“Ki
Rangga”
Cerita
Rakyat NTB
Di kaki Gunung Sasak, Lombok Barat, berdiri sebuah
istana yang amat megah.Istana itu adalah tempat kediaman Prabu Aria Pelabu,
raja dari Kerajaan Kahuripan.Sang Prabu bersama permaisuri dan kedua putri
kesayangannya, Hina Manu dan Hina Hentar, hidup rukun dan bahagia dalam istana
itu. Namun sayang, kebahagiaan itu terasa masih kurang karena keinginan sang
Prabu dan permaisurinya untuk memiliki seorang anak laki-laki belum tercapai.
Mereka sudah berusaha dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, namun
permohonan mereka belum juga terkabulkan. Hal itu rupanya menjadi beban pikiran
Prabu Aria Pelabu hingga terbawa ke dalam mimpinya. Suatu malam, ia bermimpi
menangkap seekor anak perkutut berbulu putih. Ia pun merawat burung itu hingga
besar. Suaranya amat merdu dan bulu-bulunya pun sangat indah.Suatu ketika,
tiba-tiba burung itu berubah menjadi ular berbisa dan menggigit san Prabu.
Sejak itu, sang Prabu selalu duduk termenung memikirkan memikirkan mimpinya.
“Ya, Tuhan.Apakah mimpi ini pertanda buruk bagiku?” pikirnya, “Ah, semoga saja
tidak akan terjadi sesuatu pada diriku dan keluargaku.Ini hanya sebuah mimpi.”
Prabu Aria Pelabu sudah berusaha menepis bayangan tentang mimpi itu, namun
pikirannya masih saja gelisah. Untuk menenangkan diri, sang Prabu mengajak
permaisuri dan kedua putrinya untuk menangkap ikan di muara Sungai Dodokan. Ia
juga mengajak patih, punggawa, dan pendeta istana. Kegiatan menangkap ikan
itulah satu-satunya cara yang biasa dilakukan sang Prabu untuk menghibur
hatinya ketika sedang gelisah. Sejak kecil, sang Prabu memang sangat gemar
menangkap ikan. Setelah menyiapkan semua perbekalan yang diperlukan,
berangkatlah Prabu Aria Pelabu bersama rombongan.Menjelang tengah hari,
rombongan itu akhirnya tiba di muara Sungai Dodokan. Setelah beristirahat
sejenak sambil menikmati bekal makanan, sang Prabu bersama permaisuri dan kedua
putrinya pergi ke muara. “Mari kita ke muara,” ajak sang Prabu, “Kawanan ikan
biasanya bergerombol di tempat itu.” Permaisuri dan kedua putrinya pun menuruti
ajakan sang Prabu. Setiba di muara itu, tiba-tiba Putri Hina Manu melihat
sebuah peti yang berukir indah terapung-apung di permukaan air.
“Hai, lihat!Ada
peti hanyut!” teriak Putri Hina Manu sambil menuju ke arah peti itu. “Hai, peti
apa itu?” tanya sang Prabu penasaran, “Patih, cepat angkat peti itu!” “Baik,
Baginda,” jawab patih seraya mengangkat peti itu dan membawanya ke hadapan sang
Prabu. Alangkah terkejutnya sang Prabu dan permaisuri setelah patih membuka
peti itu. Di dalamnya terdapat seorang bayi laki-laki yang amat tampan dan
sehat. “Lihat, Kanda! Bayi ini tampan sekali. Aku yakin ia bukanlah anak orang
biasa,“ seru Permaisuri, “Petinya berukiran amat indah. Selimutnya terbuat dari
sutra yang halus dan alas tidurnya pun dari songket yang mahal.” Melihat
ketampanan bayi itu, permaisuri pun tertarik ingin merawatnya. “Kanda,
sebaiknya kita bawa pulang saja bayi ini.Aku ingin sekali merawat dan
membesarkannya,” ujar permaisuri. Prabu Aria Pelabu sejenak termenung, lalu
memerintahkan pendeta untuk memberkati bayi itu sebelum mengangkatnya sebagai
anak. Sebelum pemberkatan dimulai, sang Prabu menceritakan perihal mimpinya
kepada pendeta itu. Mendengar cerita sang Prabu, pendeta itu akhirnya tidak
jadi memberkati bayi itu seraya memberi saran kepada sang Prabu agar tidak
mengambil bayi itu. “Ampun, Baginda. Sebaiknya Baginda tidak mengangkat bayi
ini sebagai anak.Kelak setelah dewasa, ia akan membawa bencana bagi Baginda,”
ujar pendeta itu. Sebenarnya, Prabu Aria Pelabu ingin menuruti nasehat sang
Pendeta. Namun, permaisurinya tetap bersikeras untuk mengangkat bayi itu
sebagai anak. “Kanda, bukankah sudah lama kita menginginkan seorang anak
laki-laki? Tapi, ketika Tuhan menganugerahi kita bayi laki-laki, walaupun tidak
lahir dari rahim Dinda, mengapa Kanda menolaknya?” kata sang Permaisuri.
“Benar, Ayahanda! Kami pun amat senang jika mempunyai adik laki-laki.Apalagi
bayi ini lucu sekali,” imbuh Putri Hina Manu. Pria Aria Pelabu pun tak bisa
berbuat apa-apa, kecuali menuruti keinginan permaisuri dan kedua putrinya.
Akhirnya, mereka pun membawa pulang bayi itu ke istana dan memberinya nama Ki
Rangga. Dalam asuhan sang Permaisuri, Ki Rangga diajari berbagai ilmu
pengetahuan, terutama ilmu bela diri sehingga tumbuh menjadi pemuda yang tampan
dan gagah perkasa. Ki Rangga dinikahkan dengan seorang gadis cantik dari
lingkungan bangsawan istana. Setelah itu, ia diberi wilayah kekuasaan di ujung
timur Kerajaan Kahuripan. Sejak itulah, Ki Rangga bersama istri dengan dibantu
sejumlah pengawal menjadi penguasa di wilayah timur kerajaan milik ayah
tirinya.
Meskipun telah
memiliki istri, Ki Rangga rupanya secara diam-diam jatuh hati kepada kedua
kakak angkatnya, Hina Manu dan Hina Hentar. Oleh karena itu, ia kerap
berkunjung ke Kerajaan Kahuripan dengan alasan urusan kerajaan. Padahal
sebenarnya, maksud kunjungannya ke kerajaaan itu hanya ingin bertemu dengan
kedua kakak angkatnya itu. Suatu malam, Ki Rangga menyelinap masuk ke dalam
kamar Hina Manu dan Hina Hentar.Prabu Aria Pelabu yang mendapat laporan tentang
peristiwa tersebut menjadi marah dan murka kepada Ki Rangga. “Dasar, anak tidak
tahu diuntung! Diberi air susu malah dibalas dengan air tuba!” kata sang Prabu
geram. Tidak terima perlakuan Ki Rangga atas kedua putrinya, Prabu Aria Pelabu
berniat untuk menghukumnya. Namun karena Ki Rangga sakti mandraguna, sang Prabu
terpaksa menggunakan tipu muslihat. Alhasil, ia pun berhasil menangkap anak
angkatnya itu dengan cara menjeratnya dengan jala dan serat sutra. Ki Rangga
kemudian dibawa ke istana dan diikat di bawah pohon besar untuk dihukum gantung
pada esok harinya.Namun, pada malam hari sebelum hari pelaksanaan hukuman, Ki
Rangga dapat melepaskan diri berkat kesaktiannya. Setelah itu, Ki Rangga
bersama istri dan para pengawalnya melarikan diri ke arah selatan menuju Pantai
Tabua, Lombok Tengah, yang merupakan wilayah kekuasaan Raja Pejanggi.
Mengetahui akan hal itu, Prabu Aria Pelabu pun meminta bantuan kepada Raja
Pejanggi untuk menangkap Ki Rangga. Raja Pejanggi segera mengirim para
prajuritnya ke Pantai Tabua.Rupanya, para prajurit Pejanggi tersebut tidak
sanggup menghadapi kesaktian Ki Rangga.Dari duabelas prajut yang dikirim, hanya
enam orang yang berhasil selamat dan itu pun dalam keadaan cacat dan terluka
parah. Mendengar kabar tersebut, Prabu Aria Pelabu tidak putus asa.Ia segera
meminta bantuan kepada dua pendekar bersaudara Ari Pati dan Neq Dipati dari
Batu Dendeng, yang terkenal sakti. Maka, berangkatlah kedua pendekar itu ke
Pantai Tabua. Setiba di sana, mereka langsung dihadang oleh para pengikut Ki
Rangga. Tidak begitu sulit bagi mereka mengalahkan pasukan Ki Rangga. Namun,
ketika menghadapi Ki Rangga, mereka justru kalah meskipun telah menggunakan
keris pusaka mereka. Untung mereka masih bisa menyelamatkan diri. Keesokan
harinya, Ari Pati dan Neq Dipati pun menyusun siasat agar bisa menangkap Ki
Rangga. Keduanya pun berembug untuk dapat mengelabui putra angkat sang Prabu
itu. “Kanda, siasat apa yang sebaiknya kita gunakan untuk mengalahkan kesaktian
Ki Rangga?” tanya Neq Dipati. Ari Pati hanya termenung. Setelah berpikir
sejenak, akhirnya ia pun menemukan sebuah cara untuk mengelabui Ki Rangga.
“Hmmm… aku tahu sekarang.Bukankah Ki Rangga itu suka pada wanita-wanita cantik
alias mata keranjang?” kata Ari Pati.
“Benar, Kanda.
Lalu, apa rencana Kanda selanjutnya?” tanya Neq Dipati. “Sebaiknya kia menyamar
menjadi gadis cantik lalu kita bujuk Ki Rangga agar mau membuka rahasia
kesaktiannya,” ujar Ari Pati. “Wah, itu siasat yang bagus, Kanda,” kata Neq
Dipati setuju. Akhirnya, kedua pendekar bersaudara itu dengan kesaktiannya
mengubah diri mereka menjadi dua gadis cantik dan rupawan.Saat hari mulai
gelap, berangkatlah kedua gadis cantik palsu itu ke Pantai Tabua dengan
mengenakan pakaian dan indah. Setiba di sana, keduanya silih berganti membujuk
Ki Rangga. Alhasil, Ki Rangga pun termakan oleh bujuk rayu mereka.Ia pun
menceritakan rahasia kesaktiannya bahwa dirinya dapat dibunuh jika berada di
dalam kamar tidurnya. Setelah mengetahui rahasia itu, kedua gadis itu
cepat-cepat berpamitan pulang.Rupanya mereka tidak segera pulang, tetapi
bersembunyi di sekitar tempat Ki Rangga menginap.Saat tengah malam, Ki Rangga
pun mulai mengantuk dan segera masuk ke dalam penginapannya.Pada saat itulah,
Ari Pati dan Neq Dipati segera mengubah kembali dirinya menjadi dua
pendekar.Setelah itu, keduanya segera menyerang Ki Rangga yang berada di dalam
kamarnya.Pertarungan sengit pun terjadi.Mulanya, Ki Rangga masih mampu melawan.
Namun, karena dikeroyok oleh dua pendekar sakti, akhirnya tubuhnya terkena
tusukan keris pusaka milik Ari Pati. Racun pada keris itu pun langsung menjalar
ke seluruh tubuh Ki Rangga hingga berwarna biru kelam. Tak berapa lama
kemudian, Ki Rangga pun tewas dengan mengenaskan.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment