“Jaka
Budug dan Putri Kemuning”
Cerita
Rakyat Jawa Timur
Di daerah Ngawi,
Jawa Timur, tersebutlah seorang raja bernama Prabu Aryo Seto yang bertahta di
Kerajaan Ringin Anom. Prabu Aryo Seto adalah seorang raja yang adil dan
bijaksana. Ia mempunyai seorang putri yang rupawan bernama Putri Kemuning.
Sesuai namanya, tubuh sang Putri sangat harum bagaikan bunga kemuning. Suatu
hari, Putri Kemuning tiba-tiba terserang penyakit aneh. Tubuhnya yang semula
berbau harum, tiba-tiba mengeluarkan bau yang tidak enak. Melihat kondisi
putrinya itu, Sang Prabu menjadi sedih karena khawatir tak seorang pun pangeran
atau pemuda yang mau menikahi putrinya itu. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
baginda, seperti memberikan putrinya obat-obatan tradisional berupa daun
kemangi dan beluntas, namun penyakit sang putri belum juga sembuh. Sang Prabu
juga telah mengundang seluruh tabib yang ada di negerinya, namun tak seorang
pun yang mampu menyembuhkan sang Putri. Hati Prabu Aryo Seto semakin resah. Ia
sering duduk melamun seorang diri memikirkan nasib malang yang menimpa putri
semata wayangnya. Suatu ketika, tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk
melakukan semedi dan meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar
penyakit langka yang menimpa putrinya dapat disembuhkan. Pada saat tengah
malam, Sang Prabu dengan tekad kuat dan hati yang suci melakukan semedi di
dalam sebuah ruang tertutup di dalam istana. Pada saat baginda larut dalam
semedi, tiba-tiba terdengar suara bisikan yang sangat jelas di telinganya.
“Dengarlah, wahai Prabu Aryo Seto! Satu-satunya obat yang dapat menyembuhkan
penyakit putrimu adalah daun sirna ganda. Daun itu hanya tumbuh di dalam gua di
kaki Gunung Arga Dumadi yang dijaga oleh seekor ular naga sakti dan selalu
menyemburkan api dari mulutnya,” demikian pesan yang disampaikan oleh suara
gaib itu. Keesokan harinya, Prabu Aryo Seto segera mengumpulkan seluruh
rakyatnya di alun-alun untuk mengadakan sayembara. “Wahai, seluruh rakyatku!
Kalian semua tentu sudah mengetahui perihal penyakit putriku. Setelah semalam
bersemedi, aku mendapatkan petunjuk bahwa putriku dapat disembuhkan dengan daun
sirna ganda yang tumbuh di gua di kaki Gunung Arga Dumadi.
Barang siapa
yang dapat mempersembahkan daun itu untuk putriku, jika ia laki-laki akan
kunikahkan dengan putriku. Namun, jika ia perempuan, ia akan kuangkat menjadi
anakku,” ujar Sang Prabu di depan rakyatnya. Mendengar pengumuman itu, seluruh
rakyat Kerajaan Ringin Anom menjadi gempar. Berita tentang sayembara itu pun
tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Banyak warga yang tidak berani
mengikuti sayembara tersebut karena mereka semua tahu bahwa gua itu dijaga oleh
seekor naga yang sakti dan sangat ganas. Bahkan, sudah banyak warga yang
menjadi korban keganasan naga itu. Meski demikian, banyak pula warga yang
memberanikan diri untuk mengikuti sayembara tersebut karena tergiur oleh hadiah
yang dijanjikan oleh Sang Prabu. Setiap orang pasti akan senang jika menjadi
menantu atau pun anak angkat raja. Salah seorang pemuda yang ingin sekali
mengikuti sayembara tersebut adalah Jaka Budug. Jaka Budug adalah pemuda miskin
yang tinggal di sebuah gubuk reyot bersama ibunya di sebuah desa terpencil di
dalam wilayah Kerajaan Ringin Anom. Ia dipanggil “Jaka Budug” karena mempunyai
penyakit langka, yaitu seluruh tubuhnya dipenuhi oleh penyakit budug. Penyakit
aneh itu sudah dideritanya sejak masih kecil. Meski demikian, Jaka Budug adalah
seorang pemuda yang sakti. Ia sangat mahir dan gesit memainkan keris pusaka
yang diwarisi dari almarhum ayahnya. Dengan kesaktiannya itu, ia ingin sekali
menolong sang Putri. Namun, ia merasa malu dengan keadaan dirinya. Sementara
itu, para peserta sayembara telah berkumpul di kaki Gunung Arga Dumadi untuk
menguji kesaktian mereka. Sejak hari pertama hingga hari keenam sayembara itu
dilangsungkan, belum satu pun peserta yang mampu mengalahkan naga sakti itu.
Jaka Budug pun semakin gelisah mendengar kabar itu. Pada hari ketujuh, Jaka
Budug dengan tekadnya yang kuat memberanikan diri datang menghadap kepada Sang
Prabu. Di hadapan Prabu Aryo Seto, ia memohon izin untuk ikut dalam sayembara
itu. “Ampun, Baginda! Izinkan hamba untuk mengikuti sayembara ini untuk
meringankan beban Sang Putri,” pinta Jaka Budug. Prabu Aryo Seto tidak
menjawab. Ia terdiam sejenak sambil memperhatikan Jaka Budug yang tubuhnya
dipenuhi bintik-bintik merah. “Siapa kamu hai, anak muda? Dengan apa kamu bisa
mengalahkan naga sakti itu?” tanya Sang Prabu. “Hamba Jaka Budug, Baginda.
Hamba akan mengalahkan naga itu dengan keris pusaka hamba ini,” jawab Jaka
Budug seraya menunjukkan keris pusakanya kepada Sang Prabu. Pada mulanya, Prabu
Aryo Seto ragu-ragu dengan kemampuan Jaka Budug. Namun, setelah Jaka Budug
menunjukkan keris pusakanya dan tekad yang kuat, akhirnya Sang Prabu
menyetujuinya. “Baiklah, Jaka Budug! Karena tekadmu yang kuat, maka keinginanmu
kuterima. Semoga kamu berhasil!” ucap Sang Prabu. Jaka Budug pun berangkat ke
Gunung Arga Dumadi dengan tekad membara. Ia harus mengalahkan naga itu dan
membawa pulang daun sirna ganda. Setelah berjalan cukup jauh, sampailah ia di
kaki gunung
Arga Dumadi.
Dari kejauhan,
ia melihat semburan-semburan api yang keluar dari mulut naga sakti penghuni
gua. Ia sudah tidak sabar ingin membinasakan naga itu dengan keris pusakanya.
Jaka Budug melangkah perlahan mendekati naga itu dengan sangat hati-hati.
Begitu ia mendekat, tiba-tiba naga itu menyerangnya dengan semburan api. Jaka
Budug pun segera melompat mundur untuk menghindari serangan itu. Naga itu terus
bertubi-tubi menyerang sehingga Jaka Budug terlihat sedikit kewalahan.
Lama-kelamaan, kesabaran Jaka Budug pun habis. Ketika naga itu lengah, Jaka
Budug segera menghujamkan kerisnya ke perut naga itu. Darah segar pun memancar
dari tubuh naga itu dan mengenai tangan Jaka Budug. Sungguh ajaib, tangan Jaka
Budug yang terkena darah sang naga itu seketika menjadi halus dan bersih dari
penyakit budug. Melihat keajaiban itu, Jaka Budug semakin bersemangat ingin
membinasakan naga itu. Dengan gesitnya, ia kembali menusukkan kerisnya ke leher
naga itu hingga darah memancar dengan derasnya. Naga sakti itu pun tewas seketika.
Jaka Budug segera mengambil darah naga itu lalu mengusapkan ke seluruh badannya
yang terkena penyakit budug. Seketika itu pula seluruh badannya menjadi bersih
dan halus. Tak sedikit pun bintik-bintik merah yang tersisa. Kini, Jaka Budug
berubah menjadi pemuda yang sangat tampan. Setelah memetik beberapa lembar daun
sirna ganda di dalam gua, Jaka Budug segera pulang ke istana dengan perasaan
gembira. Setibanya di istana, Prabu Aryo Seto tercengang ketika melihat Jaka
Budug yang kini kulitnya menjadi bersih dan wajahnya berseri-seri. Sang Prabu
hampir tidak percaya jika pemuda di hadapannya itu Jaka Budug. Namun, setelah
Jaka Budug menceritakan semua peristiwa yang dialaminya di kaki Gunung Arga
Dumadi, barulah Sang Prabu percaya dan terkagum-kagum. Jaka Budug kemudian
mempersembahkan daun sirna ganda yang diperolehnya kepada Sang Prabu. Sungguh
ajaib, Putri Kemuning kembali sehat setelah memakan daun sirna ganda itu. Kini,
tubuh Sang Putri kembali berbau harum bagaikan bunga kemuning. Prabu Aryo Seto
pun menetapkan Jaka Budug sebagai pemenang sayembara tersebut. Sesuai dengan
janjinya, Sang Prabu segera menikahkan Jaka Budug dengan putrinya, Putri
Kemuning. Selang berapa lama setelah mereka menikah, Prabu Aryo Seto meninggal
dunia. Setelah itu, Jaka Budug pun dinobatkan menjadi pewaris tahta Kerajaan
Ringin Anom. Jaka Budug dan Putri Kemuning pun hidup berbahagia.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment