Monday, 30 November 2015

Cerita Dari Sulawesi Barat

“Cerita di balik Daerah Tadzuang Pamboang”
Cerita Dari Sulawesi Barat



Suatu ketika, sebelum anak Tomakaka' di Peurangang menantu raja Puttanoe’ Sendana menjadi Raja di Pamboang, kekacauan terjadi akibat serangan secara sembunyi-sembunyi dari orang atau pihak yang tidak dikenal. Penyerang itu datang dari gunung/hutan yang setiap malam membunuh masyarakat di wilayah pamboang.
Diutuslah orang untuk menemui Kerajaan Sendana meminta bantuan untuk mengatasi para pengacau tersebut. Raja Sendana mengirim dua orang Suro Tannipasang (diplomat berkuasa penuh) menemui Tokeara’ di Limboro Rambu-rambu untuk diminta kesediaanya membantu Pamboang.
Tokeara’ pun berangkat ke Pamboang dengan membawa dua ekor anjing pelacak yang bernama Ibokka danb Isarebong. Dalam tugas yang dilaksanakan tersebut, Tokeara’ berhasil menumpas para pengacau tersebut, memenggalnya satu demi satu lalu dibawa ke Pamboang kemudian kembali ke Sendana dengan diam-diam tanpa menemui terlebih dahulu Raja Pamboang, Tomemmara-mara’dia untuk berpamitan. Mendengar laporan dari masyarakat tentang keberhasilan Tokeara’ kemudian pulang secara diam-diam, Raja Pamboang segera mengirim orang untuk menyusul Tokeara’ dan meminta kesediaanya untuk ke istana menemui Raja Pamboang sebelum pulang kembali ke Sendana. Di perjalanan, utusan Raja Pamboang tersebut berhasil menemui Tokeara’ yang sedang beristirahat dan langsung menyampaikan pesan dari Raja Pamboang. Namun karena merasa lelah, Tokeara’ berbalik meminta agar Raja Pamboang yang berkenan menemuinya. Utusan tersebut segara balik ke Pamboang dan menyampaikannya pesan tersebut ke Raja Pamboang. Akhirnya Raja Pamboang berangkat bersama beberapa pengawal dan sepasang muda-mudi yang akan diberikan sebagai tanda terima kasih.
Tempat dari kejadian ini mulai dikenal dengan nama Tadzuang, asal kata dari tadzu (daun sirih), yaitu tempat beristirahat Tokeara’ sambil makan sirih di atas batu sampai Raja Pamboang tiba.
Dari pertemuan Raja Pamboang dan Tokeara’ ini dikenal adanya sebuah pesan atau pura loa di Tadzuang, yaitu sebagai berikut : Iyamo di’e (mesa tommuane mesa towaine) tanda riona Lita di Pamboang lao di Puang Tosiwawa Ada’ namalluppui namalah lao di Sendana, di Lomboro Rambu-rambu. Nauamo Puang Tosiwawa Adaq ; utarimai tanda riona lita di Pamboang, nasaba’ Tomemmara-mara’dia di Pamboang. Sanggadzi mesa, bei Lita ingganna naulle nauma ma’guliling, nana potuo siola ana’ appona, anna dziang naleppangi anaq appou moaq tamba’i memarangi landur. Mottommo’o dini. Ana’ appou anna ana’ appomu i’da mala sipa’andei kira-kira, i’da toi mala mupaloliq di barung-barung moa’ melo’i mappassau occommi mua nasambongi. Tettoi i’o, madzondong duambongi anna magarringo’o, tanni paumo moa diang mappandeo peo’dong namappadzunduo pelango, pellambi’o di Sendana. Tanna jollo’o taruno tanna lalango’o pe’illong di lita Pamboang, moa ta’ilalang pa’issangannai Sendana tanna patuppu di adza’ tanna paleteo di rapang, otandi adza’ otandi rapang di Sendana. Nauamo Tomemmara-mara’dia di Pamboang; uammongi ta’ubabarang pe’ananna tosiwawa adza’,nau pappasangang diana’appou lita’ di Pamboang. Terjemahan :
Inilah (seorang lelaki dan seorang perempuan) sebagai persembahan tanda terima kasih kerajaan Pamboang kepada Puang Tosiwawa Adza’ untuk dibawa ke Sendana, Limboro Rambu-rambu. Berkata Puang Tosiwawa Adza’ ; saya terima persembahan dari kerajaan pamboang, hanya saja berikan mereka tanah seluas yang mampu mereka garap di sekitar sini, untuk bekal hidup bersama anak cucunya, agar ada tempat singgah anak cucu saya bila kehausan atau lapar disaat melewati tempat ini. Tinggallah kalian disini. Anak cucu saya dan anak cucu kalian tidak boleh saling iri. Jangan biarkan anak cucu saya berbaring melepaskan lelah di atas balai-balai jika dia singgah apalagi bila mau menginap disini. Begitu juga kamu, bila suatu saat kamu sakit apalagi bila ada yang menyakitimu, datanglah ke Sendana. Kamu tidak diperintah Kerajaan Pamboang ataupun disuruh tanpa sepengetahuan Sendana, juga tidak dikenakan hukum dan peraturan di Pamboang yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan di Sendana. Berkata Tommemara-mara’dia ; saya pegang teguh segala apa yang ditetapkan Puang Tosiwawa Adza’ dan akan kuamanahkan pada anak cucuku nanti. Jadi, sepasang muda-mudi tersebut tidak dibawa ke Sendana tapi dibiarkan menetap di daerah Tadzuang tersebut yang akhirnya terbentuk sebuah perkampungan. Dan sesuai pesan Tokeara’, masyarakat di Tadzuang tidak diperintah oleh Pamboang tanpa sepengetahuan Sendana serta dikena hukum dan aturan dari kerajaan Pamboang jika tidak sesuai dengan hukum yang ada di Sendana.

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”





No comments:

Post a Comment