Monday, 30 November 2015

Cerita Rakyat NTT

“Skolong dan Cue”
Cerita Rakyat NTT


Di Kampung Manggarai, di daerah Nusa Tenggara Timur, ada seorang laki-laki tampan yang bernama Skolong Rebo Todo. Orang-orang di sekitarnya memanggilnya Skolong. Selain tampan, ia juga anak yang rajin. Setiap hari ia selalu membantu kedua orang tuanya bekerja di ladang. Bagi masyarakat setempat, para orang tua memiliki kebiasaan menjodohkan anak-anak mereka dari keluarga terdekat. Begitu pula yang terjadi dalam keluarga Skolong. Kedua orang tuanya berencana akan menjodohkannya dengan anak bibinya, meskipun anak bibinya itu masih dalam kandungan atau belum lahir. Pada suatu hari, Skolong disuruh oleh kedua orang tuanya untuk tinggal di rumah bibinya yang sedang hamil tua. “Skolong, Anakku! Pergilah ke rumah bibimu dan tinggallah di sana! Saat ini bibimu sedang hamil tua. Kelak jika bibimu melahirkan seorang anak perempuan, kamu boleh menikahi putrinya. Aku dan ibumu bersama bibimu telah sepakat untuk menjodohkan kalian,” ujar ayah Skolong. Skolong pun menuruti permintaan ayahnya. Setelah berpamitan, berangkatlah ia ke rumah bibinya. Setibanya di sana, ia pun disambut baik oleh paman dan bibinya. Sejak kehadirannya di rumah itu, segala pekerjaan paman dan bibinya menjadi ringan. Skolong sangat rajin membantu bibinya mencari kayu bakar di hutan dan membantu pamannya bekerja di ladang. Tak heran, jika paman dan bibinya sangat sayang kepadanya. Bibinya sangat berharap bayi yang ada di dalam kandungannya adalah anak perempuan, sehingga ia dapat menikahkannya dengan Skolong. Tak terasa, sudah sebulan lebih Skolong tinggal di rumah bibinya. Usia kandungan bibinya pun memasuki bulan kesembilan. Skolong berharap bibinya melahirkan seorang putri yang cantik. Beberapa minggu kemudian, bibinya pun melahirkan seorang bayi. Namun, bayi yang dilahirkan bukanlah seorang putri yang cantik, melainkan sebuah cue (ubi hutan yang berbulu), yaitu sejenis tanaman umbi-umbian yang sering tumbuh liar di tengah hutan. Anehnya, bayi yang berwujud cue itu bisa menangis layaknya bayi manusia.
Paman dan bibinya merasa sangat sedih atas nasib yang menimpa bayi mereka. Meski demikian, mereka tetap menerima Cue sebagai anak. Mereka akan merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Lain halnya dengan Skolong, ia sangat kecewa atas kejadian itu. Kini harapannya untuk memperistri putri bibinya telah pupus. Namun, ia tidak ingin mengecewakan hati paman dan bibinya. Ia memutuskan untuk membantu mereka merawat dan membesarkan Cue. Setelah Cue dewasa, barulah ia akan memohon diri untuk kembali ke rumah orang tuanya. Waktu terus berjalan. Cue pun tumbuh menjadi besar dan seluruh tubuhnya dipenuhi oleh bulu yang panjang. Meski demikian, ia dapat berbicara dan berjalan dengan cara menggulingkan tubuhnya. Kondisi Cue tersebut semakin membuat Skolong tidak mau menikahinya. Pada suatu hari, Skolong berpamitan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Paman dan bibinya berusaha untuk mencegahnya. Mereka berharap agar Skolong bersedia menikah dengan Cue. Namun, Skolong tetap menolak. “Maafkan saya, Paman, Bibi! Saya belum dapat menerima Cue menjadi istri saya. Saya harus kembali ke rumah orang tua saya,” ucap Skolong seraya memohon diri. Ketika Skolong akan meninggalkan halaman rumah bibinya, tiba-tiba Cue menghadangnya. “Kakak! Adik mau ikut bersama Kakak,” rengek Cue. “Kamu jangan ikut, Adik! Kamu di sini saja menemani ayah dan ibumu! Mereka sangat menyayangimu,” ujar Skolong. “Tidak, Kakak! Adik tetap akan ikut bersama Kakak. Adik mencintai Kakak,” kata Cue dengan tegas. Berkali-kali Skolong membujuknya, dan bahkan mengancam akan membunuhnya, namun Cue tetap bersikeras ingin ikut bersamanya. Lama-kelamaan, Skolong pun semakin kesal. "Hai, makhluk aneh! Ibuku tidak suka padamu karena kamu sebuah cue. Bentuk badanmu jelek sekali, tidak berkaki dan tidak bertangan. Bagaimana kamu bisa membantu ibuku? Lagi pula, badanmu kotor dan penuh dengan bulu," hardik Skolong. Usai menghardik Cue, Skolong pun melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah orang tuanya. Cue pun membuntutinya. Di tengah perjalanan, Cue terkadang mendahuluinya tanpa sepengetahuannya. Ia mengira Cue masih berada di belakangnya. Ketika akan melewati sebuah kampung, Skolong bertemu dengan sebuah rombongan manusia yang berjalan dari arah berlawanan. Rombongan tersebut dipimpin oleh seorang gadis yang cantik jelita, yang tak lain adalah Cue yang menjelma menjadi manusia, namun Skolong tidak mengetahui hal itu. Ia memerintahkan ketua rombongan itu agar membunuh sebuah cue yang sedang mengikutinya. “Wahai, Tuan-tuan! Ada sebuah cue besar yang mengikuti saya. Jika Tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang!” pinta Skolong kepada rombongan tersebut.
Pemimpin rombongan itu hanya tersenyum sambil meliriknya. Begitu rombongan tersebut berlalu, tiba-tiba Skolong mendengar seorang gadis sedang menegurnya. “Wahai, Skolong yang tampan! Di antara rombongan itu, ada seorang gadis cantik melirikmu. Ia begitu mencintamu dan sangat merindukan belaianmu,” demikian suara gadis itu. Skolong tersentak kaget mendengar suara itu. Ia pun menghentikan langkahnya, lalu terdiam sejenak. Ia mengira suara itu adalah suara si Cue. Namun, ketika menoleh ke belakang, ia tidak melihat Cue. Akhirnya, ia pun melanjutkan perjalanannya. Tak berapa lama kemudian, Cue pun kembali muncul dan berguling di belakangnya. Skolong pun tetap membiarkan makhluk aneh itu membuntutinya. Ketika Skolong tiba di kampungnya, kedua orang tua dan para warga menyambutnya dengan meriah. Mereka mengira Skolong datang bersama istrinya. Namun, mereka tidak melihat seorang wanita berjalan dengan Skolong. Mereka hanya melihat sebuah cue yang berguling-guling mengikutinya. “Hai, Skolong! Benda apa yang sedang mengikutimu itu?” tanya ayah Skolong. Skolong pun menceritakan semua siapa sebenarnya si Cue kepada kedua orang tuanya dan seluruh penduduk. Mendengar cerita itu, kedua orang tua Skolong pun mengerti bahwa Cue adalah kemenakan mereka. Mereka turut bersedih atas kejadian yang menimpa Cue yang dilahirkan dalam kondisi demikian. Mereka pun memutuskan menerima kehadiran Cue di rumah itu dengan senang hati. Sejak itu, Cue tinggal di rumah orang tua Skolong. Pada suatu hari, di kampung itu diadakan pesta wagal, yaitu sebuah pesta adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai. Pesta itu akan dilangsungkan selama dua hari. Dalam pesta itu diadakan pula perlombaan caci, sebuah permainan khas orang Manggarai yang pesertanya terdiri kaum laki-laki. Perlombaan tersebut biasanya diiringi oleh pukulan gendang oleh kaum ibu-ibu, serta tarian khas Manggarai oleh para gadis. Mengetahui adanya pesta wagal dan perlombaan caci itu, Cue pun segera menyiapkan rombongannya. Ia bersama rombongannya pergi ke sebuah pancuran air, tempat para penduduk mengambil air. Di pancuran air itu, Cue menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng. Seketika itu pula, ia pun berubah menjelma menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kemudian ia bersama rombongannya yang juga telah berubah menjadi manusia segera menuju ke tempat pesta itu berlangsung. Setibanya mereka di sana, para warga yang hadir, termasuk Skolong, sangat heran melihat kedatangan mereka. “Hei, sepertinya aku mengenal mereka. Bukankah mereka yang bertemu denganku beberapa hari yang lalu?” gumam Skolong tersentak kaget. Setelah mengamati pemimpin rombongan itu, maka Skolong pun semakin yakin bahwa ia pernah bertemu dengan mereka di tengah jalan. Ia mengenal wajah gadis cantik yang memimpin rombongan itu.
Setelah mempertunjukkan tariannya, rombongan tersebut segera meninggalkan pesta. Skolong dan beberapa warga lainnya berusaha mengikuti rombongan tersebut, namun mereka kehilangan jejak. Rombongan tersebut tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Pada malam harinya, Skolong bermimpi didatangi seorang kakek. Kakek itu berpesan kepadanya agar pergi ke pancuran air untuk mengambil kulit cue yang disimpan di bawah batu lempeng. Keesokan harinya, saat rombongan Cue sedang berada di tempat pesta, Skolong segera mengambil kulit cue itu lalu membawanya ke tempat pesta gawal. Saat ia tiba di pesta itu, Cue yang telah berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan gemulai. Tanpa berpikir panjang, Skolong segera meletakkan kulit cue itu di atas api. Seketika itu pula, Cue yang sedang asyik menari tiba-tiba pingsan. Skolong pun segera menolongnya dengan mencelupkan kulit cue yang terkena asap api, lalu membalutkan di kepala Cue. Beberapa saat kemudian, gadis itu pun sadar. Betapa senang hati gadis itu saat ia menyadari dirinya berada di pangkuan Skolong yang sangat dicintainya. “Siapa sebenarnya kamu ini, hai gadis cantik?” tanya Skolong. “Maaf, Kakak! Saya adalah Cue anak bibimu,” jawab Cue dengan nada pelan. Betapa terkejutnya Skolong mendengar jawaban itu. Ia baru menyadari bahwa cue yang dilahirkan bibinya beberapa tahun yang lalu ternyata seorang gadis cantik. Dengan perasaan malu, ia pun segera meminta maaf kepada Cue. Ia sangat menyesal, karena telah menghina dan mempelakukannya dengan kasar. Namun, Cue adalah seorang gadis pemaaf dan tidak pendendam. Ia pun memaafkan semua kesalahan Skolong. Akhirnya, mereka pun menikah dan hidup bahagia.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”






No comments:

Post a Comment