“Asal
Usul Nama Girilawungan”
Cerita
Rakyat Jawa Barat
Dahulu di tanah
Pasundan, ada seorang raja bernama Pangeran Giri Layang.Ia masih keturunan Raja
Pajajaran. Pangeran Giri Layang adalah seorang raja yang arif dan bijaksana.
Dalam memerintah negara, ia dibantu oleh adik perempuannya yang bernama Putri
Giri Larang dan seorang patih bernama Endang Capang. Suatu hari, Pangeran Giri
Layang sedang bercakap-cakap dengan adiknya di pendopo istana. Putri Giri
Layang berkata kepada kakaknya, “Kanda, Dinda ingin mengatakan sesuatu.Tapi,
sebelumnya Dinda mohon maaf jika nantinya ada perkataan Dinda yang menyinggung
perasaan Kanda,” kata Putri Giri Larang. “Ada apa yang ingin kamu katakan,
Adikku?” ujar Pangeran Giri Layang, “Begini, Kanda. Dinda sudah lama membantu
Kanda mengelola negeri ini dan sudah banyak pula ilmu yang Dinda peroleh dari
Kanda.Tapi, Dinda merasa perlu banyak belajar lagi.Sekiranya Kanda mengizinkan,
Dinda ingin pergi merantau untuk menambah ilmu.” Mendengar permintaan itu,
Pangeran Giri Layang tertegun.Ia merasa amat berat melepas kepergian adiknya.
Namun, tak ada alasan baginya untuk menolak permintaan tersebut.Ia pun
mengelus-elus kepala adiknya, lalu berkata. “Adikku, engkaulah satu-satunya
yang Kanda sayangi.Tapi, jika itu sudah menjadi tekadmu, Kanda merestui kepergian
Dinda. Semoga Dinda tidak mendapat rintangan apa pun,” kata Pangeran Giri
Layang, “Ingat pesan Kanda, jika berjalan ke arah timur, Dinda jangan sampai
melampaui perbatasan.” “Baik, Kanda. Terima kasih atas doa restu Kanda,” ucap
Putri Giri Larang. Keesokan paginya, Putri Giri Larang bersiap-siap. Setelah
berpamitan kepada kakaknya, berangkatlah ia menuju ke arah timur dengan
berjalan kaki seorang diri. Setelah berbulan-bulan keluar masuk hutan,
menyeberangi sungai, serta mendaki gunung dan lembah, sampailah ia di sebuah
hutan belantara yang sepi. Hanya suara-suara binatang hutan yang terdengar
saling bersahut-sahutan. Putri Giri Larang terus berjalan di antara pepohonan.
Alangkah terkejutnya sang Putri, ia menemukan sebuah taman yang indah di pedalaman
hutan. Di tengah taman itu terdapat sebuah kolam yang airnya sangat jernih.
Kolam itu dikelilingi pula tanaman bunga yang beraneka warna.Putri pun tak
kuasa menahan rasa kagum menyaksikan pemandangan itu.
“Oh, pemandangan
yang sungguh indah. Tapi, kenapa ada taman di tengah hutan ini?” heran sang
Putri, “Siapa yang membuatnya?” Putri Giri Larang duduk di pinggir kolam lalu
merendam kedua kakinya ke dalam air. Setelah merasakan kesejukan air itu, ia
lalu berpikiran ingin mandi. “Sebaiknya aku mandi saja di kolam ini untuk
menghilangkan rasa letih,” gumamnya. Sang Putri pun segera menanggalkan pakaian
dan meletakkannya di pinggir kolam.Ia lalu mencebur ke dalam kolam dengan hanya
mengenakan pakaian dalam. Sejuknya air kolam itu terasa menusuk hingga ke ubun-ubunnya.
Ketika sang Putri sedang asyik berendam di kolam itu, tanpa disadari ada
seorang lelaki setengah baya menuju ke kolam. Lelaki itu adalah seorang patih
dari sebuah kerajaan di Jawa yang bertugas merawat dan menjaga kolam itu agar
tetap bersih.Taman itu merupakan tempat Raja Jawa beristirahat sepulang dari
berburu. Patih itu terkejut begitu melihat seorang putri cantik sedang mandi di
kolam. Cepat-cepatlah ia bersembunyi di balik sebuah pohon besar sambil
mengawasi putri itu. “Cantik sekali putri itu, bagaikan bidadari dari
kahyangan,” kagum patih itu, “Tapi, siapa putri itu dan dari mana asalnya?”
Sang Patih tiba-tiba teringat pada rajanya yang sedang mencari pasangan untuk
dijadikan permaisuri. “Raja pasti tertarik pada putri itu,” pikirnya. Tanpa
berpikir panjang, Patih itu segera mengambil pakaian sang putri. Rupanya, sang
Putri mengetahuinya. Ketika Putri naik ke darat hendak merebut pakaiannya,
Patih itu segera berlari. Sang Putri pun segera mengejarnya, sang Patih sengaja
memperlambat langkahnya agar sang putri terus mengikutinya hingga ke istana.
Setiba di istana, Patih itu segera menyerahkan pakaian sang Putri kepada sang
Raja. “Ampun, Gusti. Hamba mempersembahkan sebuah bingkisan untuk Gusti,”
sembah patih itu. “Hai, pakaian siapa ini?” tanya sang Raja heran. “Pakaian itu
milik seorang putri.Putri itu sedang mandi di kolam Gusti,” ungkap patih itu,
“Putri itu cantik jelita bagai bidadari.Barangkali saja Gusti tertarik
padanya.” “Wah, kamu memang Patih yang pengertian. Mana putri itu?” tanya sang
Raja. Belum sempat patih itu menjawab, tiba-tiba Putri Giri Larang muncul dan
berteriak. “Hai, pencuri.Cepat kembalikan pakaianku!” serunya, “Dasar kalian
tidak sopan.Beraninya mencuri pakaian wanita yang sedang mandi.” Jantung sang
Raja langsung berdetak kencang saat melihat kecantikan Putri Giri Larang. Raja
tersenyum lalu menyapa sang putri dengan kata-kata lembut.
“Maafkan kami
atas perlakuan patihku, Putri cantik,” ucap sang Raja. “Hai, pencuri. Cepat
kembalikan pakaianku! Kalau tidak, aku hancurkan seluruh isi keraton ini!”
ancam sang Putri. “Sabar, Putri,” ujar sang Raja dengan tenang, “Kami tidak
ingin mencari keributan. Sebaiknya Putri beristirahat dulu, setelah itu kami
akan menyerahkan pakaian Putri.” Dengan kata-kata lembut sang Raja, hati Putri
Giri Larang akhirnya luluh. Setelah mandi dan beristirahat, ia pun berunding
dengan sang Raja. “Maaf, Putri. Kalau boleh saya tahu, siapa sebenarnya Putri
dan berasal dari mana?” tanya sang Raja. Putri Giri Larang pun memperkenalkan
namanya lalu menjelaskan asal-usulnya. Mendengar penjelasan itu, sang Raja pun
mengungkapkan isi hatinya. “Begini.Sebenarnya aku memang sedang mencari istri
untuk kujadikan permaisuri.Kebetulan sekali aku telah bertemu dengan Putri yang
selama ini kudambakan. Bersediakah Putri menjadi permaisuriku?” pinang sang
Raja. Mendengar permintaan itu, tiba-tiba sang Putri merasa sekujur tubuhnya
menjadi lemah. Kekuatannnya terasa tersedot oleh kekuatan gaib. Pada saat
itulah, ia baru tersadar dan teringat pada nasehat kakaknya dirinya telah
melewati perbatasan sebelah timur sehingga kesaktiannya hilang. Dengan
terpaksa, ia pun menerima lamaran sang Raja. “Baiklah, aku terima lamaran
Gusti. Tapi, dengan syarat kaum laki-laki tidak mencampuri urusan perempuan,”
pinta sang Putri. Sang Raja menyanggupi permintaan itu.Beberapa hari kemudian,
pernikahan mereka pun dilangsungkan dengan amat meriah.Sejak itulah, putri
keturunan Pajajaran itu menjadi permaisuri Raja. Suatu hari, Putri Giri Larang
menanak nasi, lalu pergi mandi. Beberapa saat kemudian, diam-diam sang Raja
membuka kuali yang airnya sedang mendidih. Ia penasaran ingin mengetahui
istrinya sedang masak apa. Alangkah terkejut dia setelah membuka kuali itu yang
ternyata isinya hanya setangkai padi. Setelah mengamatinya sejenak, padi itu ia
masukkan ke kuali dan menutupnya kembali. Putri Giri Larang baru saja selesai
mandi dan kembali ke dapur. Betapa marahnya ia setelah mengetahui padi di dalam
kuali tak kunjung matang. Dengan perasaan kecewa, ia menghampiri suaminya.
“Engkau telah melanggar janjimu. Engkau telah berani membuka rahasia
perempuan,” hardik sang Putri. Tanpa berkata-kata lagi, Putri Giri Larang
segera meninggalkan istana menuju keraton kakaknya. Setiba di sana, ia langsung
merangkul kakaknya sambil menangis. “Maafkan Dinda! Dinda tidak menghiraukan
nasehat Kanda,” tangis sang Putri. Putri yang sedang hamil tua itu kemudian
menceritakan semua peristiwa yang telah dialaminya.
“Sudahlah,
Dinda. Lupakanlah semua kejadian yang sudah lalu,” ujar Giri Layang,
“Beristirahatlah, kasian bayi yang ada di dalam kandunganmu.” Selang beberapa
hari kemudian, Putri Giri Larang pun melahirkan seorang anak laki-laki yang
diberi nama Adipati Jatiserang. Kehadiran anak itu tentu saja mencemaskan hati
Pangeran Giri Layang.Ia khawatir kalau-kalau tentara kerajaan suami adiknya
datang menyerang hendak mengambil Adipati Jatiserang. Kekhawatiran itu akhirnya
datang juga ketika sang Pangeran mendapat petunjuk dari kakeknya melalui mimpi
bahwa mereka akan datang mengambil keponakannya. Pangeran Giri Layang pun
segera berunding dengan patihnya Endang Capang serta para menterinya agar
membuat kulah (lubang besar di bawah tanah) sebanyak empat buah. Keempat kulah
itu akan dijadikan sebagai tempat persembunyian keluarga keraton, termasuk
Putri Layang dan putranya. Tak berapa lama kemudian, tentara kerajaan suami
sang Putri yang dipimpin oleh Patih Mangkunagara dan Patih Surapati pun tiba.
Mereka pun langsung mencari Pangerang Giri Layang serta Putri Giri Larang dan
putranya. “Hai, di mana Raja kalian?” tanya Patih Mangkunagara, “Kami ke mari
mencari Putri Larang dan putranya.” “Maaf, Tuan-Tuan!Pangerang Giri Layang dan
Putri Giri Larang sudah wafat. Sementara Adipati Jatiserang, putra Putri Giri
Larang, sedang menutut ilmu ke negeri seberang,” jawab patih Endang Capang.
Kedua patih tersebut tidak percaya dengan jawaban itu.Akhirnya, Patih Endang
Capang segera membawa mereka ke tempat Pangeran Giri Layang dan Putri Giri
Larang bersembunyi.Karena tidak percaya, kedua patih Majapahit itu berniat
untuk menggali kulah yang mirip makam tersebut.Namun, baru saja mereka mulai
menggali, tiba-tiba seluruh badan mereka menjadi lemas dan tak
bertenaga.Rupanya, kekuatan mereka terhisap oleh kesaktian Pangeran Giri Layang
dari dalam kulah tersebut. Karena gagal melaksanakan tugas, Patih Mangkunagara
pun memerintahkan tentaranya agar tidak pulang dulu ke istana. “Para
prajuritku, jangan ada yang pulang ke istana!” ujar patih itu, “Malulah rasanya
pulang dengan tangan hampa.Sebaiknya kita ngalawung (bertemu berhadap-hadapan)
saja di sini sambil menunggu Putri Giri Larang keluar sebab aku yakin ia
bersembunyi.” Seluruh tentara pun menetap di tempat tersebut.Untuk mengenang
peristiwa ngawalung, maka tempat itu dinamakan Negara Girilawungan yang kini
dikenal dengan sebutan Babakan Jawa.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment