“Untung
Suropati”
Cerita
Rakyat DKI Jakarta
Pada zaman
dahulu, ada seorang anak lelaki berusia tujuh tahun yang tidak diketahui nama
aslinya. Anak itu seorang budak belian berasal dari Bali yang ditemukan oleh
Kapten van Beber (perwira VOC) ketika bertugas di Makassar, Sulawesi Selatan).
Sang Kapten kemudian menjual budak itu kepada Perwira Mur yang berada di
Batavia (kini Jakarta) karena kekurangan uang. Sejak anak itu menjadi budaknya,
karir dan kekayaan Perwira Mur meningkat pesat. Ia menganggap budak itu telah membawa
keberuntungan dalam hidupnya, sehingga diberinya nama si Untung. Perwira Mur
adalah seorang duda dan mempunyai seorang putri yang seusia dengan Untung. Nama
putri itu adalah Suzanne. Perwira Mur membeli Untung agar putrinya yang sudah
piatu itu mempunyai teman bermain dan bersenda gurau setiap hari. Untung adalah
anak yang pandai bergaul, sehingga dalam waktu singkat ia sangat akrab dengan
Suzanne. Sejak itu, mereka selalu bersama, baik dalam suka maupun duka.
Kedekatan itu rupanya menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka hingga
akhirnya terjalin hubungan asmara tanpa sepengetahuan ayah Suzanne. Ketika
berusia dua puluh tahun, Untung menikahi Suzanne secara diam-diam. Namun,
hubungan cinta terlarang mereka tidak berlangsung lama karena terlanjur
diketahui oleh ayah Suzanne. Hal itulah membuat Perwira Mur menjadi murka.
Suzanne pun dibuang ke sebuah pulau di dekat Betawi, sedangkan Untung
dicebloskan ke dalam penjara. Sejak itulah, kebencian Untung terhadap Kompeni
Belanda semakin menjadi-jadi. Di dalam penjara, ia berusaha menarik hati para
tawanan lainnya. Suatu ketika, Untung mempunyai ide untuk melarikan diri dari
penjara. Ide itu kemudian ia sampaikan kepada tawanan lainnya. ”Wahai,
saudara-saudara sebangsa dan setanah airku! Kompeni Belanda tidak bisa lagi
dibiarkan terus menjajah kita. Kita harus keluar dari penjara ini dan segera
mengusir mereka dari tanah air tercinta ini!” ajak Untung. Para tawanan lainnya
hanya terperangah mendengar ide Untung. Mereka menanggap bahwa ide itu hanyalah
impian belaka.
”Hai, anak muda!
Bagaimana mungkin kita bisa melarikan diri penjara ini? Bukankah penjara ini
dijaga ketat oleh serdadu Belanda yang dilengkapi senjati api?” sahut seorang
tawanan lainnya. ”Tenang saudara-saudaraku,” ujar Untung, ”aku akan melengkapi
kalian dengan senjati api. Aku mempunyai uang tabungan yang dapat kita gunakan
membeli senjata api.” Mendengar penjelasan itu, para tawanan lainnya pun
setuju. Dengan berbagai cara, mereka berhasil mendapatkan senjata api.
Akhirnya, terjadilah pemberontakan dari dalam penjara. Dengan dilengkapi
senjata api, Untung bersama tawanan lainnya mengamuk dan berhasil mendobrak
pintu penjara. Sipir (penjaga penjara) yang tidak mampu memadamkan amukan
mereka segera meminta bantuan dengan mendatangkan serdadu perang Belanda.
Karena jumlah mereka sangat banyak, akhirnya Untung dan teman-temannya terdesak
dan melarikan diri ke dalam hutan. Di dalam hutan, ia menghimpun kekuatan untuk
mengganggu Kompeni Belanda. Untung bersama pasukannya membuat onar ketika malam
hari dari satu tempat ke tempat lain hingga akhirnya tiba di Keraton Banten.
Untung segera menghadap Sultan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa, dan menceritakan
sepak terjangnya dalam menentang Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian
menasehati agar Untung pergi menghadap Sultan Cirebon. ”Pergilah ke Cirebon dan
mintalah perlindungan kepada Sultan Cirebon!” ujar Sultan Banten. Akhirnya,
Untung dan pasukannya berangkat ke Cirebon. Di tengah perjalanan, mereka
bertemu dengan Raden Suropati, anak angkat Sultan Cirebon. ”Hai, siapa kalian
dan apa maksud kedatangan kalian kemari?” tanya Raden Suropati. Untung kemudian
menceritakan keinginannya menghadap Sultan Cirebon. Raden Suropati bersama
pengawalnya bersedia mengantar Untung menghadap ayahandanya. ”Baiklah! Kami akan
mengantar kalian menghadap sultan, tapi dengan syarat kalian harus menyerahkan
semua senjata kalian kepada kami!” ujar Raden Suropati. Untung menyanggupi
persyaratan itu, kecuali senjata miliknya yang berwujud patrem. Dia tidak mau
menyerahkannya kepada Raden Suropati. Rupanya, Raden Suropati tidak menerima
hal itu. Ia menginginkan agar Untung menyerahkan juga senjatanya. Karena Untung
tetap bersikukuh mempertahankan senjatanya, akhirnya terjadilah pertempuran
sengit antara pasukan Untung dan pasukan Raden Suropati. Pertempuran tersebut
dimenangkan oleh pasukan Untung, sedangkan Raden Suropati tewas terkena senjata
Untung. Setelah itu, Untung dan pasukannya melanjutkan perjalanan menuju
Keraton Cirebon. Setibanya di Keraton, Untung menceritakan semua peristiwa yang
telah menimpa Raden Suropati. Mendengar kabar itu, Sultan Cirebon tidak marah
dan menerima Untung dengan baik. Bahkan, sang Sultan memberikan nama ”Suropati”
itu kepada Untung. Sejak itulah, budak belian itu bernama Untung Suropati.
Setelah beberapa
lama Untung tinggal di Cirebon, sang Sultan menasehatinya agar pergi ke Mataram
untuk mengabdi kepada Kanjeng Sunan Mangkurat II di Kartasura. Setibanya di
Kartasura, Untung menyampaikan keinginannya untuk mengabdi kepada Kanjeng Sunan
Mangkurat. ”Aku akan menerimamu mengabdi kepadaku, tapi dengan syarat kamu
harus memadamkan pemberontakan yang sedang berkobar di Banyumas,” ujar Kanjeng
Sunan Mangkurat. Tanpa berpikir panjang, Untung Suropati menerima persyaratan
itu. Ia bersama pasukannya segera berangkat ke Banyumas. Setelah berhasil
memadamkan pemberontakan, Untung kembali ke Kartasura dan diangkat menjadi
pemimpin pasukan. Sementara itu, Kompeni Belanda yang mendengar kabar tentang
keberadaan Untung Suropati di Kartasura segera mengirim pasukannya untuk
menangkap Untung Suropati. Pada suatu hari, seorang mata-mata datang dengan
tergopoh-gopoh menghadap Kanjeng Sunan Mangkurat II. ”Ampun Kanjeng Sultan!
Pasukan Belanda sedang menuju kemari. Mereka datang dengan persenjataan
lengkap,” lapor mata-mata itu. Mendengar kabar itu, Sultan Kanjeng Sunan
Mangkurat II segera memanggil Untung Suropati untuk menghadap. ”Hai, Untung
Suropati! Pimpinlah pasukanmu untuk menghadang Kompeni Belanda!” seru Kanjeng
Sultan. ”Baik, Kanjeng!” jawab Untung Suropati seraya memberi hormat. Setelah
menyiapakan seluruh pasukannya, Untung Suropati segera berangkat ke wilayah
perbatasan Kartasura. Begitu pasukan Belanda memasuki wilayah Kartasura, Untung
Suropati dan pasukannya segera menghadang mereka. Pertermpuran sengit pun tak
terhindarkan lagi. Dalam pertempuran itu, pasukan Untung Suropati dibantu
Pangeran Puger yang dikirim oleh Kanjeng Sultan Mangkurat II. Pangeran Puger
dibekali keris pusaka keraton Kanjeng Kyai Plered dan mengenakan pakaian yang
mirip dengan pakaian Untung Suropati. Dengan begitu, Kapiten Tak akan mengira
bahwa yang dihadapinya adalah Untung Suropati. Dengan keris pusaka Kanjeng Kyai
Plered, Pangeran Puger berhasil menghabisi nyawa Kapitan Tar. Sementara pasukan
Kapitan Tar yang masih tersisa dihabisi oleh Untung Suropati dan pasukannya.
Setelah berhasil menghadang kedatangan Belanda, Untung Suropati kembali
diperintahkan oleh Sultan Mangkurat II untuk merebut Pasuruan. Ia dan
pasukannya pun berhasil mengalahkan Bupati Pasuruan yang bernama Anggajaya. Akhirnya,
Untung Suropati diangkat menjadi Adipati Pasuruan dengan gelar Adipati
Wiranegara. Selama menjadi adipati, Untung Suropati senantiasa membangkitkan
semangat juang rakyatnya dalam menentang Kompeni Belanda. Sudah beberapa kali
pemerintah Belanda berusaha menumpas perjuangannya, namun beberapa kali pula
mereka mengalami kegagalan.
Sementara itu di
Kartasura, Sultan Amangkurat II telah wafat, sehingga terjadilah perebutan
tahta antara Pangeran Puger dengan Amangkurat III. Untuk merebut tahta
tersebut, Pangeran Puger pun berkhianat dan memihak kepada Kompeni Belanda.
Akhirnya, dengan bantuan Kompeni Belanda, ia berhasil mengalahkan Amangkurat
III. Ia pun dinobatkan menjadi susuhunan dengan nama Pakubuwana I Kartasura
atas dukungan Kompeni Belanda. Sementara Amangkurat III yang diusir dari
Kartasura segera mencari perlindungan kepada Untung Suropati di Pasuruan.
Setahun kemudian, gabungan pasukan Belanda, Kartasura, Madura, dan Surabaya di
bawah pimpinan Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran sengit pun terjadi
di benteng Bangil. Dalam pertempuran itu, pasukan Pasuruan terdesak, sedangkan
Untung Suropati mengalami luka berat hingga akhirnya wafat. Demikianlah
perjuangan Untung Suropati dalam menentang penjajah Belanda, dimulai dari
seorang budak belian hingga menjadi adipati. Perjuangannya menentang Kompeni
Belanda kemudian dilanjutkan oleh putra-putranya dengan gagah berani yang
dilandasi semangat pantang menyerah.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment