbakti. Baiklah! Pergilah mencari emakmu itu.
Pengawalku akan mengantarmu ke mana engkau pergi,” kata sang Raja mengizinkan.
“Beribu terima kasih hamba haturkan di hadapan Baginda,” kata Bujang Buta
sambil memberi hormat.
Keesokan
harinya, tampak rombongan Bujang Buta dan Putri Bungsu meninggalkan istana
menuju kampung Bujang Buta. Setelah berminggu-minggu berjalan, sampailah mereka
di sebuah gubuk reyot. Di depan gubuk itu, Bujang Buta memanggil emaknya.
“Emaaak…! Bujang Buta Pulang, Mak!” teriak Bujang Buta. “Masuklah, Anakku!
Pintunya tidak dikunci,” jawab emak Bujang Buta. Mendengar suara orang tua itu,
Bujang Buta masuk dan memeluk emaknya yang sedang terbaring lemas di atas
pembaringan karena sakit. bujang buta“Ini Bujang Buta, Mak!” kata Bujang Buta
meyakinkan emaknya. “Benarkah itu, mengapa engkau bisa melihat, bukankah anakku
buta?” tanya emaknya tak percaya. Lalu Bujang Buta menceritakan perjalanannya
dan kejadian yang menyebabkan matanya bisa melihat. Setelah mendengar cerita
Bujang Buta, tahulah emaknya siapa sebenarnya yang berniat jahat kepada anak
bungsunya itu. Namun karena kemuliaan hati Bujang Buta, maka dimaafkannya
kesalahan kedua abangnya itu. Sejak saat itu, Bujang Buta membawa serta emak
dan kedua abangnya untuk hidup bersama di negeri yang dipimpinnya. Semakin
lengkaplah kebahagian Bujang Buta, ia bisa hidup tentram bersama Putri Bungsu
dan seluruh keluarganya, termasuk Emak Bunga. Kebahagiaan yang dirasakan Bujang
Buta itu berkat kerendahan hatinya, suka menolong dan ketaatannya kepada orang
tua.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment