“Pengorbanan
Putri Kemarau”
Cerita
Rakyat Sumatra Selatan
Dahulu, di
Sumatra Selatan ada seorang putri raja bernama Putri Jelitani. Namun, ia akrab
dipanggil Putri Kemarau karena dilahirkan pada musim kemarau. Ia merupakan
putri semata wayang sang Raja. Ibunda sang Putri baru saja wafat. Sebagai putri
tunggal, ia pun amat disayangi oleh ayahnya. Sementara itu, ayahnya adalah
seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Negeri dan rakyatnya pun hidup makmur
dan tenteram. Suatu ketika, negeri itu dilanda kemarau yang sangat panjang. Sungai-sungai
kekeringan dan air danau pun menjadi surut. Padang rumput sudah hangus terbakar
terik matahari. Ternak-ternak warga banyak yang mati. Tanah menjadi kering dan
pecah-pecah sehingga hasil panen pun gagal. Warga banyak yang terserang
penyakit dan dilanda kelaparan. Melihat keadaan tersebut, sang Raja yang arif
dan bijaksana itu pun segera bertindak. Ia segera mencari peramal untuk mencari
jalan keluar dari kesulitan tersebut. Sudah banyak peramal yang ditemui, namun
belum seorang pun yang mampu memberinya jalan keluar. Suatu hari, sang Raja
mendengar kabar bahwa di suatu desa yang terpencil ada seorang peramal yang
terkenal sakti. Ia pun mendatangi peramal itu. “Wahai, tukang ramal. Negeriku
sedang dalam kesulitan. Tolong katakan bagaimana caranya mengatasi masalah
ini,” pinta sang Raja. “Baginda, petunjuk mengenai jalan keluar dari kesulitan
akan melalui mimpi putri Baginda,” jawab peramal itu. “Baiklah, kalau begitu.
Hal ini akan kutanyakan langsung kepada putriku,” kata sang Raja yang segera kembali
ke istana. Setiba di istana, sang Raja mendapati putrinya sedang duduk
termenung seorang diri di taman. “Ayahanda baru saja menemui seorang juru ramal
yang sakti,” kata sang Raja kepada putrinya. Mendengar itu, Putri Kemarau
sontak menatap wajah ayahandanya. “Apa kata juru ramal itu Ayahanda?” tanya
Putri Kemarau. “Menurut juru ramal itu bahwa petunjuk mengenai jalan keluar
dari kesulitan ini akan datang melalui mimpi Andanda. Apakah Ananda sudah
bermimpi tentang hal itu?” sang Raja balik bertanya.
“Belum,
Ayahanda,” jawab Putri Kemarau, “Tapi, alangkah baiknya jika semua masalah ini
kita serahkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa,” lanjut sang Putri. Alangkah
terkejutnya sang Raja mendengar perkataan putrinya. Ia tidak pernah mengira
sebelumnya jika putri kesayangannya itu memiliki pemikiran yang cerdas. Ia pun
menyadari kekeliruannya selama ini. “Benar juga katamu, Putriku. Perkataanmu
itu membuat Ayanda sadar. Maafkan Ayah, Putriku!” ucap raja yang bijaksana itu.
Putri Kemarau kemudian menyarankan kepada Ayandanya agar seluruh rakyat negeri
itu melakukan upacara berdoa bersama kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Maka, berkat
doa bersama tersebut, Putri Kemarau pun mendapat petunjuk melalui mimpinya.
Dalam mimpi itu, sang Putri didatangi oleh ibundanya. “Wahai, Putriku.
Kesulitan yang dialami negeri akan berubah jika ada seorang gadis yang mau
berkorban dengan menceburkan diri ke laut,” ujar ibu Putri Kemarau. Begitu
terjaga, sang Putri pun menceritakan perihal mimpi itu kepada ayahandanya.
Ternyata, sang Raja pun telah bermimpi mendapat bisikan gaib yang menyampaikan
pesan yang sama. Maka, pada esok harinya, sang Raja segera mengumpulkan seluruh
rakyatnya untuk menyampaikan pesan itu. “Wahai, seluruh rakyatku. Ketahuilah
bahwa negeri ini akan kembali makmur jika ada seorang gadis yang dengan ikhlas
mengorbankan dirinya mencebur ke dalam laut. Siapakah di antara kalian yang
ingin melakukannya demi kebaikan kita semua?” tanya sang Raja di depan
rakyatnya. Tapi, tak seorang pun gadis yang berani mengajukan diri. Di tengah
keheningan, tiba-tiba Putri Kemarau yang duduk di samping ayahandanya bangkit
dari tempat duduknya lalu berkata. “Ananda rela mengorbankan jiwa hamba dengan
ikhlas demi kemakmuran rakyat negeri ini,” kata Putri Kemarau dengan suara
lantang. Seketika seluruh yang hadir tersentak kaget, terutama sang Raja. Ia
tidak ingin anak semata wayangnya itu yang menjadi korbannya. “Jangan, Putriku.
Engkaulah satu-satunya milik Ayahanda. Engkaulah yang akan meneruskan tahta
kerajaan ini. Jangan lakukan itu, Putriku!” cegah sang Raja. Namun, Putri
Kemarau tetap pada pendiriannya. Keinginan sang Putri sudah tidak dapat
dibendung lagi. “Lebih baik Ananda saja yang menjadi korban daripada seluruh
rakyat negeri ini,” tegas sang Putri, “Barangkali ini sudah menjadi takdir Ananda.”
Sang Raja pun tak kuasa menahan keinginan putrinya. Maka, pada malam harinya,
sang Putri dengan diantar oleh ayahanda dan seluruh rakyat pergi ke ujung
tebing laut. Sebelum terjun ke laut, ia berpesan kepada ayahanda dan rakyatnya.
“Ikhlaskan
kepergian Ananda, maafkan semua kesalahan Ananda,” pinta sang Putri. Sang Raja
tak kuasa menahan rasa haru. Air matanya menetes membasahi kedua pipinya.
Namun, apa hendak dibuat, tak seorang pun yang sanggup menahan keinginan
putrinya. Putri Kemarau pun terjun ke laut. Bersamaan dengan terceburnya tubuh
sang Putri ke dalam air laut, langit menjadi mendung. Petir menyambar-nyambar
dan hujan pun turun dengan lebatnya. Dalam waktu singkat, seluruh wilayah
negeri itu pun digenangi air. Tentu saja hal itu menjadi pertanda bahwa
tumbuh-tumbuhan akan kembali menghijau dan tanah menjadi subur. Seluruh rakyat
negeri itu dirundung rasa suka cita, terutama sang Raja. Di satu sisi,
negerinya akan kembali makmur, namu di sisi lain ia telah kehilangan putri yang
amat disayanginya. Demikian pula yang dirasakan oleh seluruh rakyatnya. Hujan
semakin deras. Sang Raja dan rakyatnya pun segera meninggalkan tebing laut itu.
Setiba di istana, raja itu langsung tertidur karena kelelahan. Betapa
terkejutnya ia karena tiba-tiba mendengar suara bisikan yang menyuruhnya
kembali ke tebing laut. “Segeralah kembali ke tebing laut. Temuilah putrimu di
sana!” demikian pesan suara itu. Begitu terbangun, sang Raja bersama rakyatnya
pun bergegas kembali ke tebing itu. Sesampainya di sana, mereka mendapati Putri
Kemarau berdiri di atas sebuah karang di tengah laut dengan membawa penerangan
dan harapan baru. Rupanya, sang Putri diselamatkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa
karena keikhlasannya berkorban demi kepentingan orang banyak. Namun ajaibnya,
semula tidak ada batu karang di tengah laut itu. “Terima kasih, Tuhan! Engkau
telah menyelamatkan putriku,” ucap sang Raja. Usai berucap syukur, raja itu
segera memerintahkan pengawalnya untuk menjemput sang Putri dan membawanya
kembali ke istana. Beberapa tahun kemudian, sang Raja akhirnya menyerahkan
kekuasaannya kepada putrinya. Sejak itulah, Putri Kemarau menjadi ratu di
negeri tersebut. Ia memerintah dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup
makmur dan sejahtera.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment