“Skolong
dan Cue”
Cerita
Rakyat NTT
Di Kampung
Manggarai, di daerah Nusa Tenggara Timur, ada seorang laki-laki tampan yang
bernama Skolong Rebo Todo. Orang-orang di sekitarnya memanggilnya Skolong.
Selain tampan, ia juga anak yang rajin. Setiap hari ia selalu membantu kedua
orang tuanya bekerja di ladang. Bagi masyarakat setempat, para orang tua
memiliki kebiasaan menjodohkan anak-anak mereka dari keluarga terdekat. Begitu
pula yang terjadi dalam keluarga Skolong. Kedua orang tuanya berencana akan
menjodohkannya dengan anak bibinya, meskipun anak bibinya itu masih dalam
kandungan atau belum lahir. Pada suatu hari, Skolong disuruh oleh kedua orang
tuanya untuk tinggal di rumah bibinya yang sedang hamil tua. “Skolong, Anakku!
Pergilah ke rumah bibimu dan tinggallah di sana! Saat ini bibimu sedang hamil
tua. Kelak jika bibimu melahirkan seorang anak perempuan, kamu boleh menikahi
putrinya. Aku dan ibumu bersama bibimu telah sepakat untuk menjodohkan kalian,”
ujar ayah Skolong. Skolong pun menuruti permintaan ayahnya. Setelah berpamitan,
berangkatlah ia ke rumah bibinya. Setibanya di sana, ia pun disambut baik oleh
paman dan bibinya. Sejak kehadirannya di rumah itu, segala pekerjaan paman dan
bibinya menjadi ringan. Skolong sangat rajin membantu bibinya mencari kayu
bakar di hutan dan membantu pamannya bekerja di ladang. Tak heran, jika paman
dan bibinya sangat sayang kepadanya. Bibinya sangat berharap bayi yang ada di
dalam kandungannya adalah anak perempuan, sehingga ia dapat menikahkannya
dengan Skolong. Tak terasa, sudah sebulan lebih Skolong tinggal di rumah
bibinya. Usia kandungan bibinya pun memasuki bulan kesembilan. Skolong berharap
bibinya melahirkan seorang putri yang cantik. Beberapa minggu kemudian, bibinya
pun melahirkan seorang bayi. Namun, bayi yang dilahirkan bukanlah seorang putri
yang cantik, melainkan sebuah cue (ubi hutan yang berbulu), yaitu sejenis
tanaman umbi-umbian yang sering tumbuh liar di tengah hutan. Anehnya, bayi yang
berwujud cue itu bisa menangis layaknya bayi manusia.
Paman dan bibinya
merasa sangat sedih atas nasib yang menimpa bayi mereka. Meski demikian, mereka
tetap menerima Cue sebagai anak. Mereka akan merawat dan membesarkannya dengan
penuh kasih sayang. Lain halnya dengan Skolong, ia sangat kecewa atas kejadian
itu. Kini harapannya untuk memperistri putri bibinya telah pupus. Namun, ia
tidak ingin mengecewakan hati paman dan bibinya. Ia memutuskan untuk membantu
mereka merawat dan membesarkan Cue. Setelah Cue dewasa, barulah ia akan memohon
diri untuk kembali ke rumah orang tuanya. Waktu terus berjalan. Cue pun tumbuh
menjadi besar dan seluruh tubuhnya dipenuhi oleh bulu yang panjang. Meski
demikian, ia dapat berbicara dan berjalan dengan cara menggulingkan tubuhnya.
Kondisi Cue tersebut semakin membuat Skolong tidak mau menikahinya. Pada suatu
hari, Skolong berpamitan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Paman dan bibinya
berusaha untuk mencegahnya. Mereka berharap agar Skolong bersedia menikah
dengan Cue. Namun, Skolong tetap menolak. “Maafkan saya, Paman, Bibi! Saya
belum dapat menerima Cue menjadi istri saya. Saya harus kembali ke rumah orang
tua saya,” ucap Skolong seraya memohon diri. Ketika Skolong akan meninggalkan
halaman rumah bibinya, tiba-tiba Cue menghadangnya. “Kakak! Adik mau ikut
bersama Kakak,” rengek Cue. “Kamu jangan ikut, Adik! Kamu di sini saja menemani
ayah dan ibumu! Mereka sangat menyayangimu,” ujar Skolong. “Tidak, Kakak! Adik
tetap akan ikut bersama Kakak. Adik mencintai Kakak,” kata Cue dengan tegas.
Berkali-kali Skolong membujuknya, dan bahkan mengancam akan membunuhnya, namun
Cue tetap bersikeras ingin ikut bersamanya. Lama-kelamaan, Skolong pun semakin
kesal. "Hai, makhluk aneh! Ibuku tidak suka padamu karena kamu sebuah cue.
Bentuk badanmu jelek sekali, tidak berkaki dan tidak bertangan. Bagaimana kamu
bisa membantu ibuku? Lagi pula, badanmu kotor dan penuh dengan bulu,"
hardik Skolong. Usai menghardik Cue, Skolong pun melanjutkan perjalanannya
menuju ke rumah orang tuanya. Cue pun membuntutinya. Di tengah perjalanan, Cue
terkadang mendahuluinya tanpa sepengetahuannya. Ia mengira Cue masih berada di
belakangnya. Ketika akan melewati sebuah kampung, Skolong bertemu dengan sebuah
rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Rombongan tersebut
dipimpin oleh seorang gadis yang cantik jelita, yang tak lain adalah Cue yang
menjelma menjadi manusia, namun Skolong tidak mengetahui hal itu. Ia
memerintahkan ketua rombongan itu agar membunuh sebuah cue yang sedang
mengikutinya. “Wahai, Tuan-tuan! Ada sebuah cue besar yang mengikuti saya. Jika
Tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang!” pinta
Skolong kepada rombongan tersebut.
Pemimpin
rombongan itu hanya tersenyum sambil meliriknya. Begitu rombongan tersebut
berlalu, tiba-tiba Skolong mendengar seorang gadis sedang menegurnya. “Wahai,
Skolong yang tampan! Di antara rombongan itu, ada seorang gadis cantik
melirikmu. Ia begitu mencintamu dan sangat merindukan belaianmu,” demikian
suara gadis itu. Skolong tersentak kaget mendengar suara itu. Ia pun
menghentikan langkahnya, lalu terdiam sejenak. Ia mengira suara itu adalah
suara si Cue. Namun, ketika menoleh ke belakang, ia tidak melihat Cue.
Akhirnya, ia pun melanjutkan perjalanannya. Tak berapa lama kemudian, Cue pun
kembali muncul dan berguling di belakangnya. Skolong pun tetap membiarkan
makhluk aneh itu membuntutinya. Ketika Skolong tiba di kampungnya, kedua orang
tua dan para warga menyambutnya dengan meriah. Mereka mengira Skolong datang
bersama istrinya. Namun, mereka tidak melihat seorang wanita berjalan dengan
Skolong. Mereka hanya melihat sebuah cue yang berguling-guling mengikutinya.
“Hai, Skolong! Benda apa yang sedang mengikutimu itu?” tanya ayah Skolong.
Skolong pun menceritakan semua siapa sebenarnya si Cue kepada kedua orang
tuanya dan seluruh penduduk. Mendengar cerita itu, kedua orang tua Skolong pun
mengerti bahwa Cue adalah kemenakan mereka. Mereka turut bersedih atas kejadian
yang menimpa Cue yang dilahirkan dalam kondisi demikian. Mereka pun memutuskan
menerima kehadiran Cue di rumah itu dengan senang hati. Sejak itu, Cue tinggal
di rumah orang tua Skolong. Pada suatu hari, di kampung itu diadakan pesta
wagal, yaitu sebuah pesta adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai.
Pesta itu akan dilangsungkan selama dua hari. Dalam pesta itu diadakan pula
perlombaan caci, sebuah permainan khas orang Manggarai yang pesertanya terdiri
kaum laki-laki. Perlombaan tersebut biasanya diiringi oleh pukulan gendang oleh
kaum ibu-ibu, serta tarian khas Manggarai oleh para gadis. Mengetahui adanya
pesta wagal dan perlombaan caci itu, Cue pun segera menyiapkan rombongannya. Ia
bersama rombongannya pergi ke sebuah pancuran air, tempat para penduduk
mengambil air. Di pancuran air itu, Cue menanggalkan dan menyembunyikan
kulitnya di bawah batu lempeng. Seketika itu pula, ia pun berubah menjelma
menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kemudian ia bersama rombongannya yang
juga telah berubah menjadi manusia segera menuju ke tempat pesta itu
berlangsung. Setibanya mereka di sana, para warga yang hadir, termasuk Skolong,
sangat heran melihat kedatangan mereka. “Hei, sepertinya aku mengenal mereka.
Bukankah mereka yang bertemu denganku beberapa hari yang lalu?” gumam Skolong
tersentak kaget. Setelah mengamati pemimpin rombongan itu, maka Skolong pun
semakin yakin bahwa ia pernah bertemu dengan mereka di tengah jalan. Ia
mengenal wajah gadis cantik yang memimpin rombongan itu.
Setelah
mempertunjukkan tariannya, rombongan tersebut segera meninggalkan pesta.
Skolong dan beberapa warga lainnya berusaha mengikuti rombongan tersebut, namun
mereka kehilangan jejak. Rombongan tersebut tiba-tiba menghilang tanpa
meninggalkan jejak sedikit pun. Pada malam harinya, Skolong bermimpi didatangi
seorang kakek. Kakek itu berpesan kepadanya agar pergi ke pancuran air untuk
mengambil kulit cue yang disimpan di bawah batu lempeng. Keesokan harinya, saat
rombongan Cue sedang berada di tempat pesta, Skolong segera mengambil kulit cue
itu lalu membawanya ke tempat pesta gawal. Saat ia tiba di pesta itu, Cue yang
telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan gemulai. Tanpa
berpikir panjang, Skolong segera meletakkan kulit cue itu di atas api. Seketika
itu pula, Cue yang sedang asyik menari tiba-tiba pingsan. Skolong pun segera
menolongnya dengan mencelupkan kulit cue yang terkena asap api, lalu
membalutkan di kepala Cue. Beberapa saat kemudian, gadis itu pun sadar. Betapa
senang hati gadis itu saat ia menyadari dirinya berada di pangkuan Skolong yang
sangat dicintainya. “Siapa sebenarnya kamu ini, hai gadis cantik?” tanya
Skolong. “Maaf, Kakak! Saya adalah Cue anak bibimu,” jawab Cue dengan nada
pelan. Betapa terkejutnya Skolong mendengar jawaban itu. Ia baru menyadari
bahwa cue yang dilahirkan bibinya beberapa tahun yang lalu ternyata seorang
gadis cantik. Dengan perasaan malu, ia pun segera meminta maaf kepada Cue. Ia
sangat menyesal, karena telah menghina dan mempelakukannya dengan kasar. Namun,
Cue adalah seorang gadis pemaaf dan tidak pendendam. Ia pun memaafkan semua
kesalahan Skolong. Akhirnya, mereka pun menikah dan hidup bahagia.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment