“Cerita
di balik Daerah Tadzuang Pamboang”
Cerita
Dari Sulawesi Barat
Suatu ketika,
sebelum anak Tomakaka' di Peurangang menantu raja Puttanoe’ Sendana menjadi
Raja di Pamboang, kekacauan terjadi akibat serangan secara sembunyi-sembunyi
dari orang atau pihak yang tidak dikenal. Penyerang itu datang dari
gunung/hutan yang setiap malam membunuh masyarakat di wilayah pamboang.
Diutuslah
orang untuk menemui Kerajaan Sendana meminta bantuan untuk mengatasi para
pengacau tersebut. Raja Sendana mengirim dua orang Suro Tannipasang (diplomat
berkuasa penuh) menemui Tokeara’ di Limboro Rambu-rambu untuk diminta
kesediaanya membantu Pamboang.
Tokeara’ pun
berangkat ke Pamboang dengan membawa dua ekor anjing pelacak yang bernama
Ibokka danb Isarebong. Dalam tugas yang dilaksanakan tersebut, Tokeara’ berhasil
menumpas para pengacau tersebut, memenggalnya satu demi satu lalu dibawa ke
Pamboang kemudian kembali ke Sendana dengan diam-diam tanpa menemui terlebih
dahulu Raja Pamboang, Tomemmara-mara’dia untuk berpamitan. Mendengar laporan
dari masyarakat tentang keberhasilan Tokeara’ kemudian pulang secara diam-diam,
Raja Pamboang segera mengirim orang untuk menyusul Tokeara’ dan meminta
kesediaanya untuk ke istana menemui Raja Pamboang sebelum pulang kembali ke
Sendana. Di perjalanan, utusan Raja Pamboang tersebut berhasil menemui Tokeara’
yang sedang beristirahat dan langsung menyampaikan pesan dari Raja Pamboang.
Namun karena merasa lelah, Tokeara’ berbalik meminta agar Raja Pamboang yang
berkenan menemuinya. Utusan tersebut segara balik ke Pamboang dan menyampaikannya
pesan tersebut ke Raja Pamboang. Akhirnya Raja Pamboang berangkat bersama
beberapa pengawal dan sepasang muda-mudi yang akan diberikan sebagai tanda
terima kasih.
Tempat dari
kejadian ini mulai dikenal dengan nama Tadzuang, asal kata dari tadzu (daun
sirih), yaitu tempat beristirahat Tokeara’ sambil makan sirih di atas batu
sampai Raja Pamboang tiba.
Dari pertemuan Raja Pamboang dan
Tokeara’ ini dikenal adanya sebuah pesan atau pura loa di Tadzuang, yaitu
sebagai berikut : Iyamo di’e (mesa tommuane mesa towaine) tanda riona Lita di
Pamboang lao di Puang Tosiwawa Ada’ namalluppui namalah lao di Sendana, di
Lomboro Rambu-rambu. Nauamo Puang Tosiwawa Adaq ; utarimai tanda riona lita di
Pamboang, nasaba’ Tomemmara-mara’dia di Pamboang. Sanggadzi mesa, bei Lita
ingganna naulle nauma ma’guliling, nana potuo siola ana’ appona, anna dziang
naleppangi anaq appou moaq tamba’i memarangi landur. Mottommo’o dini. Ana’
appou anna ana’ appomu i’da mala sipa’andei kira-kira, i’da toi mala mupaloliq
di barung-barung moa’ melo’i mappassau occommi mua nasambongi. Tettoi i’o,
madzondong duambongi anna magarringo’o, tanni paumo moa diang mappandeo
peo’dong namappadzunduo pelango, pellambi’o di Sendana. Tanna jollo’o taruno
tanna lalango’o pe’illong di lita Pamboang, moa ta’ilalang pa’issangannai
Sendana tanna patuppu di adza’ tanna paleteo di rapang, otandi adza’ otandi
rapang di Sendana. Nauamo Tomemmara-mara’dia di Pamboang; uammongi ta’ubabarang
pe’ananna tosiwawa adza’,nau pappasangang diana’appou lita’ di Pamboang. Terjemahan
:
Inilah (seorang lelaki dan
seorang perempuan) sebagai persembahan tanda terima kasih kerajaan Pamboang
kepada Puang Tosiwawa Adza’ untuk dibawa ke Sendana, Limboro Rambu-rambu. Berkata
Puang Tosiwawa Adza’ ; saya terima persembahan dari kerajaan pamboang, hanya
saja berikan mereka tanah seluas yang mampu mereka garap di sekitar sini, untuk
bekal hidup bersama anak cucunya, agar ada tempat singgah anak cucu saya bila
kehausan atau lapar disaat melewati tempat ini. Tinggallah kalian disini. Anak
cucu saya dan anak cucu kalian tidak boleh saling iri. Jangan biarkan anak cucu
saya berbaring melepaskan lelah di atas balai-balai jika dia singgah apalagi
bila mau menginap disini. Begitu juga kamu, bila suatu saat kamu sakit apalagi
bila ada yang menyakitimu, datanglah ke Sendana. Kamu tidak diperintah Kerajaan
Pamboang ataupun disuruh tanpa sepengetahuan Sendana, juga tidak dikenakan
hukum dan peraturan di Pamboang yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan di
Sendana. Berkata Tommemara-mara’dia ; saya pegang teguh segala apa yang
ditetapkan Puang Tosiwawa Adza’ dan akan kuamanahkan pada anak cucuku nanti. Jadi,
sepasang muda-mudi tersebut tidak dibawa ke Sendana tapi dibiarkan menetap di
daerah Tadzuang tersebut yang akhirnya terbentuk sebuah perkampungan. Dan
sesuai pesan Tokeara’, masyarakat di Tadzuang tidak diperintah oleh Pamboang
tanpa sepengetahuan Sendana serta dikena hukum dan aturan dari kerajaan
Pamboang jika tidak sesuai dengan hukum yang ada di Sendana.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment