“Legenda
Kawah Sikidang”
Cerita
Rakyat Jawa Tengah
Ratusan tahun
yang silam, di Dataran Tinggi Dieng ada seorang putri cantik jelita nan rupawan
bernama Shinta Dewi. Ia tinggal di sebuah istana megah yang dikelilingi taman
bunga yang indah. Kecantikan Shinta Dewi mengundang decak kagum bagi setiap
pangeran yang melihatnya. Banyak pangeran yang sudah melamarnya, namun tidak
ada satu orang pun yang sanggup mendapatkannya karena Shinta Dewi meminta mas
kawin yang jumlahnya sangat banyak. Suatu ketika, seorang pangeran yang kaya-raya
bernama Kidang Garungan bermaksud melamar Shinta Dewi. Sang Pangeran merasa
bahwa dengan harta kekayaannya, ia dapat memenuhi mas kawin yang diminta oleh
sang Putri. Maka, ia pun mengutus beberapa orang pengawalnya untuk menyampaikan
lamarannya kepada Shinta Dewi. “Sampaikan lamaranku kepada Putri Shinta Dewi,”
titah Pangeran Kidang kepada para pengawalnya. “Katakan kepadanya bahwa aku
sanggup memenuhi berapa pun mas kawin yang dia minta.” “Baik, Pangeran!
Perintah Pangeran segera hamba laksanakan,” jawab salah seorang utusan seraya
berpamitan. Setiba di kediaman Shinta Dewi, para utusan Pangeran Kidang
Garungan segera menyampaikan lamaran tuan mereka mereka kepada sang Putri.
“Ampun, Tuan Putri! Kami adalah utusan Pangeran Kidang Garungan. Kedatangan
kami ke mari adalah untuk menyampaikan lamaran beliau kepada Tuan Putri,” kata
salah seorang utusan. “Hai, utusan Pangeran Kidang! Berapa banyak mas kawin
yang disanggupi tuan kalian untuk melamarku?” tanya Putri Shinta Dewi. “Ampun,
Tuan Putri! Pangeran kami memiliki harta kekayaan yang melimpah. Berapa pun mas
kawin yang Tuan Putri minta, pangeran kami bersedia memenuhinya,” jawab utusan
itu. Mendengar keterangan itu, Putri Shinta Dewi terdiam sejenak sambil
membayangkan wajah Pangeran Kidang Garungan. “Dia seorang pangeran yang kaya
raya. Aku yakin, pastilah ia tampan dan gagah perkasa,” pikirnya Putri Shinta
Dewi akhirnya menerima lamaran Pangeran Kidang Garungan.
Sementara itu,
para utusan segera kembali untuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada
sang Pangeran. Alangkah senangnya hati Pangeran Kidang Garungan mendengar
berita tersebut. Ia pun segera memerintahkan para pejabat istana untuk
mengadakan persiapan kunjungan ke istana Putri Shinta Dewi dalam rangka
membahas rencana pernikahannya. “Wahai para pejabat istana, tolong siapkan
segala sesuatunya, termasuk mas kawin yang diminta oleh Putri Shinta Dewi,”
perintah Pangeran Kidang Garungan. “Besok pagi-pagi sekali, kita berangkat
bersama-sama menuju ke istana sang Putri.” Mendengar perintah itu, para pejabat
dan seluruh isi istana tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ada yang
sibuk menyiapkan mas kawin berupa emas, intan, dan berlian. Sebagian yang lain
sibuk menyiapkan berbagai macam hadiah lainnya untuk sang Putri. Sementara itu,
beberapa pengawal menyiapkan kuda yang akan dikendarai oleh Pangeran Kidang
Garungan. Keesokan harinya, Pangeran Kidang Kidang Garungan bersama
rombongannya pun berangkat ke istana Putri Shinta Dewi. Setiba di sana, mereka
disambut meriah oleh sang Putri dengan aneka hiburan. Namun, ketika bertemu
dengan Pangeran Kidang Garungan, sang Putri tersentak kaget karena sang
Pangeran ternyata bukanlah pria tampan seperti yang ada dalam bayangannya. “Oh,
Tuhan. Mampuslah aku,” ucap Putri Shinta Dewi, “Ternyata, pangeran itu bertubuh
manusia tapi berkepala kidang!” Putri Shinta Dewi merasa amat kecewa. Namun,
nasi telah menjadi bubur. Ia sudah terlanjur menerima lamaran Pangeran Kidang
Garungan. Sang Putri sudah berusaha ingin menerimanya, tapi hatinya tetap
menolak. Maka, ia pun berpikir keras untuk mencari jalan keluar agar
pernikahannya dengan pangeran berwajah kijang itu batal. Sebelum pernikahan
dilaksanakan, ia memberikan satu syarat yang amat berat kepada Pangeran Kidang
Garungan. “Ketahuilah, Pangeran! Kami yang tinggal di daerah ini amat kesulitan
mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari. Maka itu, Dinda ingin dibuatkan
sebuah sumur yang besar dan dalam. Dinda tidak mau menikah dengan Kanda sebelum
sumur itu selesai,“ pinta Putri Shinta Dewi, “Tapi, pembuatan sumur itu harus
dikerjakan sendiri oleh Pangeran dalam waktu sehari.” Dengan syarat yang berat
itu, Putri Shinta Dewi berpikir bahwa sang Pangeran tidak mungkin bisa
memenuhinya sehingga mereka pun batal menikah. Namun, di luar dugaannya,
ternyata Pangeran Kidang Garungan memiliki kesaktian yang tinggi. “Baiklah,
Dinda. Kanda siap memenuhi syarat itu,” kata Pangeran Kidang Garungan. Pada
hari itu juga, sang Pangeran membuat sumur di sebuah tempat sepi yang telah
ditunjuk oleh sang Putri. Dengan kesaktiannya, ia menggali tanah itu dengan
tangannya sedikit demi sedikit. Sesekali ia menggunakan tanduknya untuk
menggali tanah yang keras. Ia bekerja dengan cepat dan tanpa mengenal lelah.
Ketika sumur itu hampir selesai, sang Putri pun mulai panik.
“Pangeran Kidang
Gurangan ternyata sakti. Bagaimana jadinya jika ia benar-benar dapat
menyelesaikan sumur itu?” gumam sang Putri, “Ah, tidak. Aku tidak mau menikah
dengannya. Aku tidak akan membiarkan dia menyelesaikan sumur itu.” Putri Shinta
Dewi pun segera memerintahkan para pengawal dan dayang-dayangnya untuk menimbun
sumur itu. Pangeran Kidang Garungan yang berada di dalamnya tidak sadar jika
dirinya telah ditipu. Ia baru menyadari hal itu setelah kerukan-kerukan tanah
menimpa dirinya. Ia pun berteriak agar sang Putri berhenti menimbun dirinya di
dalam sumur itu. “Putri, hentikan! Hentikan...!” teriaknya. Semakin keras sang
Pangeran berteriak, semakin cepat pula para pengawal dan dayang-dayang itu
menimbuninya. Ketika seluruh tubuhnya telah tertimbun tanah, pangeran itu
segera mengerahkan kesaktiannya agar bisa keluar. Tak ayal, sumur itu meledak
sehingga tanah berhamburan keluar. Ketika ia ingin keluar, sumur itu terus
ditumbuni. Akhirnya, Pangeran Kidang Garungan pun tewas tertimbun tanah di
dalam sumur itu. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia bersumpah bahwa
seluruh keturunan Shinta Dewi akan berambut gembel. Sementara itu, sumur yang
meledak itu lama-kelamaan menjadi kawah yang dan diberi nama Kawah Sikadang.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment