“Legenda
Gunung Wurung”
Cerita
Rakyat Jawa Tengah
Di sebuah daerah
(yang sekarang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Karangsambung), terdapat sebuah
perkampungan kecil yang wilayahnya terdiri dari hamparan tanah datar. Tak satu
pun gundukan tanah atau perbukitan yang terlihat di sekitarnya. Di suatu malam
yang sunyi senyap, para sesepuh kampung tampak sedang berdoa kepada para dewa
di Kahyangan. Dengan penuh khusyuk, mereka memohon agar dibuatkan sebuah gunung
di dekat tempat tinggal mereka. Rupanya, doa mereka dikabulkan oleh para dewa.
Pembuatan gunung itu akan dimulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu
semalam. Tetapi dengan syarat, tak seorang pun warga yang boleh melihat pada
saat gunung itu dibuat. Para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan itu.
Keesokan paginya, mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita
gembira dan persyaratan tersebut. “Wahai, seluruh wargaku! Kami menghimbau
kepada kalian semua agar pada saat hari menjelang senja, masuklah ke dalam
rumah kalian masing-masing dan tak seorang pun yang boleh keluar rumah hingga
matahari terbit besok pagi!” ujar seorang sesepuh kampung. “Maaf, Tuan! Bencana
apa yang akan melanda kampung kita? Kenapa kami dilarang keluar rumah?” tanya
seorang warga dengan bingung. “Ketahuilah, semua bahwa para dewa akan
membuatkan sebuah gunung untuk kita dan tak seorang pun yang boleh melihat
ketika mereka sedang bekerja,” jelas seorang sesepuh kampung yang lain. Setelah
mendengar penjelasan itu, barulah para warga mengerti mengapa mereka dilarang
keluar rumah. Ketika hari menjelang senja, suasana kampung mulai sepi. Seluruh
warga telah masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Tak berapa
lama kemudian, para dewa pun turun dari Kahyangan untuk mulai bekerja membangun
sebuah gunung di daerah hulu kampung. Mula-mula mereka membangun tiang-tiang
yang kokoh. Setelah separuh malam bekerja, para dewa telah selesai membangun
tiang-tiang tersebut. Tiang-tiang tersebut kemudian mereka timbuni dengan tanah
hingga nantinya membentuk sebuah gunung. Para dewa bekerja sesuai dengan tugas
masing-masing tanpa berbicara sepatah kata pun. Mereka terus bekerja hingga
larut malam tanpa mengenal lelah.
Ketika hari
menjelang pagi, pembuatan gunung itu hampir selesai, tinggal menyelesaikan
penimbunannya yang tersisa sedikit lagi. Pada saat para dewa masih sibuk
bekerja, tiba-tiba dari arah kampung seorang gadis berjalan menuju ke luk ulo
(sungai) yang berada di sekitar tempat pembuatan gunung tersebut. Rupanya,
gadis itu tidak mengetahui pengumuman tentang larangan keluar rumah pada malam
itu. Sebab, pada waktu pengumuman itu disampaikan oleh salah seorang sesepuh
kampung, ia tidak hadir dan tak seorang pun warga yang memberitahu tentang hal
itu. Gadis itu datang ke sungai karena ingin mencuci beras untuk dimasak. Ia
berjalan tanpa memperhatikan keadaan di sekelilingnya karena suasana masih
gelap. Pada saat akan turun ke sungai, gadis itu terperanjat karena tiba-tiba
di hadapannya ada sebuah bukit. “Hah, kenapa tiba-tiba ada bukit di tempat ini?
Padahal, hari-hari sebelumnya tempat ini masih datar? Ya Tuhan, mimpikah aku
ini?” gumam gadis itu seolah tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya. Namun,
begitu melihat beberapa sosok makhluk yang menyeramkan bergerak cepat sambil
mengangkat batu besar tanpa sepatah kata pun, gadis itu langsung berlari
meninggalkan sungai karena ketakutan. “Tolooong… Tolooong… Tolong aku!”
teriaknya dengan keras. Gadis itu terus berlari tanpa memperdulikan lagi
keadaan dirinya sehingga beras yang hendak dicucinya dilemparkan begitu saja.
Tak ayal lagi, beras tersebut berceceran di sekitar bukit. Konon, beras
tersebut menjelma menjadi bebatuan yang bentuknya mirip dengan beras. Para dewa
yang mendengar suara teriakan gadis itu menjadi tersentak. Mereka pun menyadari
bahwa ternyata pekerjaan mereka telah disaksikan oleh manusia. “Penduduk
kampung telah melanggar perjanjian kita. Ayo kita tinggalkan tempat ini!” seru
salah satu dewa kepada dewa yang lainnya. Akhirnya, para dewa tersebut
menghentikan pekerjaannya. Mereka meninggalkan tempat itu dan bergegas kembali
ke Kahyangan. Padahal, pembangunan gunung itu belum selesai. Akhirnya, batallah
pembuatan gunung itu.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment