Saturday, 28 November 2015

Cerita Rakyat Jawa Barat

“Asal Mula Nama Dayeuh Manggung”
Cerita Rakyat Jawa Barat




Dahulu, di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, tersebutlah seorang raja bernama Prabu Layaran Wangi atau biasa dikenal dengan nama Prabu Siliwangi yang bertahta di Kerajaan Pakuan Raharja. Prabu Siliwangi mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Dipanggil demikian karena lelaki paruh baya itu bertugas sebagai pemburu binatang dengan menggunakan alat sumpit dan panah. Hari itu, Ki Panyumpit terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi berburu ke hutan. Semua peralatan yang diperlukan telah diperiksa dengan seksama. Namun, sebelum berangkat, lelaki setengah baya itu terlihat kebingungan untuk menentukan tujuan perburuannya karena hampir semua hutan telah dijelajahinya. “Hmmm… ke hutan mana lagi yang harus ku tuju untuk berburu? Hutan sebelah barat sudah, hutan sebelah utara juga sudah. Hutan sebelah selatan baru saja kemarin aku jelajahi,“ gumamnya, “Ahaaa… kalau begitu, sebaiknya aku ke hutan sebelah timur saja. Aku terakhir ke sana dua bulan yang lalu, barangkali saja binatang buruan sudah mulai banyak lagi.” Setelah sempat bingung, akhirnya Aki Panyumpit memutuskan untuk berburu binatang ke hutan sebelah timur. Setelah berjalan cukup jauh melewati bukit dan gunung, tibalah ia di hutan yang dimaksud. Suasana hutan itu masih tampak sepi. Tak seekor binatang pun yang terlihat. Hanya sesekali terdengar suara-suara burung berbunyi merdu. “Hutan ini sepi sekali. Pada ke mana binatang itu?” gumam si Aki. Perlahan-lahan Aki Panyumpit terus berjalan di antara sela-sela pepohonan. Hingga hari menjelang siang, tak seekor binatang pun yang ia jumpai. Namun, si Aki tidak mau berputus asa. Ia kemudian berjalan menuju ke puncak gunung. Setiba di sana, tiba-tiba ia mencium bau wewangian. “Hmm… bau harum apa ini?” gumam si Aki. Dirundung rasa penasaran, Aki Panyumpit bergegas mencari sumber bau wangi itu sambil mengembang-kempiskan hidungnya. Tak berapa lama kemudian, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bersinar di sebelah utara, yaitu di pinggir Sungai Cipancar. Ia kemudian mendekati sungai itu.
Semakin mendekat, bau wangi itu semakin menyengat hidungnya. Alangkah terkejutnya ia ketika tiba di tepi sungai itu. Ia melihat seorang putri cantik sedang mandi di sungai. “Wah, rupanya bau wangi itu berasal dari badan putri cantik itu,” gumamnya. Sebelum putri mengetahui kehadirannya, Aki Panyumpit segera bersembunyi di balik semak-semak di pinggir sungai. Di tempat persembuanyiannya, si Aki kembali dilanda kebimbangan apakah ia harus berkenalan dengan putri itu atau tetap saja bersembunyi. Setelah berpikir sejenak, pembantu Prabu Siliwangi itu akhirnya memutuskan untuk menemui putri itu. Setelah sang putri selesai mandi, Aki Panyumpit memberanikan diri untuk berkenalan. “Sampurasun…,” sapa si Aki. “Rampes…,” jawab putri itu dengan terkejut. “Maaf Putri, jika kehadiran Aki mengganggu ketenangan Putri. Kalau boleh Aki bertanya, siapa gerangan Putri ini?” tanya Aki Panyumpit. “Saya Putri Rambut Kasih. Putri Sunan Remenggong dari Limbangan,” jawab Putri Rambut Kasih dengan sopan. “Aki sendiri siapa dan kenapa berada di tempat ini?” putri itu balik bertanya. Aki Panyumpit memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kehadirannya di tempat tersebut. Setelah saling berkenalan, si Aki dan sang Putri pun pulang ke daerahnya masing-masing. Setiba di istana, Aki Panyumpit menceritakan perihal pertemuannya dengan Putri Rambut Kasih. “Ampuni hamba Gusti Prabu, hari ini hamba tidak membawa binatang buruan. Tapi, hamba membawa berita gembira untuk Gusti Prabu,” lapor si Aki. “Berita apakah itu, Aki? Cepatlah katakan padaku!” desak Prabu Siliwangi penasaran. “Ampun, Gusti Prabu. Saat sedang berburu di hutan sebelah timur, hamba bertemu dengan seorang putri cantik. Putri Rambut Kasih namanya. Ia adalah putri Sunan Remenggong dari Limbangan,” ungkap si Aki. Aki Panyumpit dengan mahir kemudian melukiskan sosok Putri Rambut Kasih di hadapan Prabu Siliwangi. “Kecantikan putri itu bagai bidadari turun dari Kayangan. Parasnya sungguh mempesona. Wajahnya bulat telur menawan. Alisnya berkilat dan meruncing bagai taji ayam. Hidungnya mancung bagai belimbing. Pipinya bagai seiris limau. Dagunya molek bagai sarang lebah. Bibirnya mungil dan kemerahan bagai buah delima. Rambutnya hitam mengkilap dan panjang terurai,” jelas Aki Panyumpit.
“Yang lebih mengagumkan lagi Gusti Prabu, tubuh sang Putri amat mulus dan mengeluarkan bau harum yang menyengat hidung,” imbuhnya. Mendengar cerita itu, Prabu Siliwangi amat terkesan dengan bau harum yang keluar dari tubuh sang Putri. Maka, ia pun menamakan gunung tempat sang Putri mandi tersebut dengan nama Gunung Haruman, yang artinya gunung yang berbau harum. Terkesan dengan cerita Aki Panyumpit, Prabu Siliwangi mengutus Gajah Manggala, Arya Gajah, Aki Penyumpit, dan sejumlah pengiring untuk melamar Putri Rambut Kasih ke Limbangan. “Aku perintahkan kalian melamarkan Putri Rambut Kasih untukku! Jangan kembali sebelum lamaranku diterima oleh sang Putri dan keluarganya!” titah Prabu Siliwangi. “Daulat Gusti Prabu!” jawab Gajah Manggala dan pembantu Prabu Siliwangi lainnya serentak. Usai berpamitan kepada sang Prabu, Gajah Manggala beserta rombongan berangkat menuju Limbangan. Setiba di sana, mereka disambut baik oleh keluarga Putri Rambut Kasih. “Selamat datang di Limbangan, Tuan-Tuan,” sambut Sunan Rumenggong, “Kalau boleh tahu, apa gerangan maksud kedatangan Tuan-Tuan kemari?” “Ampun Gusti, hamba dan rombongan adalah utusan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Raharja,” ungkap Gajah Manggala. “Maksud kedatangan hamba kemari adalah melamar Putri Rambut Kasih untuk raja hamba.” Mengetahui perihal lamaran yang ditujukan pada dirinya, pada awalnya Putri Rambut Kasih menolak. Namun, akhirnya ia menerima lamaran tersebut setelah dinasehati oleh ayahandanya. Betapa lega hati Gajah Manggala dan rombongan atas diterimanya lamaran tersebut. Mereka pun segera kembali ke Istana Pakuan Raharja untuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada Prabu Siliwangi. “Ampun Gusti Prabu, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, lamaran Gusti Prabu diterima oleh Putri Rambut Kasih,” lapor Gajah Manggala. “Baiklah, kalau begitu. Persiapkanlah segala sesuatunya untuk pesta pernikahan kami!” titah Prabu Siliwangi. Mendengar perintah itu, seluruh istana pun sibuk menyiapkan segala keperluan pesta pernikahan sang Prabu. Pada hari yang telah ditentukan, pesta pernikahan Prabu Siliwangi dan Putri Rambut Kasih dilangsungkan dengan meriah. Setelah menikah, Prabu Siliwangi dan istrinya tinggal di Kerajaan Pakuan Raharja. Mereka hidup berbahagia. Selang beberapa tahun kemudian, Putri Rambut Kasih telah melahirkan dua orang putra yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Setelah beranjak dewasa, keduanya dibawa ke Limbangan oleh kakeknya, Sunan Rumenggong, untuk menjadi kepala daerah. Basudewa diangkat menjadi penguasa di Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa, sedangkan Liman Sanjaya diangkat menjadi penguasa di daerah Dayeuh Luhur bagian selatan dengan gelar Prabu Liman Sanjaya.
Setelah menikah, Prabu Liman Sanjaya kemudian membuka lahan baru dan membuat babakan pidayeuheun (kota). Lama-kelamaan kota itu berkembang menjadi sebuah negara yang diberi nama Dayeuh Manggung. Kala itu, Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian masyarakatnya membuat tenun. Di bawah pimpinan Prabu Liman Sanjaya dan keturunannya, Dayeuh Manggung menjadi semakin berkembang sehingga lahirlah beberapa kerajaan lain, di antaranya Negara Sangiang Mayok, Timbanganten, dan Mandalaputang. Salah satu raja yang termasyhur kala itu adalah Sunan Ranggalawe yang memerintah di Kerajaan Timbanganten.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”








No comments:

Post a Comment