“Legenda Batu Laki dan Batu Bini”
Cerita Dari Kalimantan Selatan
Pada zaman dahulu kala, di tepi sungai
tinggallah seorang janda beserta anaknya, hidup mereka sangatlah miskin karena
ibu dan anaknya hanya bergantung pada hasil hutan dan sungai untuk
mempertahankan hidup. Ibunya bernama diang Ingsun dan anaknya bernama si Angui
, sejak kecil ia sudah menjadi anak yatim. Jadi hanya ibunyalah yang menjadi
tulang punggung keluarga. Mereka juga hanya tinggal di gubuk kecil tua reot dan
mau roboh. Hari-hari Diang Ingsun dan si Angui diisi dengan kegiatan mencari
ikan di sungai dan mengumpulkan umbi-umbian untuk dimakan. Jika ada sisa,
mereka menjualnya kepada penduduk yang membutuhkan untuk ditukar dengan beras. Seiring
berjalannya waktu, kini si Angui tidak lagi sebagai seorang anak kecil, tapi ia
sudah tumbuh menjadi seorang pemuda yang rajin bekerja. Si Angui juga
mengumpulkan rotan untuk dijual kepada pedagang yang datang ke kampung tempat
tinggalnya.
Suatu hari ketika sebuah kapal besar merapat di pelabuhan kampung si Angui. Kapal itu milik seorang saudagar yang dating untuk mencari rotan, damar dan lain-lain.
Suatu hari ketika sebuah kapal besar merapat di pelabuhan kampung si Angui. Kapal itu milik seorang saudagar yang dating untuk mencari rotan, damar dan lain-lain.
Saudagar tersebut sangat tertarik
dengan rotan si Angui, dan ternyata saudagar tersebut juga memperhatikan kerja
si Angui yang dinilainya rajin dan ulet. Akhirnya saudagar tersebut berniat
mengajak si Angui untuk bekerja bersamanya. Si Angui pun tertarik dengan
tawaran saudagar itu. Karena si Angui merasa prihatin melihat keadaan dirinya
dan terutama ibunya, ia ingin mengubah hidupnya dan ibunya, ia pun ingin
membahagiakan ibunya. Setelah mendapat restu dari ibunya, besok paginya si
Angui berangkat bersama saudagar itu. Namun sebelum si Angui berangkat ia
berpesan kepada ibunya agar ayam jago kesayangannya dipelihara baik-baik.
Ibunya pun juga juga berpesan kepda si Angui agar cepat pulang jika sudah
berhasil. Si Angui akhirnya ikut bersama pedagang itu selama bertahun-tahun.
Karena sifat rajin dan pekerja kerasnya, maka saudagar pun merasa simpati
kepada si Angui, ia pun menikahkan putrinya yang cantik dengan si Angui.
Setelah mereka menikah, hari-hari yang dijalani si Angui dan istrinya pun
begitu bahagia. Namun ditengah kebahagiaan itu, tak lama kemudian saudagar itu
pun akhirnya meninggal dunia. Seluruh harta kekayaan dari saudagar itu akhirnya
diwariskan kepada si Angui beserta istrinya.Maka terkenallah si Angui sebagai
saudagar yang kaya raya. Karena merasa sudah menjadi orang yang berhasil, maka
teringatlah si Angui dengan pesan ibunya agar cepat pulang menemui ibunya yang
hanya tinggal sendiri dikampung. Niat baik si Angui pun disambut hangat oleh
istrinya yang juga merasa penasaran dengan sosok ibunya si Angui. Sesekali
istrinya si Angui pernah menanyakan ibunya si Angui yang tidak lain adalah
mertuanya.
Di suatu hari si angui bersama istrinya
berlabuh dengan kapalnya kekampung asalnya untuk menemui ibunya. Si Angui dan
istrinya dan juga beserta anak buahnya pergi berlayar menggunakan kapal
besarnya yang megah. Mereka semua menikmati pelayaran.Sesampainya di pelabuhan,
kapal si Angui pun merapat. Si Angui dan istrinya berdiri di anjungan kapal.
Dengan tahi lalat di atas pelupuk mata kanan si Angui, beberapa orang mengenal
lelaki di anjungan kapal itu yang tidak lain adalah si Angui.Lelaki di
pelabuhan itu pun terkejut ia cepat-cepat menemui diang Ingsun dan mengabarkan
kepada diang Ingsun akan berita kedatangan si Angui itu.Mendengar kabar dari
penduduk kampung itu diang Ingsun merasa bahagia. Diang Ingsun dengan
kerentaannya segera menemui si Angui di pelabuhan dengan menggunakan jukung
yang dulu biasa dipakai si Angui dan diang Ingsun untuk mencari ikan di sungai.
Dengan jukung dan ayam jago yang berumur panjang yang di bawanya, diang Ingsun
berharap si Angui akan mudah mengenalinya.
Akhirnya jukung diang Ingsun hampir
berdekatan dengan kapal si Angui. Dari kejauhan diang Ingsun memanggil-manggil
anaknya sambil melambaikan tangannya. Seisi kapal heran melihat seorang nenek
tua dengan pakaian lusuh menggunakan perahu kecil berteriak memanggil si Angui.
Istinya pun bertanya kepada si Angui tentang siapa nenek tua itu, dan apak dia
ibunya si Angui. Si Angui pun menjawab bahwa nenek tua renta dan miskin itu
bukan ibunya. Diang Ingsun terus memanggil-manggil nama si Angui dengan
mengatakan “ angui anakku, ini aku ibu mu.. dan ini ayam jago kesayangan mu
nak.. dan ini jukung yang dulu pernah kita pakai untuk mencari ikan”. si Angui
pun menjawab “hai perempuan tua kau jangan mengada-ada, ibuku tidak
berpenampilan serenta itu, dan kau jangan berdusta, tidak mungkin ayam jagoku
berusia setua itu, dan aku tidak pernah mempunyai jukung kecil seperti itu”.
Si Angui merasa malu jika rahasianya
terbongkar. Istri si Angui pun menjawab “jika benar ibu tua itu adalah ibumu,
tidak mengapa kakanda, adinda bisa menerimanya”. Si Angui berkeras hati dan
mengatakan bahwa itu bukan ibunya. Diang Ingsun dengan sakit hatinya dan
kemudian berdo’a pada yang Maha Kuasa, bahwa jika benar lelaki yang berdiri di
anjungan kapal iti adalah si Angui maka dengan Kuasa-Mu celakakanlah dia karena
sudah berani mendurhakai ibu kandungnya. Baru saja diang Ingsun selasai bedo’a,
tiba-tiba hujan turun dengan derasnya disertai angin kencang dan suara Guntur
yang bergemuruh. Kapal si Angui terombang-ambing oleh gelombang oleh air laut.
Kemudian kapal si Angui terhempas gelombang air laut dan kapal megah itu
terbelah dua, satu bagian berisi si Angui besrta anak buahnya dan hartanya, dan
satu bagian lagi berisi istrinya deserta dayang-dayangnya.
Si angui memanggil-manggil ibunya dan
meminta maaf, seruan si Angui tak dihiraukan diang Ingsun dan dia terus saja
mengayuh jukungnya meninggalkan pelabuhan. Bencana pun tak terelakkan, kapal
yang megah itu tenggelam kedasar laut. Dan ketika air laut surut timbullah
potongan-potongan kapal yang sudah berwujud batu. Potongan kapal yang berisi
istri Angui berubah menjadi gunung batu yang kemudian disebut Gunung Batu Bini,
sedangkan potongan kapal yang berisi Angui setelah menjadi batu disebut Gunung
Batu Laki. Tiang layarnya mencuat dan kemudian tumbuh menjadi pohon yang tinggi
di puncak Gunung Batu Laki. Sementara Diang Ingsun menjelma menjadi burung
elang berwarna hitam yang sering menginap di gunung batu laki. Gunung batu laki
dan gunung batu bini terletak di di Propinsi Kalimantan Selatan. Pegunungan ini
membentang dari arah Selatan di Kabupaten Tanah Laut hingga ke Utara dekat
perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. di sebelah Barat dari
pegunungan meratus terdapat dua buah gunung yang dikenal dengan Gunung Batu
Bini dan Gunung Batu Laki.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment