“Putri
Pandan Berduri, Asal-Mula Persukuan di Pulau Bintan “
Cerita
Rakyat Kepulauan Riau
Pada zaman
dahulu kala, di Pulau Bintan berdiam sekumpulan orang Sampan atau orang Suku
Laut. Mereka dipimpin oleh seorang Batin yang gagah perkasa. Batin Lagoi
namanya. Untuk masuk ke kawasan Batin Lagoi itu, harus melalui sebuah betung[2]
yang ditumbuhi semak belukar yang rimbun. Pada suatu hari, Batin Lagoi
menyusuri pantai. Tengah berjalan santai, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara
tangisan bayi dari arah semak-semak pandan. Dengan perasaan takut, ia menerobos
semak pandan itu dengan hati-hati. Tak berapa lama, didapatinya seorang bayi
perempuan tergeletak beralaskan daun di antara semak pandan itu. “Anak siapa
gerangan? Mengapa berada di sini? Orang tuanya ke mana?” Batin Lagoi bertanya
dalam hati. Setelah menengok ke sekelilingnya, Batin Lagoi tidak melihat
tanda-tanda ada orang di sekitarnya. Karena ia tidak mempunyai anak, timbullah
keinginan untuk mengangkat bayi itu sebagai anak. Dengan hati-hati, diambilnya
bayi itu dan dibawanya pulang. Bayi itu kemudian ia beri nama Putri Pandan
Berduri. Ia memelihara Putri Pandan Berduri dengan penuh kasih-sayang seperti
memelihara seorang putri raja. Setiap hari Batin Lagoi juga memberinya
pelajaran budi pekerti yang luhur. Waktu terus berjalan. Putri Pandan Berduri
tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Tutur bahasa dan sopan-santunnya
mencerminkan sifat seorang putri raja. Kecantikan dan keelokan perangai Putri
Pandan Berduri mengundang decak kagum para pemuda di Pulau Bintan. Namun, tak seorang
pun pemuda yang berani meminangnya, karena Batin Lagoi menginginkan putrinya
menjadi istri seorang anak raja atau anak megat. Sementara itu, di Pulau
Galang, tersebutlah seorang Megat yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Anak
yang tua bernama Julela dan yang muda bernama Jenang Perkasa. Sejak mereka
kecil, Megat itu mendidik kedua anaknya agar saling membantu dan saling
menghormati.
Setelah keduanya
beranjak dewasa, Megat menginginkan Julela sebagai batin di Galang. Hal ini
kemudian membuat Julela menjadi sombong. Ia sudah tidak peduli dengan adiknya,
sehingga hubungan mereka menjadi tidak harmonis lagi. Mereka pun menjalani
hidup masing-masing secara terpisah. Dari hari ke hari kesombongan Julela
semakin menjadi-jadi. Ia sering mencaci dan memusuhi adiknya tanpa sebab. Pada
suatu hari, Julela berkata kepada adiknya, “Hei, Jenang bodoh!” Kelak aku
menjadi batin di kampung ini, maka kamu harus mematuhi segala perintahku. Jika
tidak, kamu akan aku usir dari kampung ini.” Jenang Perkasa sangat sedih mendengar
ucapan abangnya itu. Ia merasa tidak lagi dianggap sebagai saudara. Hal ini
menyebabkan Jenang Perkasa merasa semakin terasing dari keluarga. Oleh karena
itu, timbullah keinginannya untuk meninggalkan Pulau Galang. Keesokan harinya,
secara diam-diam, Jenang Perkasa berlayar tak tentu arah. Setelah berhari-hari
mengarungi lautan luas, sampailah ia di Pulau Bintan. Di sana, ia tidak mengaku
sebagai anak seorang megat. Ia selalu bertutur kata lembut kepada setiap orang
yang diajaknya berbicara. Sikap dan perilaku Jenang Perkasa itu telah menarik
perhatian Batin Lagoi. Pada suatu hari, Batin Lagoi mengadakan perjamuan makan
bersama orang-orang Suku Sampan lainnya. Tak ketinggalan pula Jenang Perkasa
diundang dalam perjamuan itu. Jenang Perkasa pun pergi memenuhi undangan itu.
Saat jamuan makan akan dimulai, ia memilih tempat yang agak jauh dari
kawan-kawannya, agar air cuci tangannya tidak jatuh di hidangan yang ia makan.
Tanpa disadarinya, ternyata sejak ia datang sepasang mata telah memerhatikan
perilakunya, yang tak lain adalah Batin Lagoi. Tingkah laku dan budi pekerti
Jenang Perkasa itu sungguh mengesankan hati Batin Lagoi. Usai perjamuan, Batin
Lagoi menghampiri Jenang Perkasa. “Wahai, Jenang Perkasa! Aku sangat terkesan
dan kagum dengan keelokan budi pekertimu. Bersediakah engkau aku nikahkan
dengan putriku, Pandan Berduri?” tanya Batin Lagoi. “Dengan segala kerendahan
hati, saya bersedia menerima putri tuan sebagai istri saya,” jawab Jenang
Perkasa dengan sopannya. Rupanya, Batin Lagoi sudah lupa dengan cita-citanya
untuk menikahkan putrinya dengan anak raja atau megat. Meskipun sebenarnya
Jenang Perkasa adalah anak seorang megat, tetapi Batin Lagoi tidak mengetahui
tentang hal itu. Ia sungguh-sungguh tertarik dengan perangai Jenang Perkasa
yang baik itu. Seminggu kemudian, Jenang Perkasa pun dinikahkan dengan Putri
Pandan Berduri. Pernikahan mereka dilangsungkan sangat meriah. Aneka minuman
dan makanan dihidangkan. Tari-tarian juga dipergelarkan menghibur para
pengantin dan para undangan. Jenang Perkasa dan Putri Pandan Berduri pun hidup
bahagia. Tak berapa lama kemudian, Batin Lagoi mengangkat Jenang Perkasa
sebagai Batin di Bintan untuk menggantikan dirinya. Jenang Perkasa memimpin
rakyat Bintan dengan bijaksana sesuai dengan adat yang berlaku di Bintan.
Kepemimpinan
Jenang Perkasa yang bijaksana itu terdengar oleh masyarakat Galang. Hingga
suatu hari, datanglah sekumpulan orang dari Galang ke Pulau Bintan. “Wahai,
Jenang Perkasa! Kami sudah mengetahui tentang kepemimpinanmu di Pulau Bintan
ini. Maksud kedatangan kami ke sini untuk mengajak engkau kembali ke Galang
mengggantikan abang Engkau yang sombong itu sebagai Batin,” kata salah seorang
dari mereka. Namun, Jenang Perkasa menolaknya. Ia lebih memilih menjadi Batin
di Pulau Batin. Sekumpulan orang dari Galang itu pun kembali dengan tangan
hampa. Sementara Jenang Perkasa hidup berbahagia bersama Putri Pandan Berduri.
Mereka mempunyai tiga orang putra, yang sulung dinamakan Batin Mantang, yang
tengah Batin Mapoi, dan yang bungsu Batin Kelong. Jenang Perkasa mendidik
ketiga anaknya dengan baik, agar mereka tidak menjadi orang yang sombong. Ia
berharap kelak mereka akan menjadi pemimpin suku yang bertanggung jawab. Maka
pada ketiga anaknya diadatkannya dengan adat suku Laut, dan dinamakan dengan
adat Kesukuan. pandan berduriSetelah beranjak dewasa, ketiga anaknya tersebut
memimpin suku mereka masing-masing. Batin Mantang membawa berhijrah ke bagian
utara Pulau Bintan, Batin Mapoi dengan sukunya ke barat, dan Kelong dengan
sukunya ke timu Pulau Bintan. Ketiga suku tersebut kemudian menjadi suku
terbesar dan termasyhur di daerah Bintan. Jika mereka mengalami kesulitan,
mereka kembali kepada yang pertama, yaitu kepada adat Kesukuan. Tak lama
kemudian, Jenang Perkasa meninggal dunia, disusul Putri Pandan Berduri.
Walaupun keduanya telah tiada, tetapi anak-cucu mereka banyak sekali, sehingga
adat Kesukuan terus berlanjut. Hingga kini, Jenang Perkasa dan Putri Pandan
Berduri tetap dikenang karena dari merekalah lahir persukuan di Teluk Bintan.
Suku Laut atau Suku Sampan ini masih banyak ditemukan berdiam di perairan Pulau
Bintan.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment