“Asal Mula Hama”
Cerita Rakyat Bali
Di
Pulau Jawa tersebutlah
seorang raja bernama
Batara Siwa yang beristana
di Gunung Mahameru.
Batara Siwa mempunyai tiga
orang putra yang
semuanya tinggal di Bali,
Indonesia. Putra tertua
beristana di Gunung
Agung dengan gelar Batara
Gunung Agung. Ia
memiliki kegemaran beternak hewan
seperti kerbau, sapi,
babi, kambing, dan ayam. Sementara itu, putra kedua beristana di
Andakasa dengan gelar Batara Andakasa. Ia adalah penguasa
laut di sekitar
Pulau Bali dan
gemar memelihara berbagai
jenis ikan di
laut. Adapun putra ketiga
beristana di Batur
dengan bergelar Batara
Batur. Putra bungsu
Batara Siwa ini
gemar menanam beraneka ragam tumbuhan pangan.
Ketiga putra Batara Siwa tersebut
senantiasa hidup rukun dan rakyat mereka pun hidup makmur. Ternak peliharaan
Batara Gunung Agung berkembang dengan cepat dan gemuk-gemuk. Demikian pula
segala jenis ikan peliharaan
Batara Andakasa. Tanaman
peliharaan Batara Batur
juga senantiasa tumbuh dengan
subur. Dalam mengembangkan kegemaran
ketiga putra Batara Siawa tersebut, mereka dibantu oleh rakyatnya
masing-masing. Suatu ketika, kerukunan antara ketiga orang bersaudara tersebut
berubah menjadi permusuhan. Hal ini bermula
dari pengrusakan yang
dilakukan oleh binatang
ternak Batara Gunung
Agung terhadap tanaman Batara
Batur.
Rakyat
Batur sudah berusaha
menghalau kawanan binatang
tersebut, namun mereka gagal
karena jumlahnya terlalu
banyak. Akhirnya, mereka
segera mengadukan peristiwa
itu kepada Batara Batur. Mendengar
laporan tersebut, putra
bungsu Batara Siwa
itu menjadi murka.
Ia bergegas menuju
ke tempat kejadian dengan membawa senjata. Begitu melihat banyak sekali
binatang yang sedang merusak tanamannya,
tanpa berpikir panjang
lagi, ia langsung
menyabetkan senjatanya ke
binatang -binatang tersebut.
Tak ayal, satu per satu binatang
tersebut jatuh bergelimpangan di antara tanaman. Sebagian binatang yang selamat
berlarian menuju ke Gunung Agung. Sementara itu, Batara Gunung Agung menjadi
terkejut saat melihat binatang peliharaannya kembali ke
kandang
lebih cepat dari biasanya. Yang membuatnya lebih terkejut lagi karena binatang
peliharaannya tinggal sedikit. Ia pun segera memerintahkan pengawalnya untuk
menyelidiki hal itu.“Pengawal! Cepat kamu selidiki penyebab dari kejadian ini!”
seru Batara Gunung Agung.“Baik, Paduka! Perintah Paduka segera hamba
laksanakan,” jawab sang pengawal seraya mohon diri.
Sesampai di Batur, sang pengawal melihat
Batara Batur bersama rakyatnya sedang sibuk membersihkan bangkai-bangkai binatang
yang bergelimpangan di
sekitar lahan pertanian.
Setelah mengetahui penyebab
binatang ternak tuannya berkurang, sang pengawal segera kembali ke Gunung
Agung.“Ampun, Paduka! Rupanya, binatang ternak Paduka berkurang karena dibunuh
oleh Batara Batur,” lapor pengawal itu.“Apa katamu?” kata Batara Gunung Agung
dengan terkejut, “Wah, hal ini sangat sulit untuk dipercaya.”Penguasa Gunung Agung
itu tidak pernah menyangka kalau Batara Batur tega melakukan hal itu. Ia pun
bergegas
menemui adiknya di Batur.
“Wahai,
Adikku! Mengapa engkau
membunuh binatang-binatang ternakku?”
tanya Batara Gunung Agung. “Maafkan Dinda,
Kanda! Dinda mengira
binatang-binatang itu bukan
milik Kanda. Lagi
pula, mereka merusak tanaman
Dinda,” jawab Batara Batur.“Kalau bercocok tanam, seharusnya engkau pagari
tanamanmu agar tidak dirusak binatang,” ujar Batara Gunung Agung dengan
perasaan kesal.“Maaf, Kanda. Kanda jangan hanya menyalahkan Dinda. Binatang
ternak Kanda juga perlu dipagari agar tidak
berkeliaran di mana-mana
dan tidak merusak
tanaman orang lain,”
kata Batara Batur
membela diri. Batara Gunung Agung hanya terdiam.
Dalam hatinya berkata bahwa apa yang
dikatakan oleh adiknya itu cukup
masuk akal. Namun
karena terlanjur kecewa,
ia enggan mengakui
kesalahannya. Sebelum
meninggalkan Batur, ia berkata kepada adiknya.“Semoga bangkai-bangkai itu
berbau busuk dan amis. ”Begitu
Batara Gunung Agung
kembali ke istananya,
seketika itu pula
bau busuk dan
amis meliputi seluruh Batur.
Oleh karena tidak
tahan dengan bau
tersebut, Batara Batur
memerintahkan seluruh rakyatnya
untuk membuang semua bangkai itu ke sungai hingga hanyut ke laut. Tak ayal,
para penduduk yang tinggal di
sekitar laut menjadi
resah karena tidak
tahan mencium bau
busuk dan amis
tersebut. Mereka pun segera melaporkan keadaan itu kepada Batara
Andakasa sebagai penguasa laut.
“Ampun, Paduka! Air laut telah dicemari
oleh bangkai binatang yang jumlahnya sangat banyak,” lapor salah seorang warga.
“Benar, Paduka!
Selain air laut
berbau busuk dan
amis, banyak pula
ikan yang mati
akibat bangkai bangkai itu,”
imbuh seorang warga lainnya.Batara
Andakasa sangat sedih
mendengar kabar buruk
itu. Setelah diselidiki,
diketahuilah bahwa penyebab semua
itu adalah Batara Batur. Batara Andakasa pun segera menemui adiknya di Batur. “Wahai,
Adikku! Mengapa engkau membuang bangkai-bangkai binatang
itu ke laut? Bangkai binatang tersebut menyebabkan
ikan-ikan peliharaanku banyak yang mati,” ungkap Batara Andakasa.
“Semestinya bangkai-bangkai itu kamu
tanam di dalam tanah supaya tanah menjadi subur,” imbuhnya.“Maafkan Dinda,
Kanda! Dinda tidak tahu apa yang harus Dinda perbuat dengan bangkai binatang
yang banyak itu. Dinda tidak pernah berpikir kalau bangkai itu akan membunuh
ikan-ikan peliharaan Kanda,” jawab Batara Batur.Tanpa banyak
tanya lagi, Batara
Andakasa segera meninggalkan
adiknya. Namun sebelum
pergi, ia berpesan kepada Batara
Batur agar selalu waspada dan berhati-hati menjaga tanamannya.Sesampai di
laut, Batara Andakasa
segera memerintahkan seluruh
rakyatnya untuk mengumpulkan seluruh bangkai binatang yang
sudah berulat itu.
Setelah itu, ia berdoa agar tulang dari
bangkai binatang tersebut berubah menjadi tikus, ulatnya menjadi ulat hama,
serta bulunya menjadi sangit dan wereng.
Doa Batara Andakasa pun terkabulkan, sehingga dalam sekejap semua
bangkai binatang tersebut berubah menjadi hama. Ia kemudian memerintahkan
seluruh hama itu untuk menyerang tanaman Batara Batur.“Kalian semua, hancurkan
seluruh tanaman adikku di Batur!” seru Batara Andakasa.Mendengar perintah
itu, hama-hama tersebut
dengan cepat merusak
seluruh tanaman Batara
Batur.
Melihat kejadian itu, Batara Batur
menciptakan hujan untuk menghalau mereka. Namun, usaha itu tidak berhasil.
Akhirnya, ia melaporkan masalah itu kepada ayahandanya, Batara Siwa, di Gunung
Mahameru.Mendengar laporan dari putra bungsunya, Batara
Siwa bergegas menuju
ke Bali. Sesampai di
sana, ia kemudian mengumpulkan ketiga putranya untuk dinasenati.“Wahai,
putra-putraku! Rukunlah kalian dalam bersaudara!” ujar Batara Siwa, “Putraku Batara
Gunung Agung buatkanlah kandang
untuk binatang ternakmu.
Demikian juga putraku
Batara Batur janganlah lupa memagari tanamanmu. Untuk
putraku Batara Andakasa tidak usah khawati r.Mulai saat
ini, ikan-ikan peliharaanmu
sudah senang makan
bangkai jika ada
yang hanyut ke
laut sehingga mereka menjadi gemuk.”Sebelum kembali ke istananya di
Gunung Mahameru, Batara Siwa juga berpesan kepada Batara Batur bahwa setiap ada
hama merusak tanamannya agar segera meminta maaf kepada Batara Andakasa atau ke
laut. Di samping itu,
Batara Batur juga
diharapkan agar setiap
tahun memohon maaf
ke sana dengan melakukan upacara yang disebut Nangluk
Merana, yaitu upacara mengusir atau membasmi hama.
Sejak itulah, setiap tahun para petani di
Bali melakukan upacara Nangluk Merana agar Batara Andakasa bermurah hati
memberikan keselamatan kepada mereka dan kesuburan bagi tanaman mereka. Upacara
tersebut pada umumnya dilaksanakan di pura-pura yang berstatus sebagai pura
subak, yang terletak di tepi pantai.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment