Wednesday 25 November 2015

Cerita Rakyat Bangka Belitung


“Si Penyumpit”
Cerita Rakyat Bangka Belitung


Pada zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Pulau Bangka,  hiduplah  seorang  pemuda  yang  sangat mahir  menyumpit  binatang  buruan.  Sumpitannya selalu  mengenai  sasaran.  Oleh  karenanya, masyarakat  memanggilnya  si  Penyumpit.  Selain mahir  menyumpit,  ia  juga  pandai  mengobati berbagai  macam  penyakit.  Bakat  menyumpit  dan mengobati tersebut ia peroleh dari ayahnya. Pada suatu hari, Pak Raje, Kepala Desa di kampung itu,  meminta  si  Penyumpit  untuk  mengusir kawanan  babi  hutan  yang  telah  merusak  tanaman padinya yang sedang berbuah, dengan dalih bahwa orang tua si Penyumpit sewaktu masih hidup pernah berhutang kepadanya. Demi membayar hutang orang tuanya, si Penyumpit rela bekerja pada Pak Raje. Keesokan  harinya,  berangkatlah  si  Penyumpit  ke  ladang  Pak  Raje  untuk  melaksanakan  tugas. Sesampainya  di  ladang, ia  membakar  kemenyan  untuk  memohon  kepada  dewa-dewa  dan  mentemau (dewa babi), agar kawanan babi tersebut tidak merusak tanaman padi Pak Raje. Si Penyumpit kemudian melakukan  ronda  dengan  memantau  seluruh  sudut  ladang  hingga  larut  malam.  Sudah  tiga  malam  si Penyumpit meronda, namun belum terlihat tanda-tanda yang mencurigakan. Meskipun situasi aman, si Penyumpit terus berjaga-jaga. Ketika  memasuki  malam  ketujuh,  dari  kejauhan  tampak  oleh  si Penyumpit  tujuh  kawanan  babi  hutan sedang beriring-iringan hendak  memasuki  ladang. Satu  per  satu  babi  hutan  it u  melompati  pagar  batu yang telah dibuat Pak Raje. Mengetahui hal itu, si Penyumpit segera bersembunyi di balik sebuah pohon besar  dengan  sumpit  di  tangan  yang  siap  untuk  digunakan.  Ketika  kawanan  babi  tersebut  mulai mengobrak-abrik  tanaman  padi  yang  tak  jauh  dari  pohon  tempat  ia  bersembunyi,  dengan  hati-hati pemuda  itu  mengangkat  sumpitnya,  lalu  disumpitkannya  ke  arah  babi  yang  paling  dekat  dengannya. Sumpitannya tepat mengenahi sisi sebelah kiri perut babi itu. Sesaat kemudian, kawanan babi itu tiba tiba  menghilang  bersama  dengan  anak  sumpitnya.  Melihat  peristiwa  aneh  itu,  si  Penyumpit  menjadi penasaran.Keesokan  harinya,  si  Penyumpit  menyusuri  ceceran  darah  hingga  ke  tengah  hutan.    Sesampainya  di tengah hutan, ia menemukan sebuah gua yang di sekelilingnya ditumbuhi semak-belukar. Dengan hatihati,  pemuda  itu  memasuki  gua  tersebut.  Sesampainya  di  dalam,  ia  sangat  terkejut,  karena  melihat seorang  putri  yang  tergeletak  di  atas  pembaringan  yang  dikelilingi  oleh  wanita -wanita  cantik.  Salah seorang dari wanita tersebut adalah ibu sang Putri.“Hai, anak muda! Engkau siapa?” tanya ibu sang putri.“Saya si Penyumpit,” jawab si pemuda dengan ramah.“Ada perlu apa Engkau ke sini?” tanya ibu sang putri dengan nada menyelidik.“Saya sedang mencari anak sumpit saya yang hilang bersama dengan seekor babi hutan,” jawabnya.“Benda yang engkau cari itu ada pada putriku,” kata ibu sang putri.“Bagaimana bisa anak sumpit saya ada pada putri Bibi?” tanya si Penyumpit heran.“Ketahuilah, anak muda! Babi yang engkau sumpit itu adalah penjelmaan putriku,’ jelas ibu sang putri.Si Penyumpit sangat kaget mendengar penjelasan ibu sang putri.“Jadi…, kalian adalah babi jadi-jadian?” tanya si Penyumpit dengan heran. “Benar, anak muda,” jawab ibu sang putri.“Kalau  begitu,  saya  minta  maaf,  karena  tidak  mengetahui  hal  itu,”  kata  si  Penyumpit  dengan  rasa menyesal. “Sudahlah,  anak  muda.  Lupakan  saja  semua  kejadian  itu.  Yang  penting  sekarang  adalah  bagaimana melepaskan benda ini dari perut putriku,” kata ibu sang putri.“Baiklah. Saya  akan  melepaskan  anak  sumpit  itu  dan  mengobati  luka  putri  bibi. Tolong saya dicarikan beberapa helai daun keremunting dan tumbuklah hingga halus,” pinta si Penyumpit.Untuk  memenuhi  permintaan  itu,  ibu  sang  putri  segera  memerintahkan  beberapa  dayangnya  untuk mencari  daun  keremunting yang banyak  terdapat  di  sekitar  mereka. Tak  berapa  lama,  dayang-dayang tersebut sudah kembali dengan membawa daun yang dimaksud. Setelah yang diperlukan disiapkan, si Penyumpit  mendekati  gadis  cantik  yang  sedang  terbaring  lemas  itu,  lalu  membuka  selimut  yang menutupi tubuhnya. Tampaklah sebuah benda runcing yang menancap di perut sang putri, yang tidak lain  adalah  mata  sumpit  miliknya.  Sambil  mulutnya  komat -kamit  membaca  mantra,  si  Penyumpit mencabut  mata  sumpit  itu  dengan  pelan-pelan.  Setelah  mata  sumpit  terlepas,  bekas  luka  tersebut kemudian ditutupinya dengan daun keremunting yang sudah dihaluskan untuk menahan cucuran darah yang keluar. Beberapa saat kemudian, luka sang putri sembuh dan tidak meninggalkan bekas luka sedikit pun. “Sekarang putri Bibi sudah sembuh. Izinkanlah saya mohon diri,” pamit pemuda itu dengan sopan. “Baiklah,  anak  muda!  Ini  ada  oleh-oleh  sebagai  ucapan  terima  kasih  kami,  karena  engkau  telah menyembuhkan putriku.
 Bungkusan ini berisi kunyit, buah nyatoh,  daun simpur,  dan buah jering.  Tapi, bungkusan ini jangan dibuka sebelum engkau sampai di rumah,” pesan ibu sang putri. “Baik, Bi!” jawab pemuda itu, lalu pergi meninggalkan gua.Setibanya di rumah, si Penyumpit segera membuka bungkusan tersebut. Alangkah terkejutnya ia, karena isi bungkusan itu tidak seperti yang disebutkan ibu sang putri. Bungkusan itu ternyata berisi perhiasan berupa emas, berlian, dan intan permata.“Waw…, berharga sekali benda ini!” tanya si Penyumpit dengan rasa kagum.“Dengan benda ini, aku akan menjadi kaya-raya,” gumamnya dengan perasaan gembira.Keesokan  harinya,  si  Penyumpit  pergi  menjual  seluruh  benda  berharga  itu  kepada  seorang  saudagar kaya di  kampung itu. Hasil penjualannya  ia  gunakan  untuk  membeli  ladang yang luas,  rumah  mewah, dan melunasi seluruh hutang ayahnya kepada Pak Raje.Sejak itu, tersiarlah kabar bahwa si Penyumpit telah menjadi kaya-raya. Berita itu juga didengar oleh Pak Raje. Ia pun berniat untuk mengikuti jejak si Penyumpit. Suatu hari, Pak Raje meminjam sumpit pemuda itu  dan  kemudian  pergi  berburu  babi  hutan  di  ladang  miliknya.  Dalam  perburuannya,  ia  berhasil menyumpit  seekor babi.  Setelah  itu  ia  mengikuti  jejak dan  menemukan babi  hutan  itu,  yang ternyata penjelmaan  sang  putri. Pak  Raje  berusaha  menyembuhkan  luka  yang diderita  oleh  sang Putri,  namun tidak  berhasil  karena  ia  tidak  memiliki  keahlian  mengobati  penyakit.  Akhirnya,  ia  diserang  berpuluh puluh babi hutan. Dengan tubuh yang penuh luka-luka, ia berjalan sempoyongan pulang ke rumahnya.  Sesampainya  di  rumah,  Pak  Raje  langsung  tergeletak  tidak  sadarkan  diri,  karena  tidak  tahan  lagi menahan rasa sakit.Putri  sulung  Pak  Raje  segera  menyampaikan  nasib  malang  yang  menimpa  ayahnya  itu  kepada  si Penyumpit.  Mendengar  kabar  itu,  si  Penyumpit  segera  ke  rumah  Pak  Raje  untuk  menolongnya.  Si Penyumpit kemudian mengobati Pak Raje dengan 7 helai daun. Setelah itu ia membakar kemenyan, lalu menyebut satu per satu anggota tubuh Pak Raje, seperti tangan, kaki, kepala, dan lain-lain. Terakhir, ia menyebut  nama  Pak  Raje.  Ketika  asap  kemenyan  itu  mengepul,  di  Penyumpit  kemudian  membaca mantera.  Tak  lama  kemudian,  tampak  jari  tangan  Pak  Raje  bergerak-gerak.  Dengan  pelan-pelan  ia mengusap-usap matanya hingga tiga kali. Akhirnya, Pak Raje sadarkan diri dan sembuh dari penyakitnya.Setelah itu Pak Raje insaf (sadar) dan mengakui semua kesalahannya kepada si Penyumpit.“Terima  kasih,  Penyumpit!  Kamu  telah  menyembuhkan  penyakitku.  Aku  minta  maaf  karena  telah memaksamu menjaga ladangku. Untuk menebus kesalahanku ini, aku akan menikahkanmu dengan putri bungsuku.  Setelah  itu,  aku  akan  mengangkatmu  menjadi  Kepala  Desa  untuk  menggantikanku. Bersediakah kamu menerima tawaranku ini, wahai Penyumpit?” tanya Pak Raje. “Terima kasih, Pak Raje! Dengan senang hati, saya bersedia,” jawab si Penyumpit. “Baiklah  kalau  begitu.  Berita  gembira  ini  akan  segera  aku  sampaikan  kepada  seluruh  warga  kampung ini,” kata Pak Raje.Satu minggu kemudian, pernikahan si Penyumpit dengan putri bungsu Pak Raje dilangsungkan dengan meriah.  Berbagai  macam  seni  pertunjukan  ditampilkan  dalam  acara  tersebut.  Pak  Raje  bersama keluarganya beserta seluruh warga desa turut bergembira atas pernikahan itu.
Di akhir acara, Pak Raje menyerahkan jabatannya sebagai Kepala Desa kepada menantunya yang baik hati itu. Sepasang insan yang baru menjadi suami-istri itu hidup berbahagia. Warganya pun hidup tentram dan damai di bawah perintah Kepala Desa yang baru, si Penyumpit.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”





No comments:

Post a Comment