“Jaka
Kendhil Cerita”
Rakyat Jawa Tengah
Di daerah Jawa
Tengah, Indonesia, hiduplah seorang raja bernama Asmawikana yang bertahta di
Kerajaan Ngambar Arum. Raja Asmawikana mempunyai seorang permaisuri bernama
Prameswari dan seorang selir bernama Dewi Dursilawati. Namun ia belum mempunyai
seorang putra mahkota yang kelak akan meneruskan tahta kerajaan. Hal ini
membuat hati sang Raja menjadi sedih. Setiap hari ia selalu duduk termenung di
singgasananya. Sebenarnya, Prameswari sudah dua kali mengandung, tetapi dua kali
juga keguguran. Penyebab Prameswari keguguran karena ulah Dewi Dursilawati yang
iri hati kepadanya. Ia mencampuri racun ke dalam makanan dan minuman Prameswari
secara diam-diam. Dewi Dursilawati melakukan hal itu karena ia menginginkan
putra yang lahir dari rahimnyalah yang akan menggantikan kedudukan Raja
Asmawikana kelak. Pada suatu sore, ketika Raja Asmawikana sedang duduk
termenung di singgasananya, tiba-tiba muncul perasaan curiga terhadap selirnya
Dewi Dursilawati. “Wah, jangan-jangan Dewi Dursilawati telah mencampurkan racun
ke dalam makanan Prameswari,” pikirnya. Sejak itu, Raja Asmawikana selalu
memperhatikan kesehatan Prameswari, khususnya dalam hal makanan. Ketika
Prameswari mengandung putranya yang ketiga, ia pun memerintahkan kepada para dayang-dayang
istana agar memeriksa makanan dan minuman yang akan dihidangkan kepada
Prameswari dan mengawasi sang permaisuri pada saat makan. “Wahai,
Dayang-dayang! Ingat, jangan biarkan permaisuri Prameswari makan dan minum
tanpa sepengetahuan kalian! Kalian harus mengawasi semua hidangan yang akan
disantapnya!” titah Raja Asmawikana. “Baik, Baginda!” jawab dayang-dayang
tersebut serentak. Sejak itu, segala kebutuhan makanan dan minuman Prameswari
senantiasa dalam pengawasan para dayang-dayang istana. Dengan demikian, Dewi
Dursilawati tidak dapat lagi meracuni Prameswari. Namun, selir raja yang licik
itu tidak kehabisan akal. Ia pergi ke seorang nenek dukun untuk meminta bantuan
agar menyihir bayi yang ada di dalam kandungan Prameswari.
“Hai, Nenek
Dukun! Aku ingin meminta bantuanmu! Sihirlah bayi yang ada di dalam kandungan
Prameswari supaya menjadi cacat!” pinta Dewi Dursilawati. Nenek sihir itu pun
bersedia mengabulkan permintaan Dewi Dursilawati. Begitu kandungan Prameswari
berusia sembilan bulan, dukun itu menyihir bayi yang tak berdosa itu. Tak
berapa lama kemudian, Prameswari pun melahirkan seorang anak laki-laki.
Alangkah terkejutnya keluarga istana, terutama Raja Asmawikana, ketika melihat
putranya lahir dalam keadaan cacat, yaitu kepalanya berbentuk kendhil (panci).
Ia dan permaisurinya sangat sedih melihat keadaan putra mereka. Sang Permaisuri
menangis siang dan malam. Meski demikian, mereka tetap menerima keadaan itu
dengan lapang dada. Bayi yang diberi nama Jaka Kendhil itu mereka rawat dengan
penuh kasih sayang. Namun, Raja Amawikana tidak ingin putranya cacat seumur
hidup. Untuk itu, ia pun memerintahkan pengawalnya untuk memanggil seorang
pertapa yang terkenal sakti mandraguna untuk melihat keadaan putranya. Pada
suatu hari, pertapa itu pun datang ke istana menghadap kepada Raja Asmawikana.
“Ampun, Gusti! Apa yang bisa hamba bantu?” tanya pertapa itu sambil memberi
hormat. Raja Asmawikana pun menceritakan perihal keadaan putranya yang lahir
dalam keadaan cacat itu. “Wahai, Pertapa! Apakah kamu mengetahui penyebab
penyakit yang diderita putraku? Apakah penyakitnya masih bisa disembuhkan?”
tanya Raja Asmawikana dengan perasaan haru. “Ampun, Gusti! Menurut pengetahuan
hamba, putra paduka terkena sihir. Sebaiknya paduka menitipkan putra paduka
kepada seorang nenek yang bernama Mbok Rondho. Ia tinggal di pinggir sungai di
wilayah perbatasan kerajaan paduka. Suatu hari kelak, putra paduka akan menjadi
kesatria setelah menikah dengan seorang putri raja,” ramal pertapa itu. “Terima
kasih atas bantuanmu, Pertapa!” ucap Raja Asmawikana. Setelah mendapat saran
dari sang pertapa, Raja Asmawikana segera mengirim utusan untuk menitipkan
putranya kepada Mbok Rondho. Ia juga memerintahkan beberapa pengawalnya yang
lain untuk menangkap dukun yang telah menyihir putranya untuk dihukum pancung.
Namun sayang, dukun itu telah kabur dari rumahnya untuk menyelamatkan diri.
Rupanya, Dewi Dursilawati telah memberitahu perihal penangkapan itu kepada si
dukun. Sementara itu di tempat lain, para utusan raja telah tiba di rumah Mbok
Rondho untuk menyerahkan Jaka Kendhil. “Mbok Rondho! Kami adalah utusan Raja
Asmawikana. Kanjeng Gusti memerintahkan kami untuk menitipkan putranya kepada
Mbok. Sebagai ucapan terima kasih, Kanjeng Gusti juga menitipkan emas, intan,
dan permata untuk bekal hidup Mbok bersama Jaka Kendhil,” pesan salah seorang
utusan. Mbok Rondho pun menerima Jaka Kendhil dengan senang hati. Ia berjanji
akan merawat dan membesarkan Jaka Kendhil dengang penuh kasih sayang. Sejak
itu, Jaka Kendhil berada di bawah asuhan Mbok Rondho. Ketika Jaka Kendhil
berumur belasan tahun, Mbok Rondho sering mengajaknya ke pasar dan ke ladang.
Jaka Kendhil
adalah anak yang rajin, baik hati, dan suka membantu orang-orang yang sedang
kesusahan. Tak heran, jika semua orang sayang kepadanya. Waktu berjalan begitu
cepat. Jaka Kendhil pun tumbuh menjadi pemuda dewasa. Ia pun semakin rajin
membantu ibu angkatnya bekerja di ladang. Ia juga suka membantu masyarakat di
sekitarnya yang membutuhkan tenaganya. Pada suatu hari, raja dari negeri seberang
dengan rombongannya sedang mengadakan rekreasi di sungai di dekat Dusun Kasihan
tempat tinggal Mbok Rondho dan Jaka Kendhil. Dalam rombongan tersebut hadir
pula permaisuri dan putrinya yang jelita bernama Putri Ngapunten. Masyarakat
Dusun Kasihan pun berbondong-bondong untuk melihat rombongan raja yang sedang
berekreasi tersebut. Tak terkecuali Jaka Kendhil dan Mbok Rondho. Saat pertama
kali melihat Putri Ngapunten, Jaka Kendhil pun langsung jatuh hati. Ia terus
menatap wajah putri raja yang cantik nan rupawan itu hingga rombongan raja
tersebut kembali ke negerinya. Bahkan, di sepanjang perjalanan pulang ke
rumahnya, wajah cantik Putri Ngapunten selalu terbayang-bayang di hadapannya.
Jaka Kendhil benar-benar jatuh hati kepada Putri Ngapunten dan berniat untuk
meminangnya. Setibanya di rumah, ia pun menyampaikan niat tersebut kepada ibu
angkatnya. “Bu! Jaka jatuh hati kepada putri raja dari negeri seberang itu.
Bersediakah Ibu melamarnya untukku?” pinta Jaka Kendhil. Alangkah terkejutnya
Mbok Rondho mendengar permintaan putra angkatnya itu. “Ah, kamu jangan meminta
yang aneh-aneh, Putraku! Mana mungkin Raja Negeri Seberang itu akan menerima
pinanganmu dengan keadaanmu seperti ini. Apalagi dia itu putri raja
satu-satunya. Sebaiknya, kamu urungkan saja niatmu itu, Putraku!” kata Mbok
Rondho menasehati Jaka Kendhil. “Tidak, Bu! Apa salahnya jika Ibu mencobanya
dulu,” desak Jaka Kendhil. Mulanya, Mbok Rondho menolak untuk memenuhi
permintaan Jaka Kendhil. Namun, karena terus didesak, akhirnya ia pun bersedia
untuk memenuhi permintaan putra kesayangannya itu. Ia pun segera ke istana
untuk menyampaikan niat Jaka Kendhil kepada Raja Asmawikana. Penguasa Kerajaan
Ngambar Arum yang bijak itu pun menyetujuinya. “Baiklah, Mbok Rondho! Aku
merestui putraku menikah dengan Raja Ngapunten. Tapi, aku mohon Mbok Rondho
yang datang ke Kerajaan Seberang untuk meminang putri raja itu. Aku akan
menyiapkan segala keperluan pinangan ini dan mengutus beberapa pengawalku untuk
mendampingimu ke sana,” pinta Raja Asmawikana. Mbok Rondho pun tidak kuasa
untuk menolak permintaan Raja Asmawikana. Pada hari yang telah ditentukan, Mbok
Rondo bersama utusan raja pun berangkat ke Kerajaan Seberang dengan membawa
perhiasan emas dan intan permata untuk dipersembahkan kepada putri raja.
Pada malam sebelum
Mbok Rondho berangkat ke Kerajaan Seberang, Jaka Kendhil berdoa kepada Tuhan
Yang Mahakuasa agar pinangannya diterima. Berkat doanya tersebut, Tuhan pun
membuka hati Raja Negeri Seberang melalui mimpi. Suatu malam, sang Raja
bermimpi kejatuhan sebuah kendhil. Ajaibnya, ketika kendhil itu diberikan
kepada putrinya, kendhil itu tiba-tiba berubah menjadi seorang kesatria yang
gagah dan tampan. Raja Negeri Seberang pun berharap mimpi tersebut menjadi
kenyataan. Maka, ketika Mbok Rondho bersama utusan Raja Asmawikana datang
meminang putrinya, ia pun langsung menerimanya. “Pinangan Jaka Kendhil saya
terima. Kembalilah ke negeri kalian untuk menyampaikan berita gembira ini
kepada Raja Asmawikana! Sampaikan kepadanya bahwa pesta pernikahan Jaka Kendhil
dengan putriku akan dilaksanakan pekan depan!” seru Raja Negeri Seberang.
“Baik, Gusti!” ucap Mbok Rondho dengan senang hati. Mbok Rondho bersama utusan
raja pun mohon diri kembali ke istana untuk menemui Raja Asmawikana. Mendengar
berita gembira tersebut, Raja Asmawikana segera memerintahkan seluruh
pengawalnya untuk menyiapkan segala keperluan pesta pernikahan putranya. Pada
hari yang telah ditentukan, pesta pernikahan Jaka Kendhil dengan Raja Ngapunten
pun dilangsungkan dengan meriah di istana Negeri Seberang. Pesta tersebut
dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari. Undangan yang hadir pun
datang dari berbagai penjuru negeri. Ketika Jaka Kendhil dan Raja Ngapunten
sedang duduk bersanding di atas pelaminan, para undangan tiba-tiba menjadi
gaduh. Banyak di antara mereka yang menyesali atas pernikahan tersebut, karena
kedua mempelai bukanlah pasangan yang serasi. Raja Ngapunten adalah seorang
putri raja yang cantik nan rupawan, sedangkan Jaka Kendhil putra raja yang
memiliki bentuk kepala yang sangat buruk, yakni menyerupai kendhil. Di tengah
kegaduhan tersebut, tiba-tiba terjadi peristiwa ajaib. Jaka Kendhil tiba-tiba
menghilang entah ke mana, sehingga Raja Ngapunten tampak duduk seorang diri di
atas pelaminan. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba seorang pemuda tampan dan
gagah muncul di antara kerumunan undangan, lalu berjalan menuju ke pelaminan
dan duduk di samping Raja Ngapunten. Para undangan tersentak kaget bercampur
rasa senang ketika menyaksikan peristiwa ajaib itu. Mereka baru menyadari bahwa
ternyata Jaka Kendhil adalah seorang putra raja yang tampan dan gagah.
Akhirnya, pesta pernikahan berlanjut dengan suasana meriah. Para undangan pun
merasa senang dan gembira menyaksikan kedua mempelai pengantin yang duduk di
pelaminan. Kini, kedua mempelai tersebut telah menjadi pasangan yang sangat
serasi. Mereka hidup bahagia dan harmonis dalam menjalani bahtera rumah tangga.
Tidak lama setelah menikah, Jaka Kendhil dinobatkan menjadi raja untuk
menggantikan ayahandanya yang usianya sudah mulai udzur. Seluruh keluarga
istana merasa sangat bahagia atas penobatan Jaka Kendhil sebagai raja, kecuali
Dewi Dursilawati. Ia merasa dengki dan iri hati, karena belum mendapat seorang
putra yang diharapkannya untuk menjadi raja. Karena perasaan dengki itu, ia
berniat untuk mencelekai istri Jaka Kendhil.
Namun, niat
busuk itu terlebih diketahui oleh Raja Asmawikana melalui petunjuk dari sang
pertapa, sehingga ia gagal melaksanakannya. Ia melarikan diri masuk ke dalam
hutan, karena takut mendapat hukuman dari Raja Asmawikana. Pada saat itulah, ia
terperosok masuk ke dalam jurang dan tewas seketika.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment