“Legenda
Lahilote”
Cerita
Rakyat Gorontalo
Dahulu kala ada seorang laki-laki bernama
Lahilote yang tinggal di hulu sungai dekat mata air. Pekerjaannya
sehari-harinya adalah mencari rotan di hutan. Pada suatu hari tanpa
disangka-sangka ia melihat tujuh bidadari yang sedang mandi di sungai. Canda
tawa terdengar dari kejauhan. Ketika mereka sedang mandi, Lahilote mencuri
sebuah selendang salah satu bidadari dan menyembunyikannya di suatu tempat.
Setelah beberapa lama para bidadari ini baru sadar, rupanya ada orang yang
sejak tadi mengintip mereka mandi. Kehadiran Lahilote secara tiba-tiba sungguh
mengagetkan para bidadari tersebut. Mereka cepat-cepat keluar dari sungai dan
segera terbang ke langit menuju kayangan, kecuali satu orang bidadari yang
kehilangan selendangnya sedih dan bingung sepeninggal teman-teman bidadarinya.
Singkat cerita, bidadari yang tertinggal itu berhasil dibujuk dan dinikahi
Lahilote.
Hari berganti
hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Hingga pada suatu hari
seperti biasa, Lahiloter mencari rotan ke hutan. Ketika sedang membersihkan
rumah, tanpa sengaja isteri Lahilote menemukan selendangnya yang hilang dalam
sebuah tabung bambu. Ia senang sekali karena selendangnya telah ditemukan. Saat
itu juga ia terbang ke tempat asalnya, yaitu kayangan.
Pada hari itu
Lahilote merasa sangat beruntung karena rotan yang didapatnya lebih banyak dari
biasanya. Ia berjalan pulang dengan gembira. Tapi ketika ia pulang
kegembiraannya lenyap. Tabung bambu sudah kosong dan isterinya telah kembali
kekayangan. Ia benar-benar gundang. Tiba-tiba seorang Polah yaitu suatu suku
yang tinggal di tengah hutan hadir di hadapannya. Ia memegang rotan sebuah
rotan hutiya mala. Sang Polahi berkata. "Rotan ini memandumu kekayangan.
"Temukan isterimu di sana!"
Singkat cerita,
Lahilote terbang ke kayangan dan bertemu dengan isterinya. Lahilote dan
isterinya bersatu kembali dikayangan. Hingga pada suatu wakut, Lahilote bersama
isterinya sedang asyik duduk berdua. Lahilote duduk di atas sebatang kayu.
Sementara itu, istrinya sibuk mencari kutu di kepala Lahilote. Ia terkejut
melihat uban yang ada dikepala suaminya. Ia teringat peraturan bahwa seorang yang beruban tidak abadi dan
tidak boleh ada di kayangan. Lahilote menanyakan apa alasannya. Istrinya
menjawab: "Apalah arti sebuah cinta kalau Tuan sudah beruban, apalah
artinya sebuah kayangan kalau tuan tinggal bayangan. Lahilote tidak menyangka
akibatnya sungguh berat. Ia benar benar sedih dan terpukul dibuatnya. lalu ia
turun ke bumi menggunakan sebilah papan. Sesampainya di bumi Lahilote
bersumpah, "Sampai senja umurku nanti, berbatas pantai Pohe berujung kain
kafan, di sana telapak kakiku akan terpatri sepanjang jaman." selesai
berkata demikia dengan seluruh kesedihan dan jiwa yang merana Lahilote
menginjakan kakinya sekuat tenaga hingga berdarah pada sebuah batu.
Batu berbentuk telapak kaki itu
dapat ditemukan di pantai Pohe Gorontalo. Menurut kepercayaan setempat, batu
itu adalah telapak kaki Lahilote yang bersedih karena terbuang kekayangan.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment