“Legenda
Telaga Pasir”
Cerita
Rakyat Jawa Timur
Di suatu tempat
di kaki Gunung Lawu, Magetan, hiduplah sepasang suami istri bernama Kyai Pasir
dan Nyai Pasir. Mereka tinggal di sebuah gubuk di tepi hutan. Meskipun hanya
terbuat dari kayu dan beratapkan dedaunan, gubuk mungil itu sudah cukup aman
bagi Kyai Pasir dan istri tercintanya dari gangguan binatang liar. Dinding
gubuk itu terdiri dari susunan kulit kayu yang diikatkan pada tiang kayu dengan
menggunakan rotan. Di antara dinding-dinding kayu itu diberi sedikit celah
sebagai ventilasi sehingga udara segar dapat keluar dan masuk ke dalam gubuk.
Pekerjaan
sehari-hari Kyai Pasir adalah petani ladang. Dari hasil ladang itulah ia dan
istrinya dapat bertahan hidup, walaupun hanya pas-pasan. Ladang milik Kyai
Pasir terletak di tepi hutan, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Suatu hari,
lelaki tua yang sudah mulai renta itu berangkat ke ladang dengan membawa kapak.
Ia bermaksud membabat hutan untuk membuat ladang baru di dekat ladang miliknya.
Ketika hendak menebang salah satu pohon besar, tiba-tiba Kyai Pasir melihat
sebutir telur besar berwarna putih tergeletak di bawah pohon itu. “Hai, telur
binatang apa itu?” gumamnya dengan heran. Kyai Pasir amat penasaran terhadap
telur besar itu. Ia pun mengambil telur itu seraya mengamatinya dengan seksama.
“Ah, tidak mungkin ini telur ayam. Mana ada ayam berkeliaran di tempat ini?”
Kyai Pasir kembali bergumam, “Lagi pula, telur ini lebih besar dari telur
ayam.” Kyai Pasir tidak mau pusing memikirkan itu telur binatang apa. Baginya,
telur itu adalah lauk yang enak jika dimasak. Oleh karena itu, ia hendak
membawa pulang telur itu untuk lauk makan siang bersama istrinya di rumah.
Ketika hari menjelang siang, ia pun membawa pulang sambil telur itu dan
menyerahkannya kepada istrinya. “Bu, tolong masak telur itu untuk makan siang
kita!” ujar Kyai Pasir.
“Wah, besar
sekali telur ini. Baru kali ini aku melihat telur sebesar ini,” ujar Nyai Pasir
dengan heran saat menerima telur itu, “Dari mana telur ini, Pak?” Kyai Pasir
pun menceritakan bagaimana ia menemukan telur itu. Setelah itu, ia kembali
meminta istrinya agar segera memasak telur itu karena sudah kelaparan. Ia juga
sudah tidak sabar ingin segera menyantap telur itu. Namun, sang istri masih
saja terus bertanya kepadanya mengenai telur itu. “Ini telur binatang apa,
Pak?” tanya Nyai Pasir. “Sudahlah, Bu. Tidak usah banyak tanya!” ujar Kyai
Pasir mulai kesal. “Cepatlah kamu masak telur itu, perutku sudah keroncongan!”
Nyai Pasir pun cepat-cepat membawa telur itu ke dapur untuk dimasak. Sambil menunggu
telur matang, Kyai Pasir merebahkan tubuh sejenak karena kecapaian. Tak berapa
lama kemudian, istrinya pun selesai memasak. “Pak, hidangan makan siang sudah
siap. Mari, makan dulu!” ajak Nyai Pasir. Kyai Pasir pun beranjak dari
tidurnya. Ia bersama istrinya segera menyantap telur itu dengan lahap. Telur
rebus tersebut mereka bagi dua sama rata. Usai makan siang, Kyai Pasir kembali
ke hutan untuk melanjutkan pekerjaannya. Di tengah perjalanan, ia masih
merasakan nikmatnya telur rebus tadi. Namun, ketika ia sampai di ladang,
tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sakit, panas, dan kaku. Matanya pun mulai
berkunang-kunang dan sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin. Ia pun merintih
kesakitan. “Aduh, kenapa tiba-tiba seluruh tubuhku sakit begini,” ratap Kyai
Pasir. Semakin lama, rasa sakit di tubuhnya semakin menjadi-jadi. Kyai Pasir
pun tidak mampu menahan rasa sakit itu sehingga rebah ke tanah dan
berguling-guling ke sana kemari. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba
seluruh tubuhnya berubah menjadi seekor ular naga yang besar. Sungutnya amat
tajam dan keras. Wujudnya pun amat mengerikan. Kyai Pasir yang telah menjelma
menjadi seekor naga jantan itu terus berguling-guling tanpa henti. Pada saat
yang bersamaan, Nyai Pasir yang berada di rumah juga mengalami nasib yang sama.
Rupanya, telur yang telah mereka tadi adalah telur naga. Nyai Pasir yang merasa
sekujur tubuhnya terasa sakit segera berlari ke ladang untuk meminta tolong
kepada Kyai Pasir. Alangkah terkejutnya ia saat tiba di ladang. Ia mendapati suaminya
telah berubah menjadi naga yang menakutkan. Ia pun hendak melarikan karena
ketakutan. Namun karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di sekujur
tubuhnya, istri Kyai Pasir itu pun rebah dan berguling-guling di tanah. Tak
lama kemudian, seluruh tubuhnya ditumbuhi sisik hingga akhirnya berubah menjadi
seekor naga betina. Kedua naga itu berguling-guling sehingga tanah di
sekitarnya berserakan dan membentuk cekungan seperti habis digali.
Lama-kelamaan, cekungan tanah itu semakin luas dan dalam. Setelah itu,
muncullah semburan air yang amat deras dari dasar cekungan tanah itu. Semakin
lama semburan air itu semakin deras sehingga cekungan itu dipenuhi air dan
berubah menjadi telaga.
Oleh masyarakat
setempat, telaga itu dinamakan Telaga Pasir yaitu diambil dari nama Kyai dan
Nyai Pasir. Namun, karena lokasinya berada di Kelurahan Sarangan sehingga
telaga ini biasa juga disebut Telaga Sarangan.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment