“Pan Kasim
dan Ular”
Cerita
Rakyat Bali
Di sebuah desa di Bali, hiduplah
sepasang suami istri yang bernama
Pan Kasim dan
Men Kasim.Pasangan suami
istri yang tidak mempunyai
anak itu hidup
serba kekurangan alias
miskin.Mereka hanya tinggal di sebuah gubuk reyot di pinggir hutan.Untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Pan Kasim setiap
hari mencari kayu
bakar di hutan untuk dijual ke
pasar atau ditukar dengan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Suatu hari,
pagi-pagi sekali Pan Kasim sudah berangkat ke hutan karena mendapat banyak
pesanan kayu bakar dari beberapa pedagang.Ia berangkat seorang diri dengan
berbekal sebilah parang yang tajam dan seutas tali rotan. Sementara itu,
istrinya Men Kasim tinggal di rumah sambil mengurus pekerjaan rumah tangga
seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Setiba di
hutan, Pan Kasim
segera mengumpulkan ranting-ranting kayu
kering dengan penuh semangat. Tak terasa,
hari telah menjelang
siang.Kayu bakar yang
telah dikumpulkannya pun
sudah cukup banyak. Sebelum membawa pulang kayu bakar, ia beristirahat
sejenak di bawah sebuah pohon yang rindang karena kecapaian. Angin semilir yang
menerpa wajahnya membuat laki-laki separuh baya itu tertidur.
Namun, baru saja matanya terpenjam tiba
-tiba ia mendengar suara teriakan yang
meminta tolong. “Tolong… tolong… tolong singkirkan kayu yang menutupi
lubangku!” teriak suara itu. Pan
Kasim pun langsung
terbangun seraya celingukan
mencari sumber suara
itu. Beberapa saat kemudian, ia
melihat sebuah batang
kayu besar yang
sudah rapuh tumbang
di depan sebuah
lubang besar. Ia pun beranjak dari tempatnya lalu berjalan
mendekati kayu yang menutupi lubang itu. Alangkah terkejutnya ia saat berada di
dekat kayu. Ia melihat seekor ular raksasa yang sedang menjulur -julurkan
kepala di mulut lubang yang tertutupi kayu besar. Begitu melihat ular itu, Pan
Kasim pun ketakutan dan bermaksud melarikan diri.Namun, ular raksasa itu justru
berkata kepada Pan Kasim. “Jangan takut!” seru ular raksasa itu, “Tolong
keluarkan aku dari lubang ini!” Pan Kasim amat heran karena ular itu dapat
berbicara layaknya manusia. “Hai, ular raksasa! Apakah kamu tadi yang berteriak
meminta tolong?” tanya Pan Kasim. “Benar. Meskipun wujudku seperti ular, tapi
aku bisa berbicara seperti kamu,” jawab ular raksasa itu, “Jika kamu menolongku
menyingkirkan kayu ini, apa pun yang kamu minta akan kukabulkan.”
Mendengar imbalan yang
menggiurkan itu, Pan
Kasim pun segera
menolong ular raksasa
dengan menyingkirkan batang kayu besar tersebut.Ular raksasa itu pun
akhirnya dapat keluar dari lubangnya. “Terima
kasih,,” ucap ular
itu, “Sesuai dengan
janjiku tadi, sekarang
katakan apa yang
kamu inginkan dariku, aku pasti
mengabulkannya.” Pan Kasim tidak
langsung menjawab.
Sejenak
ia berpikir bahwa
selama ini dirinya
selalu hidup menderita karena
didera kemiskinan. Oleh karena itu, ia menginginkan agar dijadikan orang kaya. “Jadikanlah aku
dan istriku orang
kaya!” pintanya, “Kami
sudah bosan terus
hidup menderita seperti ini.” “Baiklah, jika itu yang kamu
inginkan.Pulanglah karena semua keinginanmu sudah terwujud saat kamu sampai di
rumah!” ujar ular raksasa itu. Mendengar perkataan ular itu, Pan Kasim pun
cepat-cepat pulang. Saking gembiranya, sampai-sampai ia lupa membawa kayu bakar
yang telah dikumpulkannya. Di sepanjang perjalanan, raut wa jahnya tampak berseri-seri
dan selalu tersenyum
gembira.
Begitu
tiba di rumahnya,
ia amat terkejut
dan terheran heran. Gubuk
reyotnya telah berubah
menjadi rumah megah
bagai istana raja
yang dikelilingi oleh taman yang luas dengan dihiasi berbagai
macam kembang warna-warni. Hatinya pun tiba-tiba menjadi berbunga-bunga saat
melihat istri tercintanya
sedang menunggu di
depan rumah mewah
itu dengan mengenakan pakaian
yang bagus dan perhiasan yang indah. “Oh, istriku.Kamu cantik sekali dan
mempesona,” puji Pan Kasim dengan kagum. Men Kasim hanya tersenyum malu-malu
bercampur rasa heran. “Bagaimana semua keajaiban ini bisa terjadi, Pak?” tanya
istrinya dengan heran. Pan Kasim pun menceritakan perihal pertemuannya dengan
ular raksasa yang sakti itu. “Semua ini berkat bantuan seekor ular raksasa yang
aku tolong di hutan tadi,” jelas Pan Kasim. Setelah mendengar penjelasan itu,
Men Kasim pun mengajak suaminya masuk ke dalam rumah untuk menikmati berbagai
makanan lezat yang
telah ia hidangkan.
Sejak itulah Pan
Kasim dan Men
Kasim hidup serba mewah. Namun, kemewahan yang mereka rasakan secara tiba-tiba
tersebut membuat para tetangga mereka
bertanya-tanya dan merasa iri.
Men
Kasim yang merasa risi
terhadap bisik-bisik para tetangga tersebut kemudian mengadu kepada
suaminya. “Pak, para tetangga sudah mulai berbisik-bisik mengenai diri kita.Mereka
mengira harta kekayaan yang kita miliki adalah hasil rampokan,” keluh Men
Kasim. “Sudahlah, Bu. Tidak
usah kamu risaukan
tuduhan para tetangga
itu.Mereka itu iri
melihat kita,” ujar Pan Kasim. Men Kasim pun berusaha
menepis perasaan risi itu. Namun, semakin hari iri hati para tetangga semakin
menjadi-jadi.Ia pun tidak tahan setiap hari menjadi buah bibir para
tetangganya. “Pak, walaupun kita
kaya raya, tapi hidupku terasa
tidak tenang karena bisikan
para tetangga. Bahkan mereka
kerap menghina kita,”
keluh Men Kasim,
“Mintalah kepada ular
itu agar orang-orang menghormati kita!” Pan Kasim
yang sangat menyayangi
istrinya segera berangkat
ke hutan untuk
menemui ular itu. Di hadapan ular itu, ia pun menyampaikan
keinginan istrinya. “Baiklah, akan kujadikan
kalian raja dan
permaisuri.Pulanglah, saat kamu
tiba di rumah
kamu akan berubah menjadi
seorang raja,” ujar
ular itu, “Tapi,
ingat!Kamu harus menjadi
raja yang adil
dan bijaksana.” Setelah mendengar pesan itu, Pan Kasim segera pulang.
Sebelum tiba di rumah, ia sudah dijemput oleh beberapa orang pengawal dan
langsung diantar ke istana. Rupanya, raja di negeri itu mengundurkan diri
karena ingin bertapa
di puncak gunung.Pan
Kasim pun diminta
untuk menggantikan
kedudukannya.Maka, pada hari
itu juga, Pan
Kasim dinobatkan sebagai
raja dan Men
Kasim menjadi permasuri. Sebagai
seorang raja, Pan Kasim memiliki kekuasaan penuh di dalam istana. Mereka sangat
dihormati sehingga apa pun yang perintah mereka pasti dituruti oleh para
pengawal dan seluruh rakyatnya. Suatu
hari, Permaisuri Men
Kasim ingin memakai
kebaya kesayangannya. Ketika
ia meminta kepada dayang untuk menyiapkan, kebaya itu
ternyata belum kering karena hari sering hujan.
Selang bebe rapa hari kemudian,
cuaca kembali terang.Sang
Permaisuri pun merasa
gerah walaupun beberapa
dayang telah mengipasinya. “Aduh, kenapa seluruh badanku terasa gerah
begini?” keluh Men Kasim. “Ampun, Permaisuri! Hari ini matahari bersinar dengan
amat terik,” jawab seorang dayang. Permaisuri Men Kasim yang sudah tidak tahan
menahan rasa gerah tersebut kemudian mengajak para dayangnya untuk mandi di
taman. Saat sedang mandi, terik matahari yang begitu panas membakar kulit sang
Permaisuri sehingga menjadi hitam. Dengan geram, Permaisuri Pan Kasim itu
memurkai matahari yang telah membakar kulitnya. “Dasar, matahari sialan!
Beberapa hari yang lalu ia tidak muncul-muncul hingga kebaya kesayanganku tidak
kering-kering. Setelah muncul, teriknya malah membakar kulitku,” gerutu Men
Kasim. Tidak terima kulitnya
terbakar terik matahari,
Permaisuri Men Kasim
meminta kepada suaminya
agar pergi menemui ular itu. “Kanda,
lihat kulitku jadi
hitam begini gara-gara
terik matahari!” hardik
Permaisuri Men Kasim, “Temuilah ular itu, Kanda!Mintalah
kepadanya agar kita diubah menjadi matahari yang lebih berkuasa!” Raja Pan
Kasim pun memenuhi permintaan permaisurinya.Ia segera menemui ular itu di
hutan.
Setelah menyampaikan permintaanya, ular raksasa itu
menolak untuk mengambulkannya karena menganggap bahwa permintaan mereka terlalu
berlebihan. “Hai, kamu seorang yang serakah.Pulanglah, ada ganjaran yang
menunggumu di rumah!” ujar ular itu. Dengan perasaan kecewa, Pan Kasim bergegas
pulang. Setiba di istana, ia melihat raja negeri itu telah kembali dari
bertapa. Pada saat itu pula, kedudukan Pan Kasim sebagai raja pun langsung
dicopot.Ia dan istrinya kemudian diantar
kembali ke rumahnya
di desa. Mereka
amat terkejut saat
melihat rumah mereka yang
megah kembali berubah
menjadi gubur reyot.Akhirnya, Raja
Pan Kasim dan
Permaisuri Men Kasim yang serakah itu kembali menjadi rakyat biasa dan
hidup miskin.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment