“Legenda
Batu Berambai ”
Cerita Rakyat
Bengkulu
Di daerah Rejang, Bengkulu ada sebuah
kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Ratu. Ia seorang pemimpin yang
adil dan bijaksana. Di bawah kepemimpinannya, kerajaan tersebut berkembang
menjadi sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Ratu mempunyai seorang putra
bernama Raden Serang Irang dan seorang putri bernama Putri Renong Bulan.Raden
Serang Irang adalah seorang pangeran yang tampan dan berbudi pekerti luhur.
Selain itu, ia juga mahir bermain silat dan menguasai ilmu peperangan. Tak
seorang pun di negeri itu yang mampu mengalahkan kepandaiannya. Sebagai putra
tertua, ia senantiasa menjaga dan melindungi adiknya. Siapa pun yang berani
mengganggu sang adik, maka dia akan membelanya walaupun nyawa taruhannya. Sementara
itu, Putri Renong Bulan adalah seorang putri yang cantik nan rupawan. Wajahnya
cerah dan berseri-seri memancarkan sinar keanggunan. Rambutnya panjang terurai
dan berwarna hitam berkilauan. Senyumnya pun sangat manis dan murah seolah-olah
memancarkan sinar kebahagiaan. Selain memiliki kecantikan yang luar biasa,
Putri Renong Bulan juga memiliki sifat lemah lembut dan amat pandai menenung.
Ia hampir setiap hari menghabiskan waktunya menenun kain dengan corak yang
indah. Dengan segala yang dimiliki tersebut, maka tidaklah mengerankan jika
sang putri menjadi kebanggaan keluarga istana. Suatu hari, ketika Putri Renong
Bulan sedang asyik menenung dan Raden Serang Irang sedang berlatih silat,
tiba-tiba dipanggil oleh sang ayah untuk menghadap. Keduanya pun menghentikan
kegiatan mereka dan segera memenuhi panggilan sang ayah. “Ada apa, Ayah? Kenapa
Ayah tiba-tiba memanggil kami menghadap?” tanya Raden Serang Irang penasaran.
Ratu hanya tersenyum sambil mengelus-elus jenggotnya yang sudah memutih.
“Begini, Putra-Putriku. Umur ayah sudah semakin tua dan tidak lama lagi Ayah
akan meninggalkan kalian,” kata Ratu.
“Kenapa Ayah berkata begitu? Bukankah
Ayah masih tampak sehat-sehat saja?” tanya Putri Renong Bulan heran. “Kamu
benar, Putriku. Meskipun Ayah tampak sehat, namun Ayah mempunyai firasat bahwa
Ayah tidak akan lama lagi hidup di dunia ini,” ungkap Ratu, ”Oleh karena itu,
jagalah diri kalian masing-masing!” Selanjutnya, Ratu berpesan kepada
putra-putrinya dengan ungkapan berikut. “Jika ingin merasakan asin, makanlah
garam! Jika ingin merasakan pedas, makanlah cabai!” “Kalau mau terpuji,
berkelakuanlah yang baik terhadap sesama!” lanjutnya, “Putraku Serdang, jagalah
adikmu baik-baik!” “Baik, Ayah. Kami akan selalu ingat semua Ayah,” jawab Raden
Serdang. Tak berapa berselang, Ratu meninggal dunia. Seluruh keluarga istana
dan rakyat negeri itu berkabung. Semuanya merasa sedih karena kehilangan
seorang raja adil dan bijaksana. Namun, kesedihan tersebut tidak berlangsung
lama karena tujuh hari setelah Ratu dimakamkan, Raden Serdang Irang dilantik
menjadi raja. Ia seorang pemimpin yang adil dan bijaksana mewarisi sifat-sifat
kempimpinan ayahnya. Bahkan, sejak menjadi raja, kerajaan tersebut mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Ia rajin menjalin hubungan kerjasama dengan
kerajaan-kerajaan lain. Kerajaan pertama yang diajak kerjasama adalah kerajaan
Sungai Lemau yang juga dipimpin oleh seorang raja muda. Kedua raja muda itu
saling mengunjungi satu sama lain ke kerajaan masing-masing. Suatu hari, ketika
berkunjung ke kerajaan Raja Serdang, Raja Sungai Lemau bertemu dengan Putri
Renong Bulan. Ia terpesona melihat kencatikan dan kemolekan perangai sang
Putri. Sejak itulah, Raja Sungai Lemau jatuh hati dan berniat untuk melamar
Putri Renong Bulan. Maka disampaikanlah niat itu kepada Raden Serdang. “Wahai,
sahabatku! Bagaimana kalau hubungan persahabatan ini kita lebih dekatkan lagi?”
pinta Raja Sungai Lemau. Raja Serdang pun mengerti maksud pertanyaan sahabatnya
itu. Namun, ia tidak bisa langsung menjawabnya. “Maaf, saudaraku. Saya tidak
berhak menjawab pertanyaan itu,” ucap Raja Serdang, “Menurut adat di negeri
ini, yang bersangkutanlah yang berhak menjawabnya. Oleh karena itu, saya akan
menanyakan hal ini kepada Putri Renong Bulan.” Saat ditanya, Putri Renong Bulan
hanya diam. Hal ini menandakan bahwa sang Putri bersedia menerima lamaran
tersebut. Pada hari yang disepakati, mereka pun ditunangkan. Pernikahan mereka
akan dilangsungkan pada bulan depan.
Sejak
bertunangan dengan sang Putri, Raja Sungai Lemau semakin rajin berkunjung ke
kerajaan Raja Serdang. Sementara itu di tempat lain, tersebutlah seorang raja
yang bertahta di sebuah kerajaan besar dan megah di Pulau Perca, Aceh. Raja itu
sudah lama mendengar mengenai kebesaran dan kemegahan kerajaan Raden Serdang.
Tidak hanya itu, kerajaan Raden Serdang juga sudah terkenal memiliki seorang
putri yang cantik jelita hingga ke berbagai negeri. Raja Pulau Perca negeri
yang mendengar kabar tersebut segera mengirim utusan untuk melamar Putri Renong
Bulan bagi putra mahkotanya. Utusan itu berangkat ke Rejang bersama beberapa
pengawal melalui laut dan sungai dengan menggunakan kapal besar. Setiba di
istana Raja Serdang, utusan itu segera menyampaikan lamaran putra mahkota
kerajaan mereka. Lamaran mereka pun langsung ditolak oleh Raja Serdang karena
adiknya telah bertunangan. Rupanya, utusan raja dari Aceh itu tidak rela
menerima penolakan tersebut. Mereka tetap memaksa untuk menikahkan sang putri
dengan putra mahkota kerajaan mereka. Raja Serdang pun bersi-keras untuk
menolak lamaran itu sehingga terjadilah pertempuran sengit antara kedua
kerajaan. Dalam pertempuran tersebut, Raden Serdang memimpin langsung
pasukannya dengan gagah berani sehingga pasukan kerajaan dari Aceh tersebut
terpukul mundur. Meski demikian, Raden Serdang bersama pasukannya tetap
berjaga-jaga. Mereka mendirikan sebuah benteng dari aur (bambu) dan duri yang
sangat kokoh mengelilingi kerajaan sehingga sulit ditembus oleh pasukan dari
Aceh. Sementara itu, pasukan kerajaan dari Aceh yang terpukul mundur tidak
langsung kembali ke negerinya. Mereka tetap berada di atas kapal yang bersandar
di pelabuhan. Setelah mengadakan perundingan, mereka mengirim seorang utusan
untuk memata-matai Raja Serdang dan pasukannya yang sedang berjaga-jaga di
sekitar benteng. Suatu pagi, seorang perempuan dari kerajaan Raden Serdang
keluar dari benteng hendak mencari ikan di sungai. Utusan yang telah menyamar
sebagai penduduk setempat segera mencegat perempuan itu. “Maaf, Bu. Bolehkah
saya mengganggu sebentar?” sapa utusan itu. “Ya, silakan! Barangkali ada yang
bisa saya bantu,” jawab perempuan itu. “Sebenarnya, apa yang amat disukai oleh
penduduk di sini?” tanya utusan itu. Dengan polosnya, perempuan itu pun
menjawab bahwa penduduk Negeri Rejang amat menyukai uang. Setelah itu,
perempuan berlalu tanpa merasa curiga sedikit pun. Sementara itu, sang utusan
segera kembali ke kapal untuk melapor kepada panglimanya. Mendengar laporan
tersebut, sang panglima segera memerintahkan pasukannya memenuhi aur dan duri
dengan uang kertas. Rakyat Raja Serdang yang tergiur melihat melihat uang
kertas tersebut beramai-ramai menebang aur sehingga terbukalah benteng yang
selama ini sulit ditembus. Melihat hal itu, pasukan dari kerajaan Aceh tidak
menyia-nyiakan kesempatan. Mereka segera masuk ke dalam istana dan berhasil
mengalahkan Raja Serdang dan pasukannya. Raja Serdang pun tewas dalam
penyerangan itu, sedangkan Putri Renong Bulan berhasil ditawan. Ia pun
meronta-ronta minta dilepaskan saat hendak dibawa naik ke kapal. “Kakak
Serdang, tolong aku!” teriak Putri Renong Bulan memanggil kakaknya. “Sudahlah,
Putri. Tidak akan ada lagi orang yang bisa menolongmu. Kakak dan tunanganmu
sudah tewas,” ujar panglima perang Aceh. “Pasukan! Ayo kembangkan layar kapal,
kita segera tinggalkan negeri ini!” seru sang panglima. Beberapa saat keudian,
kapal itu bergerak meninggalkan pelabuhan. Sang putri hanya bisa meratapi nasib
yang menimpa kakak dan para kerabatnya. Hatinya sangat sedih dan air matanya
terus menetes membasahi pipinya yang kemerah-merahan. Begitu kapal tersebu sampai
di muara sungai, sang Putri melihat Tapak Hitam dan Tapak Batu yang mengapit
muara.
Secara diam-diam, ia mendekati bibir
kapal. Rupanya, sang Putri ingin bunuh diri karena putus. “Daripada membei
malu, lebih baik mati bunuh diri,” ucapnya lirih. Usai berucap demikian, sang
Putri kemudian melompat dari kapal dan terjun ke dalam air. Pada saat ia
melompat, rambutnya yang panjang tetap terurai. Ajaibnya, tubuh sang Putri
perlahan-lahan berubah menjadi batu dengan rambut terurai. Batu penjelmaan
Putri Renong Bulan itu kemudian dinamakan Batu Berambai, yang artinya batu
berbulu halus dan panjang.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment