Saturday 28 November 2015

Cerita Rakyat Banten

“Pangeran Pande Gelang dan Putri Cadasari”
Cerita Rakyat Banten


Di  daerah  Banten,  ada  seorang  putri  raja  bernama  Putri Arum.  Wajahnya  cantik  nan  rupawan.  Kulit  dan  hatinya lembut  selembut  sutra.  Tidak  mengherankan  jika  banyak pangeran  yang  ingin  menjadikannya  sebagai  permaisuri. Dari  sekian  banyak  pangeran,  tersebutlah  dua  orang pangeran  yang  ingin  menjalin  kasih  dengan  sang  putri. Kedua  pangeran  tersebut  adalah  Pangeran  Sae  Bagus  Lana  dan  Pangeran  Cunihin.  Mereka  teman seperguruan,  namun  memiliki  sifat  yang  berbeda.  Sesuai  dengan  nama  mereka,  kata  Sae  Bagus  Lana dalam  bahasa  Sunda  berarti  laki-laki  yang  baik  hati,  sedangkan  Cunihin  berarti  laki -laki  yang  suka menggoda  wanita.  Mengetahui  perawakan  kedua  pangeran  tersebut,  maka  Putri  Arum  memilih Pangeran Sae Bagus Lana sebagai kekasihnya. Rupanya, Pangeran Cunihin tidak rela menerima kenyataan tersebut. Secara diam-diam, ia iri hati dan dendam  terhadap  Pangeran  Sae  Bagus  Lana  sehingga  timbullah  niatnya  untuk  mencuri  ilmu  dan kesaktian Pangeran Sae Bagus Lana agar dapat merebut Putri Arum. Alhasil, Pangeran Cunihin berhasil melaksanakan niatnya.
Dengan kesaktian tersebut, ia kemudian mengubah wajah Pangeran Sae Bagus Lana menjadi seorang tua dan berkulit hitam legam. Sementara itu, Pangeran Sae Bagus  Lana yang sudah tidak berdaya datang menghadap kepada gurunya untuk  meminta  petunjuk.  Ia  pun  disarankan  oleh  gurunya  untuk  membuat  sebuah  gelang  besar  yang bisa dilewati manusia. Gelang itulah yang dapat mengalahkan Pangeran Cunihin. Jika Pangeran Cunihin melewati  gelang  tersebut  maka  seluruh  kesaktiannya  akan  lenyap  dan  kembali  kepada  Pangeran  Sae Bagus. Setelah  mendengar  nasehat  sang  guru,  Pangeran  Sae  Bagus  Lana  pergi  ke  sebuah  kampung  untuk menjadi seorang pembuat gelang atau “pande gelang” tanpa sepengetahuan Putri Arum. Sejak itulah, ia pun dipanggil dengan nama Pande Gelang. Penduduk setempat akrab memanggilnya Ki Pande.Suatu  hari,  ketika  melintas  di  Bukit  Manggis,  Pande  Gelang  melihat  seorang  gadis  cantik  duduk termenung seorang diri.
Rupanya, gadis  itu tidak asing lagi baginya. Ia adalah Putri Arum yang sedang bersedih  karena  tidak  ingin  menikah  dengan  Pangeran  Cunihin  yang  terkenal  kejam  dan  bengis  itu. Meskipun  ia  tahu  kalau  gadis  itu  kekasihnya,  Pangeran  Sae  Bagus  Lana  tidak  ingin  membongkar penyamarannya agar sang kekasih tidak bertambah sedih. “Sampurasun!” sapa Pande Gelang.  “Ra… rampes,” jawab sang putri dengan terkejut.“Maaf jika hamba telah mengejutkan Tuan Putri,” kata Pande Gelang seraya memberi hormat.Sang  putri  tidak  segera  menjawab.  Ia  hanya  terpaku  mengamati  lelaki  yang  belum  dikenalnya  itu. Meskipun  wajah  lelaki  yang  berkulit  legam  itu  tampak  kusam,  sang  putri  yakin  bahwa  orang  itu berwatak  baik.  Ia  mengumpamakan  lelaki  itu  bagaikan  buah  manggis,  walaupun  hitam  dan  pahit kulitnya tetapi putih dan manis buahnya. Dengan keyakinan itu, sang putri tidak segan untuk menjawab sapaan lelaki setengah baya itu.“Maaf, Aki siapa dan berasal dari mana?” tanya sang putri.“Nama hamba Pande  Gelang.
Orang-orang memanggil hamba  Ki  Pande,”  jawab  lelaki  itu. “Maaf  Tuan Putri. Sekiranya hamba boleh tahu mengapa Tuan Putri tampak gundah gulana?” tanyanya.Sang  putri  kembali  terdiam  sambil  meneteskan  air  mata.  Ia  ingin  menceritakan  kegundaan  hatinya, namun  sungguh  berat  untuk  mengungkapkannya.  Sang  putri  merasa  bahwa  tidak  ada  gunanya menceritakan masalah kepada orang lain karena tak seorang pun yang dapat membantunya.“Oh, maaf jika pertanyaan hamba tadi telah menyinggung perasaan Tuan Putri”, ucap Ki Pande seraya hendak berlalu. Ketika Pande Gelang akan meninggalkan tempat itu, sang putri mencegah langkahnya.“Tunggu, jangan pergi dulu Ki!” cegah Putri Arum. “Baiklah, Ki. Saya akan bercerita, tetapi sekadar untuk mengilangkan rasa penasaran Ki Pande. Selama ini saya tidak pernah menceritakan masalah ini kepada orang lain karena hanya akan sia-sia belaka,” kata sang putri.
“Mengapa Tuan Putri berkata demikian?” tanya Pande Gelang.“Masalah yang saya hadapi saat ini sangat berat Ki,” ungkap sang putri. Putri Arum kemudian bercerita bahwa dirinya sedang mendapat tekanan dari Pangeran Cunihin.“Saya  sangat  sedih  Ki,  karena  Pangeran  Cunihin  memaksa  saya  untuk  menjadi  istrinya.  Meskipun  ia tampan, tetapi saya tidak menyukai wataknya yang bengis dan kejam. Namun, saya tidak berdaya untuk menghadapinya karena ia sangat berkuasa dan sakti mandraguna,” ungkap Putri Arum.Sejenak Pande Gelang tertegun. Hatinya sangat geram mendengar sikap dan perilaku Pangeran Cunihin yang semakin menjadi-jadi. Ia tidak sabar lagi ingin menghajar pangeran bengis itu. Meski demikian, ia tetap berusaha menyembunyikan amarah dan mencoba untuk menenangkan hati kekasihnya itu.“Hamba turut bersedih, Tuan Putri,” ucap Pande Gelang berlinang air mata. “Terima kasih Ki atas keprihatinannya. Tadinya saya mengira wangsit yang saya terima benar adanya,” ungkap Putri Arum. “Maaf, Tuan Putri. Wangsit apa yang Tuan Putri maksud?” tanya Pande Gelang.“Menurut  wangsit  yang  saya  terima  melalui  mimpi  bahwa  saya  harus  menenangkan  diri  di  bukit  ini. Kelak  akan  ada  seorang  pengeran  yang  baik  hati  dan  sakti  mandraguna  yang  datang  menolong  saya. Namun,  harapan  itu  hampir  sirna.  Sudah  sekian  lama  saya  menanti  kedatangan  dewa  penolong  itu namun  tak  kunjung  tiba.  Padahal,  tiga  hari  lagi  Pangeran  Cunihin  akan  datang  untuk  memaksa  saya menikah dengannya,” keluh Putri Arum.Pande Gelang kembali tertegun. Ia menyadari bahwa dewa penolong yang dimaksud sang putri adalah dirinya. “Maaf,  Tuan  Putri.  Kalau  boleh  hamba  menyarankan,  sebaiknya  Tuan  Putri  mau  menerima  keinginan Pangeran Cunihin itu,” ujar Pande Gelang.Mulanya  sang  putri  menolak  saran  itu  karena  bagaimana  mungkin  ia  bisa  menikah  dengan  Pangeran Cunihin  yang  sangat  dibencinya  itu. 
Namun,  setelah  lelaki  itu  menjelaskan  bahwa  sang  putri  tidak menerimanya begitu saja tetapi dengan syarat yang berat, akhirnya sang putri mau menerima saran itu. Syarat  tersebut  adalah  Pangeran  Cunihin  harus  melubangi  batu  keramat  hingga  bisa  dilalui  manusia.  Selain itu, batu keramat itu harus diletakkan di sekitar pantai sebelum dilubangi. Untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut memerlukan waktu tiga hari. Dengan demikian, tentu saja setengah dari kesaktian Pangeran Cunihin akan hilang. “Lalu, bagaimana selanjutnya Ki?” tanya Putri Arum setelah mendengar pejelasan itu.“Tuan Putri tidak usah khawatir. Urusan selanjutnya serahkan kepada hamba,” ujar Pande Gelang.Mendengar seluruh penjelasan Pande Gelang, maka semakin yakinlah sang putri untuk menerima saran tersebut.   Setelah  itu,  Pande  Gelang  kemudian  mengajak  Putri  Arum  ke  tempat  tinggalnya  untuk mengatur  siasat.  Perjalanan  menuju  ke  tempat  tinggal  Pande  Gelang  ternyata  cukup  jauh  dan melelahkan  sehingga  membuat  Putri  Arum  jatuh  pingsan  di  atas  sebuah  batu  cadas  saat  akan  tiba  di kampung  Pande  Gelang.  Mengetahui  hal  itu,  penduduk  kampung  segera  membantu  Pande  Gelang membawa Putri Arum ke  salah satu rumah penduduk yang terdekat.
Mereka pun merawat sang putri dengan penuh kasih sayang. Menurut tetua kampung, sang putri akan segera pulih jika ia meminum air gunung yang memancar melalui batu cadas itu. Alhasil, setelah meminum air dari batu cadas tersebut, Putri Arum kembali sehat. Sejak itulah, penduduk kampung memanggil Putri Arum dengan sebutan Putri Cadasari. Setelah itu, sang putri segera mengatur siasat bersama Pande Gelang untuk mengelabui Pengeran Cunihin. Keesokan harinya, Putri Cadasari kembali ke istana dengan diantar oleh beberapa penduduk kampung. Sementara  itu,  Pande  Gelang  sibuk  membuat  sebuah  gelang  besar  untuk  dikalungkan  pada  batu keramat. Pada  hari  yang  telah  ditentukan,  datanglah  Pangeran  Cunihin  mengajak  Putri  Arum  untuk  menikah dengannya. Putri Arum pun mengajukan syarat sebagaimana yang disarankan oleh Pande Gelang.“Kamu  boleh  menikahiku,  tapi  dengan  satu  syarat  kamu  harus  membawa  batu  cadas  ke  pantai  lalu melubanginya,” jelas Putri Arum.“Ha,  sungguh  mudah  syaratmu  itu  Tuan  Putri.  Tapi,  apa  maksud  dari  syaratmu  itu?”  tanya  Pangeran Cunihin.“Batu keramat itu untuk bulan madu kita Pangeran. Kita bisa duduk di atas batu itu sambil menikmati indahnya pemandangan laut. Bukankah itu sangat menyenangkan Pangeran?” jelas Putri C adasari.“Oh, sungguh bulan madu yang menyenangkan. Tuan Putri memang seorang putri yang romantis,” puji Pangeran Cunihin. Tanpa perasaan curiga lagi, Pangeran Cunihin segera melaksanakan syarat itu. Dalam waktu tiga hari, ia berhasil  menemukan  batu  keramat  yang  disyaratkan  dan  kemudian  membawanya  ke  sebuah  pantai yang  indah. 
Setelah  berhasil  melubangi  batu  keramat  itu,  Pangeran  Cunihin  segera  ke  istana  untuk menjemput Putri Cadasari. Sementara  itu,  Pande  Gelang  yang  sejak  tadi  bersembunyi  di  balik  semak-semak  mengamati  semua tingkah laku Pangeran Cunihin, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera memasang gelang besar pada batu keramat yang berlubang itu. Namun, ketika ia hendak kembali ke tempat persembunyiannya, tanpa diduganya Pangeran Cunihin telah kembali bersama Putri Cadasari.“Hai, tua bangka! Apa yang kamu lakukan di sini?” bentak Pangeran Cunihin.“Saya datang kemari untuk merebut kembali kesaktian dan Puti Arum yang kamu rampas dariku,” kata Pande Gelang. “Hai,  bukankah  aku  pernah  mengatakan  bahwa  kamu  tidak  pantas  menjadi  pemenang.  Lihatlah  sang putri  telah  menjadi  milikku  untuk  selamanya,  hahaha…!”  ujar  Pangeran  Cunihin  seraya  tertawa terbahak-bahak. Putri Cadasari sungguh heran mendengar pembicaraan kedua orang itu. Sepertinya mereka sudah saling mengenal  sebelumnya.  Baru  saja  ia  hendak  menanyakan  hal  itu  kepada  mereka,  tiba-tiba  Pengeran Cunihin menarik tangannya untuk melihat batu keramat yang telah dilubanginya itu.“Lihatlah, wahai Tuan Putri! Keinginan Tuan Putri terlah terwujud.
Sungguh sebuah tempat yang indah dan romantis untuk bulan madu kita,” kata Pangeran Cunihin. Dengan sikap tenang, Putri Cadasari mencoba untuk menunjukkan kegembiraannya seraya menjalankan siasat yang telah diatur bersama Pande Gelang. “Maaf, Pangeran. Barangkali saya terlalu gembira sehingga tidak bisa melihat lubang pada batu keramat ini. Sudikah Pangeran membuktikan bahwa batu ini telah berlubang?” pinta Putri Cadasari.Tanpa  berpikir  panjang,  Pangeran  Cunihin  segera  berjalan  melewati  lubang  pada  batu  keramat.  Baru beberapa langkah ia berjalan di dalam lubang batu itu, tiba-tiba seluruh tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa. Ia pun berteriak keras karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit. Begitu ia selesai melewati lubang itu, seluruh kekuatannya hilang seh ingga ia hanya bisa duduk lemas tak berdaya. Beberapa saat kemudian, ia pun berubah menjadi seorang tua renta seolah telah melewati lorong waktu yang begitu panjang.Pada saat yang bersamaan, Pande Gelang merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir masuk ke dalam tubuhnya.  Akhirnya,  seluruh  ilmu  dan  kesaktiannya  kembali  seperti  semula.  Wajahnya  pun  kembali seperti sediakala, yaitu wajah seorang pangeran yang tampan.Putri Cadasari seolah-olah tidak percaya menyaksikan peristiwa ajaib itu. Ia baru sadar bahwa ternyata lelaki paruh baya yang telah menolongnya itu adalah kekasihnya sendiri, Pangeran Sae Bagus Lana.“Akang, bagaimana semua ini bisa terjadi?” tanya Putri Cadasari dengan heran.Pangeran  Pande  Gelang  pun  menceritakan  semua  kejadian  yang  dialaminya  mulai  dari  peristiwa Pangeran Cunihin mencuri kesaktiannya hingga peristiwa ajaib itu terjadi. Mendengar cerita itu, barulah sang  putri  sadar  bahwa  wangsit  yang  ia  terima  memang  benar  adanya.  Akhirnya,  mereka  pun meninggalkan batu keramat itu. Beberapa waktu kemudian, mereka menikah dan hidup bahagia.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”






No comments:

Post a Comment