Sunday, 29 November 2015

Cerita Rakyat Bali


“Asal Mula Hama”
Cerita Rakyat Bali



Di  Pulau  Jawa  tersebutlah  seorang  raja  bernama  Batara Siwa  yang  beristana  di  Gunung  Mahameru.  Batara  Siwa mempunyai  tiga  orang  putra  yang  semuanya  tinggal  di Bali,  Indonesia.  Putra  tertua  beristana  di  Gunung  Agung dengan  gelar  Batara  Gunung  Agung.  Ia  memiliki kegemaran  beternak  hewan  seperti  kerbau,  sapi,  babi, kambing, dan ayam. Sementara itu, putra kedua beristana di Andakasa dengan gelar Batara Andakasa. Ia adalah  penguasa  laut  di  sekitar  Pulau  Bali  dan  gemar  memelihara  berbagai  jenis  ikan  di  laut.  Adapun putra  ketiga  beristana  di  Batur  dengan  bergelar  Batara  Batur.  Putra  bungsu  Batara  Siwa  ini  gemar menanam beraneka ragam tumbuhan pangan.
Ketiga putra Batara Siwa tersebut senantiasa hidup rukun dan rakyat mereka pun hidup makmur. Ternak peliharaan Batara Gunung Agung berkembang dengan cepat dan gemuk-gemuk. Demikian pula segala jenis  ikan  peliharaan  Batara  Andakasa.  Tanaman  peliharaan  Batara  Batur  juga senantiasa  tumbuh dengan subur. Dalam mengembangkan kegemaran  ketiga putra Batara Siawa tersebut, mereka dibantu oleh rakyatnya masing-masing. Suatu ketika, kerukunan antara ketiga orang bersaudara tersebut berubah menjadi permusuhan. Hal ini bermula  dari  pengrusakan  yang  dilakukan  oleh  binatang  ternak  Batara  Gunung  Agung  terhadap tanaman  Batara  Batur. 
Rakyat  Batur  sudah  berusaha  menghalau  kawanan  binatang  tersebut,  namun mereka  gagal  karena  jumlahnya  terlalu  banyak.  Akhirnya,  mereka  segera  mengadukan  peristiwa  itu kepada Batara Batur. Mendengar  laporan  tersebut,  putra  bungsu  Batara  Siwa  itu  menjadi  murka.  Ia  bergegas  menuju  ke tempat kejadian dengan membawa senjata. Begitu melihat banyak sekali binatang yang sedang merusak tanamannya,  tanpa  berpikir  panjang  lagi,  ia  langsung  menyabetkan  senjatanya  ke  binatang -binatang tersebut.
Tak ayal, satu per satu binatang tersebut jatuh bergelimpangan di antara tanaman. Sebagian binatang yang selamat berlarian menuju ke Gunung Agung. Sementara itu, Batara Gunung Agung menjadi terkejut saat melihat binatang peliharaannya kembali ke
kandang lebih cepat dari biasanya. Yang membuatnya lebih terkejut lagi karena binatang peliharaannya tinggal sedikit. Ia pun segera memerintahkan pengawalnya untuk menyelidiki hal itu.“Pengawal! Cepat kamu selidiki penyebab dari kejadian ini!” seru Batara Gunung Agung.“Baik, Paduka! Perintah Paduka segera hamba laksanakan,” jawab sang pengawal seraya mohon diri.  
Sesampai di Batur, sang pengawal melihat Batara Batur bersama rakyatnya sedang sibuk membersihkan bangkai-bangkai  binatang  yang  bergelimpangan  di  sekitar  lahan  pertanian.  Setelah  mengetahui penyebab binatang ternak tuannya berkurang, sang pengawal segera kembali ke Gunung Agung.“Ampun, Paduka! Rupanya, binatang ternak Paduka berkurang karena dibunuh oleh Batara Batur,” lapor pengawal itu.“Apa katamu?” kata Batara Gunung Agung dengan terkejut, “Wah, hal ini sangat sulit untuk dipercaya.”Penguasa Gunung Agung itu tidak pernah menyangka kalau Batara Batur tega melakukan hal itu. Ia pun
bergegas menemui adiknya di Batur.
“Wahai,  Adikku!  Mengapa  engkau  membunuh  binatang-binatang  ternakku?”  tanya  Batara  Gunung Agung. “Maafkan  Dinda,  Kanda!  Dinda  mengira  binatang-binatang  itu  bukan  milik  Kanda.  Lagi  pula,  mereka merusak tanaman Dinda,” jawab Batara Batur.“Kalau bercocok tanam, seharusnya engkau pagari tanamanmu agar tidak dirusak binatang,” ujar Batara Gunung Agung dengan perasaan kesal.“Maaf, Kanda. Kanda jangan hanya menyalahkan Dinda. Binatang ternak Kanda juga perlu dipagari agar tidak  berkeliaran  di  mana-mana  dan  tidak  merusak  tanaman  orang  lain,”  kata  Batara  Batur  membela diri. Batara Gunung Agung hanya terdiam.
Dalam hatinya berkata bahwa apa yang dikatakan oleh adiknya itu cukup  masuk  akal.  Namun  karena  terlanjur  kecewa,  ia  enggan  mengakui  kesalahannya.  Sebelum meninggalkan Batur, ia berkata kepada adiknya.“Semoga bangkai-bangkai itu berbau busuk dan amis. ”Begitu  Batara  Gunung  Agung  kembali  ke  istananya,  seketika  itu  pula  bau  busuk  dan  amis  meliputi seluruh  Batur.  Oleh  karena  tidak  tahan  dengan  bau  tersebut,  Batara  Batur  memerintahkan  seluruh rakyatnya untuk membuang semua bangkai itu ke sungai hingga hanyut ke laut. Tak ayal, para penduduk yang  tinggal  di  sekitar  laut  menjadi  resah  karena  tidak  tahan  mencium  bau  busuk  dan  amis  tersebut. Mereka pun segera melaporkan keadaan itu kepada Batara Andakasa sebagai penguasa laut.
“Ampun, Paduka! Air laut telah dicemari oleh bangkai binatang yang jumlahnya sangat banyak,” lapor salah seorang warga.
“Benar,  Paduka!  Selain  air  laut  berbau  busuk  dan  amis,  banyak  pula  ikan  yang  mati  akibat  bangkai bangkai itu,” imbuh seorang warga lainnya.Batara  Andakasa  sangat  sedih  mendengar  kabar  buruk  itu.  Setelah  diselidiki,  diketahuilah  bahwa penyebab semua itu adalah Batara Batur. Batara Andakasa pun segera menemui adiknya di Batur. “Wahai, Adikku! Mengapa  engkau  membuang bangkai-bangkai  binatang  itu  ke  laut? Bangkai binatang tersebut menyebabkan ikan-ikan peliharaanku banyak yang mati,” ungkap Batara Andakasa.
“Semestinya bangkai-bangkai itu kamu tanam di dalam tanah supaya tanah menjadi subur,” imbuhnya.“Maafkan Dinda, Kanda! Dinda tidak tahu apa yang harus Dinda perbuat dengan bangkai binatang yang banyak itu. Dinda tidak pernah berpikir kalau bangkai itu akan membunuh ikan-ikan peliharaan Kanda,” jawab Batara Batur.Tanpa  banyak  tanya  lagi,  Batara  Andakasa  segera  meninggalkan  adiknya.  Namun  sebelum  pergi,  ia berpesan kepada Batara Batur agar selalu waspada dan berhati-hati menjaga tanamannya.Sesampai  di  laut,  Batara  Andakasa  segera  memerintahkan  seluruh  rakyatnya  untuk  mengumpulkan seluruh bangkai binatang yang sudah berulat itu.
Setelah itu, ia berdoa agar tulang dari bangkai binatang tersebut berubah menjadi tikus, ulatnya menjadi ulat hama, serta bulunya menjadi sangit dan wereng.  Doa Batara Andakasa pun terkabulkan, sehingga dalam sekejap semua bangkai binatang tersebut berubah menjadi hama. Ia kemudian memerintahkan seluruh hama itu untuk menyerang tanaman Batara Batur.“Kalian semua, hancurkan seluruh tanaman adikku di Batur!” seru Batara Andakasa.Mendengar  perintah  itu,  hama-hama  tersebut  dengan  cepat  merusak  seluruh  tanaman  Batara  Batur.
Melihat kejadian itu, Batara Batur menciptakan hujan untuk menghalau mereka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Akhirnya, ia melaporkan masalah itu kepada ayahandanya, Batara Siwa, di Gunung Mahameru.Mendengar  laporan dari  putra bungsunya,  Batara  Siwa  bergegas  menuju  ke  Bali. Sesampai  di  sana, ia kemudian mengumpulkan ketiga putranya untuk dinasenati.“Wahai, putra-putraku! Rukunlah kalian dalam bersaudara!” ujar Batara Siwa, “Putraku Batara Gunung Agung  buatkanlah  kandang  untuk  binatang  ternakmu.  Demikian  juga  putraku  Batara  Batur  janganlah lupa memagari tanamanmu. Untuk putraku Batara Andakasa tidak usah khawati r.Mulai  saat  ini,  ikan-ikan  peliharaanmu  sudah  senang  makan  bangkai  jika  ada  yang  hanyut  ke  laut sehingga mereka menjadi gemuk.”Sebelum kembali ke istananya di Gunung Mahameru, Batara Siwa juga berpesan kepada Batara Batur bahwa setiap ada hama merusak tanamannya agar segera meminta maaf kepada Batara Andakasa atau ke laut. Di  samping  itu,  Batara  Batur  juga  diharapkan  agar  setiap  tahun  memohon  maaf  ke  sana  dengan melakukan upacara yang disebut Nangluk Merana, yaitu upacara mengusir atau membasmi hama.
Sejak itulah, setiap tahun para petani di Bali melakukan upacara Nangluk Merana agar Batara Andakasa bermurah hati memberikan keselamatan kepada mereka dan kesuburan bagi tanaman mereka. Upacara tersebut pada umumnya dilaksanakan di pura-pura yang berstatus sebagai pura subak, yang terletak di tepi pantai.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”






No comments:

Post a Comment