“Burung
Bayan dan Si Penggetah”
Cerita
Rakyat Riau
“Niat hati nak
getah bayan, sudah tergetah burung serindit,” artinya, hasil yang diperoleh
jauh dari yang diharapkan. Dalam pepatah ini, burung bayan digambarkan memiliki
keistimewaan dari jenis burung lainnya. Burung bayan (eclectus roratus) adalah
salah satu jenis burung paruh-bengkok berukuran sedang, dengan panjang sekitar
43 cm. Keistimewaan yang dimiliki burung ini adalah bulunya sangat indah,
suaranya sangat merdu, dan pandai berbicara. Selain itu, burung ini juga memiliki
keistimewaan yang jauh lebih bernilai dibandingkan dengan keistimewaan lainnya
seperti yang disebutkan di atas. Konon, di daerah Riau, Indonesia, ada seekor
burung bayan yang sangat cerdik dan sakti, kotorannya bisa berubah menjadi
emas. Burung bayan itu adalah milik seorang laki-laki miskin, yang akrab di
panggil si Penggetah. Karena kesaktiannya, maka Raja Helat yang sedang
memerintah saat itu berkinginan untuk memiliki burung bayan yang sakti itu.
Berhasilkah Raja Helat memiliki burung bayan itu? Bersediakah burung bayan itu
dibawa oleh sang Raja ke istana? Lalu, bagaimana nasib si Penggetah? Untuk
mengetahui jawabannya, ikuti kisahnya dalam Burung Bayan dan Si Penggetah.
Alkisah, di
pinggir hutan belantara, terdapatlah sebuah rumah yang dihuni oleh keluarga
miskin. Karena kerja si Miskin setiap hari adalah menggetah burung, maka
penduduk sekitar memanggilnya si Penggetah. Burung-burung hasil getahannya
tersebut ia jual di kampung tetangga, tak jauh dari rumahnya. Karena si
Penggetah mengetahui Burung Bayan memiliki bulu dan suara yang indah dan pandai
berbicara, maka ia berkeinginan untuk menggetah Burung Bayan. Suatu hari,
setelah si Miskin mempersiapkan segala keperluan untuk menggetah, berangkatlah
ia ke dalam hutan belantara. Tak lama kemudian, ia pun menemukan sebuah pohon
yang menurutnya sangat strategis untuk memasang getah. Setelah memasang getah
di ranting kering pada pohon itu, ia kemudian menunggu di bawah pohon. Sambil
berharap burung Bayan yang diidamkannya terkena getah, ia mengucapkan janji
dalam hati, “Jika aku berhasil mendapatkan Burung Bayan, maka aku akan
memberinya sangkar emas.” Benarlah, ketika siang menjelang, burung Bayan
terperangkap pada getah yang telah dilekatkan si Penggetah di ranting pohon.
Burung itu dibersihkan si Penggetah dengan minyak, hingga bulunya nampak indah
mengkilat. Lalu diambilnya sangkar kayu yang telah disiapkannya. Sambil
memasukkan burung itu ke dalam sangkar, si Penggetah berkata, “Burung Bayan,
sebenarnya aku berjanji apabila berhasil mendapatkanmu, akan aku beri sangkar
emas. Tapi, tahulah kau, jangankan emas, uang pun aku tak punya, karena aku
sangat miskin,” kata si Penggetah dengan nada iba.
Tiba-tiba burung
Bayan itu menjawab, “Kalau kau memang menginginkan emas, tampunglah kotoranku.
Kotoran itu nantinya akan menjadi emas.” Mendengar jawaban Burung Bayan, si
Penggentah tersentak kaget. “Ah, yang benar saja, Bayan! Kalau begitu, aku akan
mengumpulkan semua kotoranmu,” sahut si Penggetah dengan semangatnya. Setelah
beberapa hari si Penggetah mengumpulkan kotoran, maka berubahlah kotoran itu
menjadi butiran emas. Si Penggetah lalu menjual emas itu dan membelikan sangkar
emas untuk si Bayan. Kesaktian Burung Bayan itu terdengar oleh seluruh penduduk
negeri. Hingga suatu hari, kabar itu sampai ke telinga Raja Helat, seorang raja
yang tamak. Maka diperintahnyalah seorang utusan istana bernama Bujang Selamat
untuk pergi ke rumah si Penggetah. Alangkah terkejutnya si Penggetah melihat
utusan istana datang ke gubuk reyotnya. “Waduh, gawat! Ada apa utusan istana
datang ke sini. Jangan-jangan si Bayan mau dibawa ke istana,” gumam si
Penggetah dengan cemasnya. Melihat raut wajah si Penggetah yang pucat, Bujang
Selamat kemudian menenangkan hati si Penggetah dan berkata, “Janganlah engkau
takut, Penggetah, aku datang hanya untuk menyampaikan titah raja.” Dengan
hati-hati, si Penggetah bertanya, “Titah apa yang hendak tuan sampaikan
kepadaku?” Bujang Selamat kemudian menjelaskan maksud kedatangannya, “Baginda
Raja tahu engkau memiliki burung yang pandai bicara dan kotorannya bisa menjadi
emas. Untuk itulah aku ke sini, karena Baginda Raja ingin memilikinya.”
Mendengar penjelasan Bujang Selamat, si Penggetah menjadi bingung. Belum sempat
dia menjawab, Bujang Selamat berkata lagi, ”kau jangan khawatir, karena kami akan
menggantinya dengan uang atau barang yang kau inginkan. Tapi kalau kau
menolaknya, maka kami akan mengambilnya dengan paksa,” lanjut Bujang Selamat.
Si Penggentah hanya diam mendengar penjelasan Bujang Selamat. Dia berpikir
bagaimana cara yang baik untuk menolak, karena si Penggetah tahu benar sifat
Raja Helat yang terkenal kejam itu. Maka dengan hati-hati, dia berkata kepada
Bujang Selamat, “Begini saja Bujang Selamat, supaya adil, bagaimana kalau kita
tanyakan kepada si Bayan, apakah dia mau dibawa ke istana Raja Helat?” bujuk si
Penggetah.
Setelah menimbang-nimbang, Bujang
Selamat setuju dengan tawaran si Penggetah. Lalu ditanyalah si Bayan: “Hai
Bayan, engkau telah mendengar sendiri pembicaraan kami, maka maukah engkau
dibawa ke istana Raja Helat?” tanya si Penggetah. Burung Bayan melihat kepada
Bujang Selamat, lalu dengan tegas menjawab: “Hai Bujang Selamat, aku mau
bertuankan Raja Helat asalkan dia mau memenuhi syaratku,” kata si Bayan. “Apa
syaratnya?” tanya Bujang Selamat. “Syaratnya, sebelum Raja menjadi tuanku, maka
Raja Helat harus mendengarkan ceritaku. Sebelum ceritaku selesai, aku tidak
boleh berpindah tuan,”
tegas Si Bayan.
Syarat yang
diberikan si Bayan tidaklah sulit. Tanpa berpikir panjang Bujang Selamat pun
setuju. “Kalau begitu, baiklah,” kata Bujang Selamat. Setelah sepakat, mereka
pun membawa si Bayan ke istana. Sesampainya di istana, si Bayan mulai bercerita
di hadapan Raja Helat dan keluarga istana. Cerita-cerita yang dirangkainya
sangat menarik, sehingga Raja Helat terpesona dan selalu meminta Si Bayan terus
bercerita. Karena Si Bayan ini adalah burung yang cerdik, maka untuk setiap
cerita yang diminta raja, ia selalu meminta syaratnya dipenuhi. Selain itu, si
Bayan juga mengajukan permintaan kepada Raja Helat. Untuk setiap cerita yang
diberikannya, Raja harus mengganti dengan segantang (setara dengan 4 kg) emas
murni serta makanan dan minuman. Raja Helat pun tidak keberatan, semua yang
diminta Si Bayan selalu dipenuhi saat itu juga. Si Bayan lalu memberikan emas,
makanan, dan minuman tersebut kepada Si Penggetah. Si Bayan yang cerdik itu
selalu membuat cerita yang dituturkannya panjang dan bersambung, maka tanpa
terasa sudah berminggu-minggu ia bercerita di hadapan Raja Helat, keluarga
istana, dan rakyat negeri. Emas, makanan, dan minuman yang diterima si
Penggetah pun semakin banyak. Sebagian dia simpan, dan sebagian lainnya ia
bagikan kepada rakyat yang miskin. Begitulah seterusnya setiap hari, sampai
gudang kerajaan tempat menyimpan emas, makanan, dan minuman menjadi kosong.
Sekarang, raja yang kejam itu sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Akibatnya,
rakyat sudah tidak percaya lagi kepadanya. Kekayaan yang seharusnya dibagikan
kepada rakyatnya yang miskin, tak pernah dilakukannya. Selama ini Raja Helat
menimbun kekayaan untuk dinikmati sendiri bersama keluarganya. Akhirnya Raja
Helat berhasil ditumbangkan dan diturunkan tahtanya oleh si Burung Bayan, si
Penggetah, dan rakyat negeri. Si Penggetah kemudian diangkat oleh seluruh
rakyat sebagai Raja, sedangkan si Bayan diangkat menjadi penasehat raja. Sejak
negeri itu diperintah oleh si Penggetah, rakyatnya hidup damai, makmur dan
sejahtera.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment