“Asal
Mula Nama Dayeuh Manggung”
Cerita
Rakyat Jawa Barat
Dahulu, di
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, tersebutlah seorang raja bernama Prabu
Layaran Wangi atau biasa dikenal dengan nama Prabu Siliwangi yang bertahta di
Kerajaan Pakuan Raharja. Prabu Siliwangi mempunyai seorang pembantu bernama Aki
Panyumpit. Dipanggil demikian karena lelaki paruh baya itu bertugas sebagai
pemburu binatang dengan menggunakan alat sumpit dan panah. Hari itu, Ki
Panyumpit terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi berburu ke hutan. Semua
peralatan yang diperlukan telah diperiksa dengan seksama. Namun, sebelum
berangkat, lelaki setengah baya itu terlihat kebingungan untuk menentukan
tujuan perburuannya karena hampir semua hutan telah dijelajahinya. “Hmmm… ke
hutan mana lagi yang harus ku tuju untuk berburu? Hutan sebelah barat sudah,
hutan sebelah utara juga sudah. Hutan sebelah selatan baru saja kemarin aku
jelajahi,“ gumamnya, “Ahaaa… kalau begitu, sebaiknya aku ke hutan sebelah timur
saja. Aku terakhir ke sana dua bulan yang lalu, barangkali saja binatang buruan
sudah mulai banyak lagi.” Setelah sempat bingung, akhirnya Aki Panyumpit
memutuskan untuk berburu binatang ke hutan sebelah timur. Setelah berjalan
cukup jauh melewati bukit dan gunung, tibalah ia di hutan yang dimaksud.
Suasana hutan itu masih tampak sepi. Tak seekor binatang pun yang terlihat.
Hanya sesekali terdengar suara-suara burung berbunyi merdu. “Hutan ini sepi
sekali. Pada ke mana binatang itu?” gumam si Aki. Perlahan-lahan Aki Panyumpit
terus berjalan di antara sela-sela pepohonan. Hingga hari menjelang siang, tak
seekor binatang pun yang ia jumpai. Namun, si Aki tidak mau berputus asa. Ia
kemudian berjalan menuju ke puncak gunung. Setiba di sana, tiba-tiba ia mencium
bau wewangian. “Hmm… bau harum apa ini?” gumam si Aki. Dirundung rasa
penasaran, Aki Panyumpit bergegas mencari sumber bau wangi itu sambil
mengembang-kempiskan hidungnya. Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba ia melihat
sesuatu yang bersinar di sebelah utara, yaitu di pinggir Sungai Cipancar. Ia
kemudian mendekati sungai itu.
Semakin mendekat,
bau wangi itu semakin menyengat hidungnya. Alangkah terkejutnya ia ketika tiba
di tepi sungai itu. Ia melihat seorang putri cantik sedang mandi di sungai.
“Wah, rupanya bau wangi itu berasal dari badan putri cantik itu,” gumamnya.
Sebelum putri mengetahui kehadirannya, Aki Panyumpit segera bersembunyi di
balik semak-semak di pinggir sungai. Di tempat persembuanyiannya, si Aki
kembali dilanda kebimbangan apakah ia harus berkenalan dengan putri itu atau
tetap saja bersembunyi. Setelah berpikir sejenak, pembantu Prabu Siliwangi itu
akhirnya memutuskan untuk menemui putri itu. Setelah sang putri selesai mandi,
Aki Panyumpit memberanikan diri untuk berkenalan. “Sampurasun…,” sapa si Aki.
“Rampes…,” jawab putri itu dengan terkejut. “Maaf Putri, jika kehadiran Aki
mengganggu ketenangan Putri. Kalau boleh Aki bertanya, siapa gerangan Putri
ini?” tanya Aki Panyumpit. “Saya Putri Rambut Kasih. Putri Sunan Remenggong
dari Limbangan,” jawab Putri Rambut Kasih dengan sopan. “Aki sendiri siapa dan
kenapa berada di tempat ini?” putri itu balik bertanya. Aki Panyumpit
memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kehadirannya di tempat tersebut.
Setelah saling berkenalan, si Aki dan sang Putri pun pulang ke daerahnya
masing-masing. Setiba di istana, Aki Panyumpit menceritakan perihal
pertemuannya dengan Putri Rambut Kasih. “Ampuni hamba Gusti Prabu, hari ini
hamba tidak membawa binatang buruan. Tapi, hamba membawa berita gembira untuk
Gusti Prabu,” lapor si Aki. “Berita apakah itu, Aki? Cepatlah katakan padaku!”
desak Prabu Siliwangi penasaran. “Ampun, Gusti Prabu. Saat sedang berburu di
hutan sebelah timur, hamba bertemu dengan seorang putri cantik. Putri Rambut
Kasih namanya. Ia adalah putri Sunan Remenggong dari Limbangan,” ungkap si Aki.
Aki Panyumpit dengan mahir kemudian melukiskan sosok Putri Rambut Kasih di
hadapan Prabu Siliwangi. “Kecantikan putri itu bagai bidadari turun dari
Kayangan. Parasnya sungguh mempesona. Wajahnya bulat telur menawan. Alisnya
berkilat dan meruncing bagai taji ayam. Hidungnya mancung bagai belimbing.
Pipinya bagai seiris limau. Dagunya molek bagai sarang lebah. Bibirnya mungil
dan kemerahan bagai buah delima. Rambutnya hitam mengkilap dan panjang
terurai,” jelas Aki Panyumpit.
“Yang lebih
mengagumkan lagi Gusti Prabu, tubuh sang Putri amat mulus dan mengeluarkan bau
harum yang menyengat hidung,” imbuhnya. Mendengar cerita itu, Prabu Siliwangi
amat terkesan dengan bau harum yang keluar dari tubuh sang Putri. Maka, ia pun
menamakan gunung tempat sang Putri mandi tersebut dengan nama Gunung Haruman,
yang artinya gunung yang berbau harum. Terkesan dengan cerita Aki Panyumpit,
Prabu Siliwangi mengutus Gajah Manggala, Arya Gajah, Aki Penyumpit, dan
sejumlah pengiring untuk melamar Putri Rambut Kasih ke Limbangan. “Aku perintahkan
kalian melamarkan Putri Rambut Kasih untukku! Jangan kembali sebelum lamaranku
diterima oleh sang Putri dan keluarganya!” titah Prabu Siliwangi. “Daulat Gusti
Prabu!” jawab Gajah Manggala dan pembantu Prabu Siliwangi lainnya serentak.
Usai berpamitan kepada sang Prabu, Gajah Manggala beserta rombongan berangkat
menuju Limbangan. Setiba di sana, mereka disambut baik oleh keluarga Putri
Rambut Kasih. “Selamat datang di Limbangan, Tuan-Tuan,” sambut Sunan
Rumenggong, “Kalau boleh tahu, apa gerangan maksud kedatangan Tuan-Tuan
kemari?” “Ampun Gusti, hamba dan rombongan adalah utusan Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Pakuan Raharja,” ungkap Gajah Manggala. “Maksud kedatangan hamba
kemari adalah melamar Putri Rambut Kasih untuk raja hamba.” Mengetahui perihal
lamaran yang ditujukan pada dirinya, pada awalnya Putri Rambut Kasih menolak.
Namun, akhirnya ia menerima lamaran tersebut setelah dinasehati oleh
ayahandanya. Betapa lega hati Gajah Manggala dan rombongan atas diterimanya
lamaran tersebut. Mereka pun segera kembali ke Istana Pakuan Raharja untuk
menyampaikan berita gembira tersebut kepada Prabu Siliwangi. “Ampun Gusti
Prabu, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, lamaran Gusti Prabu diterima
oleh Putri Rambut Kasih,” lapor Gajah Manggala. “Baiklah, kalau begitu.
Persiapkanlah segala sesuatunya untuk pesta pernikahan kami!” titah Prabu
Siliwangi. Mendengar perintah itu, seluruh istana pun sibuk menyiapkan segala
keperluan pesta pernikahan sang Prabu. Pada hari yang telah ditentukan, pesta
pernikahan Prabu Siliwangi dan Putri Rambut Kasih dilangsungkan dengan meriah.
Setelah menikah, Prabu Siliwangi dan istrinya tinggal di Kerajaan Pakuan
Raharja. Mereka hidup berbahagia. Selang beberapa tahun kemudian, Putri Rambut
Kasih telah melahirkan dua orang putra yaitu Basudewa dan Liman Senjaya.
Setelah beranjak dewasa, keduanya dibawa ke Limbangan oleh kakeknya, Sunan
Rumenggong, untuk menjadi kepala daerah. Basudewa diangkat menjadi penguasa di
Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa, sedangkan Liman Sanjaya diangkat menjadi
penguasa di daerah Dayeuh Luhur bagian selatan dengan gelar Prabu Liman
Sanjaya.
Setelah menikah, Prabu Liman
Sanjaya kemudian membuka lahan baru dan membuat babakan pidayeuheun (kota).
Lama-kelamaan kota itu berkembang menjadi sebuah negara yang diberi nama Dayeuh
Manggung. Kala itu, Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian masyarakatnya
membuat tenun. Di bawah pimpinan Prabu Liman Sanjaya dan keturunannya, Dayeuh
Manggung menjadi semakin berkembang sehingga lahirlah beberapa kerajaan lain,
di antaranya Negara Sangiang Mayok, Timbanganten, dan Mandalaputang. Salah satu
raja yang termasyhur kala itu adalah Sunan Ranggalawe yang memerintah di
Kerajaan Timbanganten.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment