“Roro
Jonggrang”
Cerita
Rakyat Yogyakarta
Pada zaman
dahulu kala, ada seorang raja yang bernama Prabu Baka yang bertahta di
Prambanan. Ia seorang raksasa yang menakutkan dan memiliki kesaktian yang
tinggi. Wilayah kekuasaannya sangat luas. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar
wilayahnya semua takluk di bawah kekuasaannya. Meskipun seorang raksasa, Prabu
Baka mempunyai seorang putri cantik yang berwujud manusia bernama Roro
Jonggrang. Prabu Baka sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Sebagai wujud
kasih sayangnya kepada putrinya, ia mewariskan seluruh kesaktian dan kepandaian
yang dimilikinya. Maka jadilah Roro Jonggrang seorang putri yang cantik jelita
dan sakti mandraguna. Sementara itu di tempat lain, tersebutlah sebuah kerajaan
yang tak kalah besarnya dengan Prambanan, yakni Kerajaan Pengging. Kerajaan itu
memiliki seorang kesatria yang sakti bernama Bondowoso. Kesaktian Bondowoso
terletak pada senjatanya yang bernama Bandung. Selain itu, Bondowoso juga
mempunyai balatentara berupa makhluk-makhluk halus. Jika membutuhkan bantuan,
Bondowoso mampu mendatangkan makhluk-makhluk halus tersebut dalam waktu
sekejap. Suatu ketika, Raja Pengging bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya.
Ia pun memerintahkan Bondowoso dan pasukannya untuk menyerang Prambanan. “Hai,
Bondowoso! Siapkan pasukanmu untuk pergi menyerang Prambanan!” perintah Raja
Pengging. “Baik, Gusti! Perintah segera hamba laksanakan!” jawab Bondowoso
sambil memberi hormat. Keesokan harinya, berangkatlah Bondowoso bersama
pasukannya ke Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk
ke dalam istana. Prabu Baka pun tidak tinggal diam. Ia segera memerintahkan
pasukannya untuk menahan serangan pasukan Bondowoso yang datang secara
tiba-tiba. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Namun karena pasukan
Prabu Baka kurang persiapan dalam pertempuran itu, akhirnya pasukan Bondowoso
berhasil menaklukkan mereka. Prabu Baka sendiri tewas terkena senjata sakti
Bandowoso yang bernama Bandung. Sejak itu, Bondowoso pun dikenal dengan nama
Bandung Bondowoso. Setelah Bandung Bondowoso dan pasukannya memenangkan
pertempuran itu, Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk
menempati istana Prambanan. “Wahai, Bandung Bondowoso! Sebagai ucapan terima
kasihku atas keberhasilanmu mengalahkan Prabu Baka, aku memberimu amanat untuk
mengurus Kerajaan Prambanan dan segala isinya, termasuk keluarga Prabu Baka,”
kata Raja Pengging.
“Terima kasih,
Gusti! Hamba berjanji untuk menjaga amanat Gusti,” jawab Bandung Bondowoso.
Setelah itu, Bandung Bondowoso pun segera menempati istana Prambanan. Pada saat
hari pertama menempati istana Pramabanan, ia langsung terpesona melihat
kecantikan Roro Jonggrang dan berniat untuk menjadikannya sebagai permaisuri.
Pada suatu hari, Bandung Bondowoso menyatakan maksud hatinya kepada Raja
Jonggrang. “Wahai, putri Roro Jonggrang! Bersediakah engkau menjadi
permaisuriku?” tanya Bandung Bondowoso. Roro Jonggrang tidak langsung menjawab
pertanyaan itu. Ia hanya terdiam dan kebingungan. Sebenarnya, ia amat membenci
Bandung Bondowoso karena telah membunuh ayahnya. Namun, ia takut menolak
lamarannya karena bagaimana pun juga ia tidak akan sanggup mengalahkan
kesaktian Bondowoso. Setelah berpikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan
satu cara untuk menolak lamaran itu dengan cara yang halus. “Baiklah, Bandung
Bondowoso! Aku bersedia menerima lamaranmu, tapi kamu harus memenuhi satu
syaratku,” jawab Roro Jonggrang. “Apakah syaratmu itu, Roro Jonggrang?” tanya
Bandung Bondowoso. “Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu
semalam,” jawab Roro Jonggrang. Tanpa berpikir panjang, Bandung Bondowoso pun
menyanggupinya, karena ia yakin mampu memenuhi syarat itu dengan bantuan
balantentaranya. Pada malam harinya, Bandung Bondowoso mengundang
balatentaranya yang berupa makhluk halus tersebut. Dalam waktu sekejap,
balatentaranya pun datang dan segera membangun candi dan sumur sebagaimana
permintaan Roro Jonggrang. Mereka bekerja dengan sangat cepat. Pada dua pertiga
malam, mereka hampir menyelesaikan seribu candi. Hanya tinggal tiga buah candi
dan sebuah sumur yang belum mereka selesaikan. Roro Jonggrang yang ikut
menyaksikan pembuatan candi itu mulai khawatir. Ia pun segera memberitahukan
hal itu kepada salah seorang dayang kepercayaannya. “Dayang! Pembangunan seribu
candi dan penggalian dua buah sumur tersebut hampir selesai. Apa yang harus
kita lakukan?” tanya Roro Jonggrang kepada dayang itu. “Tenanglah, Gusti! Pasti
ada jalan keluarnya,” hibur dayang itu. Roro Jonggrang kembali berpikir keras
dan ia pun menemukan jalan keluarnya. Ia akan membuat suasana menjadi seperti
pagi, sehingga para makhluk halus tersebut menghentikan pekerjaannya sebelum
menyelesaikan seribu candi. “Dayang! Segera bangunkan teman-temanmu! Suruh
mereka membakar jerami dan menumbuk padi di lesung, serta menaburkan bunga-bunga
yang harum baunya!” perintah Roro Jonggrang.
“Baik, Gusti!” jawab dayang itu
seraya bergegas masuk ke dalam istana membangunkan dayang-dayang lainnya.
Dayang-dayang
pun bangun dan segera melaksanakan perintah Roro Jonggrang. Tak berapa lama,
tampaklah cahaya kemerah-merahan dari arah timur akibat dari pemakaran jeramih.
Suara lesung pun terdengar bertalu-talu. Bau harum bunga-bungaan mulai tercium.
Beberapa saat kemudian, suara ayam jantan berkokok mulai terdengar. Para
balatentara Bandung Bondowoso pun segera menghentikan pekerjaannya, karena
mengira hari sudah pagi. Mereka pergi meninggalkan tempat pembuatan candi
tersebut, padahal kurang sebuah candi lagi yang belum mereka selesaikan.
Batu-batu berukuran besar masih berserakan di tempat itu. Melihat
balatentaranya akan kembali ke alamnya, Bandung Bondowoso berteriak dengan
suara keras. “Teman-teman, kembalilah! Hari belum pagi. Genapkan seribu candi.
Tinggal sebuah candi lagi!” teriak Bandung Bondowoso. Para makhluk halus
tersebut tidak menghiraukan teriakannya. Akhirnya, Bandung Bondowoso berniat
meneruskan pembangunan candi itu untuk menggenapi seribu candi. Namun belum
selesai candi itu ia buat, pagi sudah menjelang. Ia pun gagal memenuhi
permintaan Roro Jonggrang. Mengetahui kegagalan Bondowoso tersebut, Roro
Jonggrang segera menemuinya di tempat pembuatan candi itu. “Bagaimana Bandung
Bondowoso? Apakah candiku sudah selesai?” tanya Roro Jonggrang sambil
tersenyum. Betapa marahnya Bandung Bondowoso melihat sikap Roro Jonggrang itu.
Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Roro Jonggranglah yang telah menggagalkan
usahanya. Ia pun melampiaskan kemarahannya dengan mengutuk Roro Jonggrang
menjadi arca. “Hai, Roro Jonggrang! Kamu telah menggagalkan usahaku untuk
mewujudkan seribu candi yang kurang satu lagi. Jadilah kau arca dalam candi
yang keseribu!” teriak Bandung Bondowoso. Berkat kesaktian Bandung Bondowoso,
seketika itu pula Roro Jonggrang berubah menjadi arca batu. Wujud arca itu
sangat cantik, secantik Roro Jonggrang. Hingga kini, arca itu dapat disaksikan
di dalam ruang candi besar yang bernama Candi Roro Jonggrang yang berada dalam
kompleks Candi Prambanan. Sementara candi-candi yang ada di sekitarnya disebut
dengan Candi Sewu. Sewu dalam bahasa Jawa berarti seribu.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment