“Legenda
Prasasti Munjul”
Cerita
Rakyat Banten
Dahulu,
perairan Ujung Kulon
di sekitar Selat
Sunda dikuasai oleh para bajak laut yang menjadi ancaman bagi para nelayan
di daerah itu.Kaum
perompak itu sering merampas ikan
hasil tangkapan para
nelayan.Pada masa
pemerintahan Raja Purnawarman,
terdapat suatu gerombolan bajak
laut yang beranggotakan
80 orang. Kelompok bajak
laut yang sering
beraksi di perairan wilayah Kerajaan Tarumanegara itu
dipimpin oleh seorang yang sakti, ia bisa berubah wujud sesuai kehendaknya.Pada
suatu hari, gerombolan bajak laut itu sedang merampok perahu yang ditumpangi
oleh tiga orang nelayan.Namun, baru saja para perompak itu memindahkan ikan
hasil rampasan ke kapal mereka, tibatiba dari kejauhan terlihat sebuah kapal
besar berbendera naga sedang menuju ke
arah mereka.Kapal besar itu ternyata adalah kapal milik Kerajaan Tarumanegara.
Pemimpin bajak laut justru merasa senang karena
akan memperoleh harta
rampasan yang banyak.
Tanpa
membuang waktu lagi,
ia segera memerintahkan anak
buahnya untuk menyerang kapal kerajaan itu. Terjadilah pertempuran
sengit antara pasukan
kerajaan yang ada
di dalam kapal
dengan bajak laut.Pasukan kerajaan
dipimpin oleh seorang
menteri dengan dibantu
oleh seorang laksamana.Dalam pertempuran itu, kubu bajak
laut ternyata lebih kuat daripada pasukan kerajaan. Menteri, laksamana, dan sejumlah
awak kapal kerajaan tewas, dan mayat-mayat mereka dilemparkan ke tengah laut.
Semua harta benda yang ada di kapal pun dikuras habis oleh para begundal
itu.Seminggu berselang, terlihat
dua nelayan sedang
memancing di laut.Mereka
adalah Wamana dan Bhimaparakrama atau
Bhima.Ketika sedang asyik
memancing, tiba-tiba Bhima
melihat mayat yang mengapung di atas air. “Hai lihat, ada
orang hanyut!” seru Bhima yang segera menghampiri sesosok tubuh yang
tertelungkup di atas sebuah tameng kayu itu.Ternyata orang itu masih hidup,
hanya saja tubuhnya penuh dengan luka yang
amat parah.
Kedua
nelayan itu pun
segera membawa tubuh
orang malang tersebut
ke pantai untuk diberi
pertolongan. “Hai, sepertinya dia prajurit kerajaan,” kata Wamana saat melihat
pakaian yang dikenakan orang itu.“Kamu benar,” sahut Bhima. Setelah siuman,
prajurit itu pun menceritakan peristiwa
yang telah dialaminya
mengenai kejadian perompakan
seminggu yang lalu.Setelah mendengar cerita itu, Wamana dan Bhima segera
mengantar prajurit itu ke istana untuk melapor kepada Raja
Purnawarmana.“Betul-betul kejam dan biadab para bajak laut itu!” kata Raja
Purnawarman geram begitu mendengar laporan tersebut. “Dengan ini, aku menyatakan perang terhadap gerombolan
bajak laut itu!” ucap sang Raja. Keesokan
harinya, puluhan kapal
perang kerajaan bertolak
meninggalkan pelabuhan dan
dipimpin langsung oleh Raja
Purnawarman yang didampingi
oleh Panglima Cakrawarman,
Senopati Arwa jala, serta Nagawarman.Wamana dan
Bhima pun ikut
serta dalam rombongan
itu.Setelah berlayar selama beberapa hari, pada suatu malam armada
kerajaan tiba di perairan Ujung Kulon.
Dalam kegelapan yang mencekam, tampak
dua titik cahaya kecil di tengah lautan.“Hai,
lihat cahaya itu!Aku
yakin itu adalah penerangan kapal bajak
laut,” kata Panglima
Cakrawarman kepada Senopati Arwajala. Bergegas mereka melaporkan hal ini
kepada sang Raja.Raja Purnawarman kemudian
segera memerintahkan seluruh
pasukannya untuk bersiap-siap menyerang.Puluhan kapal
perang perlahan-lahan mendekati
kapal milik bajak
laut itu dan
lalu mengepungnya.Sementara
itu, gerombolan bajak
laut yang berada
di dalam kapal
itu tidak menyadari
kehadiran pasukan kerajaan.Rupanya, mereka sudah terlelap, kecuali tiga
orang yang terlihat masih terjaga.Itu pun mereka sedang asyik bermain judi di
bawah penerangan lampu damar.Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara-suara desingan
yang begitu ramai.Ketika
mereka hendak beranjak,
ratusan mata tombak menyerbu ke kapal mereka. “Kapal kita
diserang... Kapal kita diserang!” seru ketiga bajak laut itu panik. Pemimpin
bajak laut dan anak-anak buahnya yang lain terbangun dari tidur mereka. Salah
seorang dari mereka bertindak cepat
dengan melompat ke
jendela untuk mencari
tahu apa yang
sedang terjadi.
Alangkah terkejut ia saat melihat
puluhan kapal milik kerajaan telah mengepung kapal mereka.“Kapal kita
dikepung!Kapal kita dikepung!” teriaknya. Belum sempat mereka menyiapkan
senjata, tiba-tiba terdengar bunyi terompet yang menggema. “Nguuunngggg..!!!
Nguuunngggg..!!! Nguuunngggg..!!!”Begitu
terompet itu selesai
berbunyi tiga kali,
ratusan tombak dan
anak panah meluncur
ke kapal gerombolan bajak
laut.Bersamaan dengan itu, suara-suara kayu hancur dan pekikan orang-orang yang
terkena tombak dan
anak panah pun
terdengar.Tidak ada perlawanan
yang berarti dari
para bajak laut. Akhirnya, mereka
pun dapat ditaklukkan
sebelum pagi menjelang.
Dari 80 anggota
bajak laut tersebut, 27 orang di
antaranya tewas, sedangkan sisanya menjadi tawanan kerajaan. Setelah suasana
tenang, Wamana bersama Bhima dan beberapa prajurit lain segera naik kapal bajak
laut untuk mencari sisa-sisa
gerombolan yang mungkin
masih bersembunyi, namun
tidak seorangpun ditemukan.
Ketika Wamana hendak turun dari kapal bajak laut, tiba-tiba terdengar suara
yang mencurigakan. Cepatcepatlah ia kembali
masuk ke kapal.
Ternyata
dugaannya benar.Ia menemukan
seorang pria yang berseragam prajurit kerajaan yang baunya
amis sekali. Ketika Wamana menanyainya, prajurit itu justru melompat ke
laut.Setelah kejadian itu, Wamana ke kapal untuk bergabung bersama pasukan
kerajaan.Sementara itu, Raja Purnawarman dan para panglimanya sedang menanyai
satu persatu para tawanan mengenai siapa pemimpin
mereka.Setelah ditanya, tak
seorang dari mereka
yang mengetahuinya karena pemimpin
mereka selalu berubah
wujud. Namun, salah
seorang dari tawanan
itu memberitahukan mengenari ciri-ciri
pemimpin mereka yaitu
berbau amis dan
berpenyakit asma. Wamana yang
mendengar keterangan tersebut curiga terhadap prajurit yang melompat ke laut
tadi dan menceritakannya kepada Raja.Setelah
mendengar keterangan itu,
rombongan sang Raja
segera bertolak menuju
Pantai Teluk Lada.
Selanjutnya mereka
menyusuri aliran Sungai
Cidangiang hingga masuk ke daerah
pedalaman.Setiba di sebuah kampung di
tepi sungai yang
kini bernama Desa
Lebak, mereka disambut
meriah oleh tetua kampung
dan para warga.
Untuk merayakan keberhasilan
para pasukan kerajaan
dalam menumpas gerombolan bajak
laut, pihak kerajaan dan penduduk kampung akan mengabadikan peristiwa tersebut.
Para prajurit serta
penduduk setempat segera
mempersiapkan segala sesuatunya.Kaum laki-laki
sibuk menyiapkan puluhan kerbau
untuk disembelih.Sedangkan kaum
perempuan bertugas memasak makanan. Saat tiba
waktu makan siang,
kaum perempuan terlihat
sibuk mengantarkan makanan
untuk para pekerja yang sedang
beristirahat.Wamana dan Bhima terlihat berbaur dengan para pekerja lainnya yang
duduk di dekat tangga pondok tetua kampung.Sang Raja bersama para panglimanya
sedang beristirahat di dalam pondok itu. Tidak berapa lama, terlihat barisan
wanita hendak mengantarkan makanan untuk sang
Raja.
Di
antara mereka, tampak
seorang gadis cantik
berjalan di barisan
paling belakang sedang membawa dua buah kendi air
minum.Ketika gadis itu
melewati tangga pondok
itu, Wamana tersentak
kaget. Sejenak ia
terdiam sambil
mengembang-kempiskan hidungnya. Indra
penciumannya merasakan bau
amis persis yang
pernah dikenalnya. Tanpa berpikir panjang, ia cepat-cepat berlari masuk
ke dalam pondok dengan melompati beberapa anak tangga untuk menyusul gadis itu.
Saat tiba di
dalam pondok, Wamana
langsung melompat dan merangkul
si gadis yang
baru saja meletakkan kendi di
hadapan sang Prabu. Tubuh wanita itu pun terdorong dan terjerembab ke depan
karena tertindih oleh tubuh Wamana. “Huh, kena kamu sekarang!” seru Wamana
sambil menekan kepala gadis itu. Setelah
itu, Wamana segera
menendang kendi air
yang dibawa gadis
tadi hingga terpental
dan pecah. Semua terheran-heran melihat sikap Wamana, termasuk
Bhima.“Hai, Wamana! Apa yang kamu lakukan terhadap gadis itu? Hentikan
leluconmu itu!” seru Bhima.Dengan nafas
tersengau-sengau, Wamana menjelaskan
bahwa kendi itu
berisi air minum
yang telah dicampur racun.Ia juga
mengatakan bahwa gadis itu berbau amis.“Masih
ingatkah kalian keterangan para
tawanan tadi? Bukankah
ciri-ciri pemimpin bajak
laut berbau amis dan dapat
berubah wujud?” kata Wamana.
Mendengar penjelasan
tersebut, sang Raja
langsung memerintahkan panglimanya
untuk meringkus gadis jelmaan
pemimpin bajak laut
itu. Ketika hendak
diringkus, tiba-tiba gadis
itu berubah wujud menjadi
pria bertubuh besar.Ia
murka dan meronta-ronta
sehingga Wamana yang
berada di atas punggungnya pun terpental ke
belakang. Secepat kilat Bhima maju dan
mencekik leher pemimpin bajak laut
itu lalu mengangkatnya
ke atas hingga
matanya melotot dan
wajahnya memerah.Cekikan Bhima amat
kuat membuat tubuh
pemimpin perampok itu
menjadi lemas.Bhima pun
segera melepaskan cekikannya
hingga tubuh pria itu terjatuh dengan lunglai ke lantai.“Prajurit, cepat ringkus
dia!” seru Bhima.Setelah itu, sang
Raja memerintahkan para
prajuritnya agar pemimpin
gerombolan itu dihukum
mati lalu dibuang ke
laut.
Dengan tewasnya
pemimpin gerombolan itu,
maka sempurnalah penumpasan gerombolan bajak
laut oleh pasukan
kerajaan.Untuk mengabadikan peristiwa
ini, pasukan kerajaan bersama penduduk
Lebak membangun prasasti
di tepi Sungai
Cidangiang.Prasasti itu ditulis
langsung oleh Raja Purnawarman dengan menggunakan aksara Pallawa dan
berbahasa Sansekerta. Bunyi prasasti itu
antara lain seperti berikut:
“Vikrantayam
vanipateh, Prabbhuh
satyaparakramah,Narendraddhvajabutena crimatah, Purnnavarmmanah”Hingga saat
ini, prasasti tersebut
masih dapat kita
temukan di tepi
Sungai Cidangiang, Desa
Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
Oleh masyarakat setempat,
prasasti tersebut dinamakan Prasasti Munjul.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment