“Tan
Talanai”
Cerita
Rakyat Jambi
Pada zaman
dahulu kala, Negeri Jambi dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana
bernama Dewa Sekerabah atau biasa dikenal si Pahit Lidah. Namun sayang, sang
raja tidak mempunyai keturunan sehingga ketika ia wafat, Negeri Jambi menjadi
kacau balau. Rakyatnya membentuk kelompok-kelompok dan kemudian saling
berperang satu sama lain. Kabar tentang kekacauan di Negeri Jambi tersebar
hingga ke berbagai penjuru. Mendengar kabar tersebut, Tan Talanai yang
memerintah di Rabu Menarah, Turki, berambisi untuk menguasai Negeri Jambi.
Dengan berbagai upaya, akhirnya ia berhasil mengusai negeri itu dan menjadi
raja di sana. Tan Talanai adalah raja yang arif dan bijaksana sehingga rakyat
negeri itu kembali damai, makmur, dan sejahtera. Seluruh rakyat menyukai gaya
kepemimpinan Tan Talanai. Sang raja pun amat bahagia karena merasa hidupnya
telah sempurna. Selain memiliki kekuasaan dan dihormati oleh rakyatnya, ia juga
mempunyai harta benda yang melimpah. Namun, ada satu hal yang selalu mengganjal
di pikiran Tan Talanai, yaitu karena ia belum mempunyai anak. Ia senantiasa
berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar dikaruniai keturunan. “Ya, Tuhan!
Berilah hamba seorang putra yang kelak akan menggantikan kedudukan hamba
sebagai pemimpin di negeri ini,” Tan Talanai memohon dengan khusyuk. Permintaan
Tan Talanai terkabul. Sebulan kemudian, sang permaisuri pun mengandung.
Alangkah senangnya hati Tan Talanai mendengar kabar tersebut. Ia selalu berdoa
semoga bayinya lahir dengan selamat. Beberapa bulan kemudian, sang permaisuri
melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Tan Talanai menyambutnya dengan
perasaan bahagia. Selang tiga hari setelah bayi itu lahir, Tan Talanai mendapat
laporan dari ahli nujum istana bahwa kehadiran bayi itu justru akan membawa
malapetaka bagi kerajaannya. “Malapetaka apa yang kamu maksud?” tanya Tan
Talanai kepada ahli nujumnya dengan cemas. “Suatu saat jika telah dewasa, anak
itu akan membunuh Baginda,” jawab si ahli nujum.
“Apa katamu? Dia
akan membunuhku?” tanya Tan Talanai dengan terkejut, “Oh, ini tidak mungkin
terjadi!” Raja Negeri Jambi itu mulanya ragu dengan apa yang baru saja
didengarnya. Namun karena amat percaya dengan ucapan si ahli nujum istana, maka
sang raja pun segera memerintahkan patihnya, Datuk Emping Besi, untuk membuang
putranya ke lautan. “Datuk Emping Besi, hanyutkan anak itu ke tengah laut!”
titah Tan Talanai. Datuk Emping Besi sebenarnya tidak tega membuang bayi itu,
namun karena perintah raja ia pun terpaksa melakukannya. Sementara itu, sang
permaisuri yang mengetahui anak semata wayangnya itu hendak dibuang ke laut
menjadi bersedih hati. Ia pun segera membujuk sang raja agar mengurungkan
niatnya. “Kanda, Dinda berharap Kanda tidak membuang putra kita satu-satunya,”
pinta sang permaisuri. “Masih ingatkah Kanda bahwa anak itu kita peroleh
setelah bertahun-tahun kita menunggu? Tapi, setelah karunia itu datang, justru
Kanda hendak menyia-nyiakannya.” “Tapi, Dinda. Apalah gunanya kita mempunyai
seorang putra jika kelak akan membunuh ayahnya sendiri?” sanggah Tan Talanai.
Sang permaisuri pun tidak kuasa mencegah keinginan Tan Talanai. Akhirnya, Datuk
Emping Besi bersama beberapa pengawal istana segera memasukkan bayi itu ke
dalam peti lalu membuangnya ke lautan lepas. Peti yang berisi bayi itu pun hanyut
terbawa arus gelombang laut hingga terdampar di perairan Negeri Siam (sekarang
negara Thailand). Sementara itu, ratu Negeri Siam yang bernama Tuan Putri
sedang asyik memancing di laut dengan menggunakan perahu bersama pengawalnya.
Saat itu, tiba-tiba ia melihat sebuah peti terapung di permukaan air laut.
“Hai, lihat ada peti yang hanyut?” seru Tuan Putri. Tuan Putri pun
memerintahkan kepada para pengawalnya untuk mengambil peti itu dan dinaikkan ke
atas perahu mereka. “Ayo, cepat buka peti itu!” ujar Tuan Putri penasaran.
“Baik, Tuan Putri!” jawab seorang pengawal seraya membuka penutup peti itu.
Alangkah terkejutnya Tuan Putri karena peti itu berisi seorang bayi laki-laki
mungil yang sedang tidur nyenyak. “Hai, anak siapa ini? Sungguh tega hati orang
tuanya yang telah membuangnya,” Tuan Putri berkata dengan perasaan iba..
Setelah
diperiksa, ternyata pada dinding peti itu terdapat sebuah tanda yang
menunjukkan bahwa bayi tersebut adalah putra Tan Talanai, sang Raja Jambi.
Meskipun demikian, Tuan Putri tetap membawa pulang bayi itu ke istananya.
Alangkah senangnya hati Tuan Putri karena memang sudah lama ia mendambakan
seorang anak. Sejak itu, putra Tan Talanai itu menjadi salah satu anggota
keluarga Kerajaan Siam. Di bawah asuhan Tuan Putri, bayi itu tumbuh menjadi
seorang anak yang cerdas dan sakti. Ia sangat mahir bermain silat karena sejak
kecil ia dilatih ilmu olah kanuragan oleh para pendekar Kerajaan Siam. Selain
itu, anak itu juga pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya. Suatu hari,
sepulang dari bermain bersama teman-temannya, anak itu duduk termenung seorang
diri di pendapa istana. Hatinya sedih karena teman-temannya sering
mengolok-oloknya bahwa ia tidak mempunyai ayah. Menyadari bahwa dirinya memang
selama ini hanya dirawat dan dibesarkan oleh Tuan Putri, ia pun segera menemui
ibunya itu untuk menanyakan siapa sebenarnya ayahnya. “Bu, bolehkah Ananda
menanyakan suatu hal kepada Ibu?” tanya anak itu. “Apa yang ingin kamu
tanyakan, Putraku?” Tuan Putri balik bertanya. “Begini, Bu. Ananda malu setiap
hari diolok-olok oleh teman-teman kalau Ananda tidak mempunyai Ayah. Kalau
boleh tahu siapa sebenarnya ayah Ananda, Bu?” Mendengar pertanyaan itu, Tuan
Putri menghela nafas panjang. Kemudian Tuan Putri menceritakan bahwa ayahnya
adalah seorang raja di Negeri Jambi yang bernama Tan Talanai. “Lalu, bagaimana
Ananda bisa berada di istana ini, Bu?” tanya anak itu bingung. “Hmmm… keadaan
ini memang sangat sulit untuk dipercaya, Putraku,” kata Tuan Putri. “Apa maksud
Ibu?” anak itu semakin bingung. “Ketahuilah, Putraku. Sebenarnya, aku bukanlah
ibu kandungmu. Ibu hanya menemukanmu terapung-apung di tengah laut saat kamu
masih bayi dan merawatmu. Kedua orang tuamu saat ini berada di Negeri Jambi,”
jelas Tuan Putri. Mendengar penjelasan itu, anak itu menjadi marah. Ia pun
bertekad untuk menghabisi nyawa ayahnya yang telah tega membuangnya sewaktu
masih bayi. “Dasar orang tua tidak berperasaan! Ia pantas dibinasakan!” geram
si anak menahan amarah. Anak itu pun menyusun rencana untuk melakukan
penyerangan ke Negeri Jambi pada tahun depan. Tuan Putri yang mengetahui
rencana itu, berupaya membujuk anak itu agar mengurungkan niatnya agar tidak
terjadi peperangan antara anak dengan orang tuanya sendiri. Namun, anak itu
tetap bertekad keras untuk menyerang kerajaan yang dipimpin oleh ayah
kandungnya itu. Akhirnya, Tuan Putri secara diam-diam mengirim utusan ke Negeri
Jambi untuk memberitahukan Tan Talanai mengenai rencana anaknya itu.
Di Negeri Jambi,
Tan Talanai yang telah mendengar berita tersebut menjadi marah. Ia pun
memerintahkan para menterinya untuk mempersiapkan pertahanan di sekitar ibukota
Negeri Jambi. Singkat cerita, genap satu tahun sudah berlalu. Putra Tan Talanai
bersama para pasukannya sedang bergerak menuju ke Jambi. Setiba di negeri itu,
perang antara dua pasukan yang masing-masing dipimpin oleh anak dan ayah itu
tidak dapat dihindari. Pasukan sang anak langsung menyerang dan dapat
mengalahkan pasukan sang Ayah, yang tersisa hanya Raja Tan Talanai. Pertarungan
satu lawan satu pun terjadi. Ayah dan anak itu sama-sama sakti sehingga duel
berlangsung dengan seru sampai pada akhirnya Tan Talanai mengalah karena
menyadari semua kekhilafannya. “Baiklah, Putraku. Jika Ananda memang
benar-benar ingin membunuh Ayah, ambillah sebuah batu yang runcing lalu tikamkan
ke tubuhku. Hanya itu satu-satunya cara yang dapat membunuh Ayah,” kata Tan
Talanai. “Tapi, sebelum Ananda lakukan itu, tolong dengarkan dulu penjelasan
Ayah. Ayah benar-benar sangat menyesal telah percaya begitu saja pada ramalam
ahli nujum yang mengatakan bahwa Ananda akan mencelakai Ayah.” Mendengar
penjelasan dari ayahnya, hati anak itu menjadi luluh. Ia pun memeluk sang ayah.
“Maafkan Ananda, Ayah! Ananda sudah lancang ingin membunuh Ayah,” ucap anak itu
sambil meneteskan air mata. “Sudahlah, Putraku! Ayahlah yang harusnya minta
maaf karena telah menyia-nyiakanmu,” kata sang ayah. Anak itu pun memaafkan
semua kekhilafan ayahandanya dan mengajak ayah serta ibu kandungnya untuk
tinggal di Kerajaan Siam bersama Tuan Putri. Akhirnya, mereka pun hidup berbahagia.
Beberapa tahun kemudian, putra Tan Talanai itu diangkat menjadi raja yang
kemudian menurunkan Raja-raja Siam berikutnya. Hingga saat ini, sebagian orang
percaya bahwa Raja Siam berasal dari Jambi dan Raja Jambi berasal dari Turki.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment