“I Ceker
Cipak”
Cerita
Rakyat Bali
Di
sebuah kampung di
Pulau Dewata atau
Bali, Indonesia, ada seorang
pemuda tampan bernama
I Ceker Cipak. Ia
tinggal bersama ibunya
di sebuah
gubuk di
pinggir kampung. Ia dan ibunya
sangat teguh memegang dan
menjalankan dharma. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, ibu dan
anak tersebut mencari kayu
bakar dan hasil-hasil
hutan lainnya. Hidup mereka
serba kekurangan. Oleh karena
tidak ingin terus
terbelenggu oleh keadaan
tersebut, I
Ceker Cipak memutuskan
untuk berdagang jagung. Ia
ingin pergi ke
kota untuk membeli jagung untuk
direbus dan dijual kembali. “Bu, apakah Ibu mempunyai uang tabungan?” tanya I
Ceker Cipak kepada ibunya. “Untuk apa uang itu, Anakku?” ibunya balik bertanya.
I Ceker Cipak pun menceritakan niatnya
ingin berdagang ke kota. Alangkah bahagianya perasaan sang Ibu mendengar niat
baik anaknya itu. “Wah, Ibu merasa senang dan mendukung niatmu itu, Anakku! Ibu
ingin sekali membantu usahamu itu, tapi Ibu hanya mempunyai uang 200 kepeng.
Uang tersebut Ibu tabung selama bertahun-tahun. Apakah uang itu cukup untuk
membuka usaha barumu itu, Anakku?” tanya ibunya. “Cukup, Bu!
Uang tersebut akan
Ceker gunakan untuk
membeli jagung secukupnya,” jawab
I Ceker Cipak. Mendengar jawaban
itu, ibu I
Ceker Cipak segera
mengambil uang tabungannya,
lalu memberikan kepada anak
semata wayangnya. Keesokan
harinya, I Ceker
Cipak pun berangkat
ke kota dengan membawa modal
200 kepeng dan
sebuah keranjang.
Untuk
sampai ke kota,
ia harus melewati perkampungan, persawahan, dan hutan
lebat yang jaraknya cukup berjauhan. Setelah berjalan setengah hari, sampailah
I Ceker Cipak di sebuah perkampungan. Ketika akan melewati perkampungan itu,
ia melihat seorang
warga yang sedang
menyiksa seekor kucing.
Melihat tindakan warga yang
tidak berbelaskasihan itu,
ia segera mendekati
dan memintanya agar
menghentikan penyiksaan terhadap kucing tersebut. “Maaf,
Tuan! Jangan bunuh
kucing itu! Jika
Tuan berkenan, saya
akan menebusnya dengan
uang 50 kepeng,” pinta I Ceker
Cipak. Warga itu pun
menerima permintaannya. Setelah
menyerahkan uang 50
kepeng kepada warga
itu, I Ceker Cipak
melanjutkan perjalanan dengan
membawa serta kucing
itu.
Tak
berapa jauh berjalan,
ia kembali melihat seorang warga sedang memukuli seekor anjing karena mencuri
telur ayam. Melihat hal itu, ia pun menebus anjing itu dengan harga 50 kepeng.
Setelah itu, ia kembali melanjutkan perjalanan dan membawa serta anjing itu.
Kini, ia tidak berjalan sendirian. Ia ditemani oleh kucing dan anjing yang
telah ditebusnya. Ketika hari menjelang sore, I Ceker Cipak bersama kucing dan
anjing tebusannya tiba di sebuah hutan lebat.
Saat melewati hutan
lebat itu, ia
melihat beberapa orang
warga sedang memukuli
seekor ular yang telah memangsa
seekor bebek. Karena merasa kasihan, ia pun menebus ular itu dengan 50 kepeng.
Para warga yang telah memukuli ular itu
terheran-heran melihat perilaku I Ceker Cipak. “Hai, teman-teman!
Anak Muda itu
sudah gila. Untuk
apa dia menebus
ular yang tidak
ada gunanya itu?” celetuk seorang
warga. I Ceker Cipak
tidak menghiraukan celetukan
warga itu. Setelah
memasukkan ular itu
ke dalam keranjangnya, ia segera
berlalu dari tempat itu untuk melanjutkan perjalanan. Setelah menyusuri hutan
lebat, I
Ceker Cipak memasuki
daerah persawahan. Ketika
itu, ia menemui
para petani sedang menangkap seekor tikus dan
memukulinya. I Ceker Cipak tidak sampai hati melihat tikus itu disiksa oleh
mereka. “Maaf, Tuan-Tuan! Tolong
jangan siksa tikus itu!
Jika Tuan-Tuan berkenan, biarlah
aku tebus tikus itu dengan harga 25 kepeng,” pinta I Ceker Cipak.
Para
petani itu pun
mengabulkan permintaannya. Setelah
menyerahkan uang tebusan
sebesar 25 kepeng kepada
para petani tersebut,
I Ceker Cipak
kembali melanjutkan perjalanan
dengan ditemani oleh kempat hewan
tebusannya, yaitu seekor anjing, kucing,
ular, dan tikus. Mereka tiba di pasar Kota
Raja saat
hari mulai gelap.
I Ceker Cipak
merasa sangat lapar.
Setelah memeriksa sakunya,
ternyata uangnya hanya tersisa 25
kepeng. Akhirnya, uang tersebut ia pakai membeli makanan untuk dirinya dan
keempat binatang tebusannya. Ia terpaksa batal membeli jagung, karena sudah
kehabisan uang.
Ketika
I Ceker Cipak
bersama keempat binatang
tebusannya sedang asyik
makan, tiba-tiba seorang prajurit istana yang sedang patroli datang
menghampirinya. “Hai, Anak Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya
prajurit itu. “Nama saya I Ceker Cipak, Tuan! Maaf jika kedatangan saya
mengganggu ketenteraman kota ini,” jawab I Ceker Cipak sambil memberi hormat.
“Apa maksud
kedatanganmu ke kota
ini? Dan, untuk
apa kamu membawa
hewan -hewan piaraanmu itu?”
prajurit itu kembali bertanya. “Maaf, Tuan! Sebenarnya, saya datang ke kota ini
untuk membeli jagung, namun uang saya telah habis untuk menebus keempat
binatang ini yang sedang dianiaya orang,” jawab I Ceker Cipak.
“Wah,
hatimu sungguh mulia, Anak Muda!” puji prajurit itu Prajurit itu kemudian
mengajak I Ceker Cipak ke istana untuk menghadap sang Raja. Setibanya di
istana, prajurit itu
menceritakan maksud kedatangan
I Ceker Cipak
ke kota dan
semua peristiwa yang dialaminya di perjalanan. Mendengar
cerita tersebut, Raja yang baik hati itu pun mengizinkan I Ceker Cipak untuk
menginap semalam di istana. Sang Raja juga memerintahkan kepada dayang-dayang
istana untuk melayani segala keperluan I
Ceker Cipak dan keempat hewan piaraannya. Alangkah senang hati I Ceker Cipak mendapat kehormatan tidur di dalam
istana dan pelayanan istimewa dari sang Raja.
Malam telah larut, namun I Ceker Cipak
belum bisa memejamkan matanya, karena memikirkan ibunya yang tidur
sendirian di gubuk.
Ia juga memikirkan
uang pemberian ibunya
yang telah habis
untuk menebus keempat binatang tersebut. Ia bingung untuk menjelaskan
semua itu kepada ibunya. Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba si Ular merayap
mendekatinya.“Wahai, Tuanku yang berbudi luhur! Jika besok saat pulang dan
bertemu dengan seekor ular besar, Tuan jangan takut! Dia adalah ibuku yang
bernama Naga Gombang. Meskipun terkenal sangat ganas, tapi dia tidak akan
mengganggu orang yang tekun menjalankan
dharma. Jika ia
memintaku darimu, maka mintalah tebusan kepadanya!” ujar si
Ular.
I
Ceker Cipak tersentak
kaget, karena tidak
pernah mengira sebelumnya
jika ular itu
dapat berbicara seperti manusia.
Namun, ia tidak
ingin terlalu memikirkan
hal itu, yang
penting ia berjanji
akan melaksanakan pesan ular itu. Keesokan harinya,
I Ceker Cipak
pun berpamitan kepada
sang Raja. Raja
yang baik hati
itu membekalinya kain, uang, dan sepuluh ikat jagung. “Bawalah kain,
uang dan jagung ini sebagai oleh-oleh untuk ibumu di rumah!” ujar sang Raja. “Terima
kasih banyak atas semua kebaikan, Gusti! Semoga Tuhan senantiasa memberkahi
Gusti!” ucap I Ceker Cipak seraya memberi hormat untuk memohon diri.
I
Ceker Cipak kembali
ke kampung halamannya
melewati jalan semula.
Ketika ia memasuki
hutan belantara, tiba-tiba ia dihadang oleh seekor ular yang sangat
besar. “Hai, Anak Muda! Berhenti dan serahkan ular itu kepadaku!” seru ular
besar itu. “Hai, Ular Besar! Pasti
kamu yang bernama Naga Gombang. Ketahuilah wahai Naga
Gombang, akulah yang telah
menyelamatkan anakmu! Jika
kamu hendak mengambil
anakmu dariku, kamu
harus menebusnya!” kata I Ceker Cipak. “Wahai, Anak Muda! Jika memang benar yang kamu
katakan itu, ambillah cincin permata yang ada di ekorku sebagai penebus! Semua
barang akan menjadi emas jika kamu gosokkan dengan cincin itu,” ujar Naga
Gombang. I Ceker Cipak
pun mengeluarkan ular
yang ada di
dalam keranjangnya lalu
menyerahkannya kepada Naga Gombang.
Setelah
itu, ia segera
mengambil cincin permata
di ekor Naga
Gombang, kemudian menyelipkan di
ikat pinggangnya dan melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di gubuknya, ia
dikejutkan oleh sebuah peristiwa
ajaib, ikat pinggangnya telah berubah
menjadi emas. Ibunya
pun sangat heran menyaksikan peristiwa ajaib itu. “Bagaimana
hal itu bisa terjadi, Anakku?” tanya ibunya heran. I Ceker Cipak pun
menceritakan semua peristiwa yang dialaminya selama dalam perjalanan hingga
tiba kembali ke rumah.
Ibunya merasa amat
bahagia memiliki anak
yang taat menjalankan
dharma. Sejak memiliki cincin
permata itu, kehidupan keluarga I Ceker Cipak berubah. Kini, ia telah menjadi
kaya raya di kampungnya. Ia hidup berbahagia bersama ibu dan ketiga hewan
piaraannya, yakni si tikus, kucing, dan ajingnya. Meskipun sudah menjadi orang
kaya, I Ceker Cipak tetap rajin bekerja.
Pada
suatu hari, I
Ceker Cipak membantu
ibunya menumbuk padi,
namun ia lupa melepas
cincin permata dari jari
tangannya. Tanpa disadarinya,
cincin permata itu
patah dan jatuh
ke dalam lesung. Maka seketika itu pula lesung dan alu
itu tiba-tiba berubah menjadi emas. Ia dan ibunya sangat heran bercampur gembira
menyaksikan peristiwa ajaib
terserbut. Sejak itu,
I Ceker Cipak
semakin terkenal dengan
kekayaannya hingga ke berbagai penjuru negeri. Setelah itu, I Ceker Cipak
membawa cincinnya yang patah ke tukang emas untuk diperbaiki.
Rupanya, tukang emas
itu mengerti bahwa
cincin itu memiliki
tuah yang dapat
mendatangkan kekayaan. Oleh karena itu, ia berniat untuk
memilikinya. Agar tidak ketahuan oleh pemiliknya, ia pun membuat sebuah
cincin palsu yang
sangat mirip dengan
cincin permata ajaib
itu. Ketika I
Ceker Cipak datang
hendak mengambil cincinnya, ia memberikan cincin yang palsu. I Ceker
Cipak tidak merasa curiga sedikit pun. Setibanya di
rumah, ia ingin
menguji kesaktian cincin
permata itu. Perlahan-lahan ia
menggosokkan
cincin itu
pada sebuah batu,
namun batu itu
tak kunjung berubah
menjadi emas. Dari
situlah I Ceker Cipak mulai curiga. “Bu! Coba periksa
cincin permata ini! Sepertinya ia tidak sakti lagi,” kata I Ceker Cipak. “Wah,
jangan jangan tukang emas itu telah menukarnya!” Setelah diperiksa
oleh ibunya, ternyata
benar cincin itu
palsu.
Ibunya
sangat mengenal bentuk
cincin permata yang asli itu.“Dugaanmu benar, Anakku! Tukang emas itu
telah menukar cincinmu dengan cincin palsu,” kata ibunya. “Apa yang harus kita
lakukan, Bu?” tanya I Ceker Cipak. Ibu I
Ceker Cipak pun bingung harus berbuat apa. Ia berpikir keras untuk mencari agar
dapat mengambil kembali cincin permata
sakti itu. Suasana
di rumah itu
menjadi hening. Hingga
malam larut, mereka belum juga menemukan jalan keluar.
Hati mereka diselimuti perasaan sedih.
Melihat tuannya bersedih, si Tikus, Kucing,
dan Anjing melakukan
musyawarah secara diam-diam.
Mereka
ingin membantu tuannya untuk
mendapatkan kembali cincin
permata tersebut dari
si tukang emas.
Setelah mengatur siasat, mereka
pun berangkat ke rumah si tukang emas tanpa sepengetuhuan I Ceker Cipak dan
ibunya. Setibanya di rumah si tukang emas, ketiga binatang piaraan I Ceker
Cipak tersebut membagi tugas. Si Kucing bertugas menunggu di depan pintu, dan
si Anjing menunggu di depan tangga. Sementara, si Tikus bertugas bersiap-siap
untuk menyelinap masuk ke dalam rumah untuk mencari cincin tuannya.Setelah semuanya
sudah siap, mereka
pun mulai menjalankan
tugas masing-masing. Si
Kucing mulai mencakar-cakar pintu
rumah, sehingga si
tukang emas terbangun.
Begitu
tukang emas itu
membuka pintu, si Kucing mencakar-cakar kakinya hingga jatuh
terguling-guling di tangga. Si Anjing yang sedang menunggu di depan tangga
segera menggigitnya. Tukang emas itu pun tergeletak tak sadarkan diri. Pada
saat itulah, si
Tikus segera masuk
ke dalam rumah.
Dengan ganasnya, ia
melubangi peti tempat penyimpanan perhiasan tukang emas itu,
lalu mengambil cincin permata tuannya. Setelah itu, mereka segera kembali ke
rumah untuk menyerahkan cincin itu kepada I Ceker Cipak. Ha ri sudah pagi,
namun mereka belum juga sampai di rumah tuannya. Sementara itu, I Ceker Cipak
yang baru bangun tidur sangat cemas, karena ketiga binatang piaraannya tidak
ada di rumah. “Bu! Apakah Ibu tahu ke mana binatang piaraanku pergi?” tanya I
Ceker Cipak. “Wah, Ibu tidak tahu, Anakku! Sejak tadi Ibu juga belum
melihatnya,” jawab Ibunya. Baru
saja I Ceker
Cipak akan pergi
mencarinya di sekitar
gubuk, ketiga binatang
piaraannya tersebut tiba-tiba
muncul dari balik semak-semak. Alangkah terkenjutnya ia ketika melihat cincin
permatanya ada di mulut si
Tikus. Ia baru
sadar bahwa ternyata
ketiga binatang piaraannya
pergi ke rumah
si tukang emas untuk mengambil
cincin permata itu. Ia pun menyambut mereka dengan perasaan gembira.
“Terima kasih, kalian telah membantuku
mendapatkan kembali cincin permata ini,” ucap I Ceker Cipak setelah si Tikus
menyerahkan cincin itu kepadanya.Sejak itu, I Ceker Cipak sangat berhati-hati
dalam menjaga cincin permata saktinya. Semakin hari, harta kekayaannya pun
semakin bertambah. Ia adalah orang kaya yang dermawan. Ia senantiasa membantu
para warga di sekitarnya yang membutuhkan. Ia juga selalu mengingat semua
orang-orang yang telah berbuat baik kepadanya. Pada suatu
hari, I Ceker
Cipak bersama ibu
dan ketiga hewan
piaraannya datang menghadap
kepada sang Raja untuk
mengucapkan terima kasih.
Ia datang dengan
pakaian yang sangat
rapi dan bersih, sehingga terlihat tampan dan gagah.
Sebagai ucapan terima kasih, ia persembahkan sebagian emasnya kepada sang
Raja.
Kedatangannya pun
langsung diterima dan
disambut baik oleh
sang Raja. Melihat ketampanan dan
kegagahan I Ceker
Cipak, sang Raja
tiba-tiba terpikat hatinya
ingin menikahkan dia dengan
putrinya yang bernama
Ni Seroja. I
Ceker Cipak pun
tidak menolak keinginan
sang Raja. Akhirnya, I Ceker
Cipak menikah dengan Putri Ni Seroja. Sejak itu, I Ceker Cipak tinggal di
istana bersama istri, ibu, dan
hewan-hewan piaraannya. Mereka hidup bahagia dan sejahtera.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment