“Putri
Ayu Nyimas Rahima”
Cerita
Rakyat Jambi
Dahulu, di Tanah
Pulih atau tepatnya di daerah Tanjung Pasir, Jambi, ada seorang gadis cantik
bernama Putri Rahima. Ia adalah putri semata wayang Kemas Mahmud, seorang tokoh
yang dihormati di kampung itu. Kecantikan Putri Rahima bagai bidadari dari
kahyangan. Selain cantik, ia juga pandai mengaji dengan suara yang merdu.
Sopan-santun dan budi-bahasanya pun amat elok. Kemahirannya memasak, menjahit,
menenun, dan merenda membuat putri Kemas Mahmud itu semakin sempurna sebagai
gadis idaman bagi setiap pemuda. Kabar tentang kecantikan Putri Rahima tersebar
hingga ke seluruh pelosok wilayah Jambi, meskipun pada saat itu sedang
berkecamuk perang melawan Belanda. Para pemuda pejuang Jambi yang banyak
bergerilya ke tengah-tengah hutan pun mendengar kabar tersebut. Berita itu juga
sampai ke telinga Sultan Muhammad yang memerintah di daerah Kampung Lereng. Ia
adalah sultan yang masih muda, tampan, dan berwibawa. Ia juga terkenal saleh
dan taat beribadah. Suatu hari, Sultan Muhammad diam-diam meninggalkan istana
untuk membuktikan berita tentang kecantikan Putri Rahima. Ternyata benar, saat
melihat kecantikan putri Kemas Mahmud itu, Sultan Muhammad berdecak kagum. “Oh,
Putri Rahima benar-benar gadis yang sempurna. Kecantikannya sungguh luar biasa
dan tiada tandingannya di negeri ini,” gumam Sultan Muhammad dengan kagum.
Kecantikan Putri Rahima telah memikat hati Sultan Muhammad. Ia pun tak sabar
lagi ingin segera meminangnya. Setelah kembali ke istana, sultan muda itu
segera mengumpulkan beberapa pembesar kerajaan dan kemudian mengutus mereka
untuk meminang Putri Rahima. “Maaf, Pak Kemas. Kedatangan kami kemari untuk
menyampaikan pinangan Tuan kami Sultah Muhammad untuk putri Pak Kemas,” kata
salah seorang utusan. “Kami menyambut baik atas niat baik raja kalian. Tapi,
berilah kami waktu satu hari untuk merundingkan masalah ini bersama keluarga
kami,” pinta Pak Kemas, “Tuan-tuan boleh kembali ke mari besok untuk mengetahui
keputusan dari keluarga kami.”
Para utusan
Sultan Muhammad pun berpamitan pulang ke istana dan pada esok harinya mereka
kembali ke rumah Kemas Mahmud. “Bagaimana hasil perundingan keluarga, Pak
Kemas?” tanya seorang utusan Sultan Muhammad. Kemas Mahmud pun menyampaikan
hasil musyawarah bersama keluarga besarnya melalui ungkapan seperti berikut:
“Dari buat ke Batang Asai, singgah bermalam di Dusun Kerak; Urusan adat sudah
selesai, tinggal lagi urusan sarak.” Ungkapan di atas menunjukkan bahwa Kemas
Mahmud dan keluarga besarnya menerima pinangan Sultan Muhammad. Kini, tinggal
pelaksanaan pesta pernikahan Putri Rahima dan Sultan Muhammad. Namun karena
saat itu dalam keadaan perang, maka kedua belah pihak bersepakat untuk
meniadakan pesta pernikahan agar tidak mengundang perhatian penjajah Belanda.
Namun, pesta tersebut diganti dengan acara sedekah hari pengantin. Setelah sah
menjadi permaisurinya, Sultan Muhammad pun memboyong Putri Rahima ke istana.
Sejak itulah, putri semata wayang Kemas Mahmud itu tinggal di istana dengan
gelar Nyi Mas Rahima. Ia pun hidup berbahagia dan saling mengasihi dengan
suaminya. Dua tahun kemudian, Nyi Mas Rahima melahirkan seorang putra dan
diberi nama Pangeran Adipati. Kehadiran sang pangeran kecil di tengah-tengah
keluarga menambah kebahagian Sultan Muhammad dan permaisurinya. Kasih sayang
sang Sultan kepada Nyi Mas Rahima pun semakin dalam. Namun, di tengah-tengah
kebahagiaan mereka tersebut, peperangan semakin berkecamuk. Sebagai warga
negara yang baik, Sultan Muhammad pun merasa terpanggil untuk membela tanah
air. Sultan Muhammad kerap meninggalkan istana karena harus bertempur melawan
penjajah Belanda. Hal itu membuat perhatian terhadap keluarganya semakin
berkurang. Untung Nyi Mas Rahima seorang ibu yang bijaksana. Ia selalu memberi
pengertian kepada putranya yang sudah mulai tumbuh menjadi kanak-kanak yang
cerdas tentang perjuangan sang Ayah. “Putraku, Adipati. Ayahmu adalah seorang
pejuang. Itulah sebabnya ia selalu pergi meninggalkan kita demi membela tanah
air yang tercinta ini,” ujar Nyi Mas Rahima. Nasehat tersebut selalu Nyia Mas
Rahima sampaikan kepada putranya setiap kali sang Ayah pergi berperang. Maka,
jadilah Pangeran Adipati sebagai anak yang berjiwa kesatria. Ia bahkan
seringkali berceloteh ingin membantu ayahnya mengusir penjajah Belanda.
“Bunda..., kenapa Ayah tidak pernah mengajak Pati ikut berperang? Padahal, Pati
ingin sekali membantu Ayah mengusir penjajah itu,” kata Pangeran Adipati. “Pati,
Putraku. Engkau masih kecil. Kelak jika kamu sudah besar, Ayah pasti akan
mengajakmu. Saat ini, kita hanya bisa mendukung perjuangan Ayah dengan doa agar
selamat dari peperangan,” ujar Nyi Mas Rahima.
Nyi Mas Rahima
terus melantunkan doa demi keselamatan sang Suami dan pasukannya. Namun, tak
jarang ia merasa cemas menunggu kepulangan suaminya dari medan perang.
Sementara itu, sikap permusuhan penjajah Belanda semakin hari semakin
merajalela. Mereka terus memperluas wilayah kekuasaannya di hampir wilayah
Jambi. Bahkan, mereka telah membangun benteng pertahanan di sekitar istana.
Keaadan itu membuat Nyi Mas Rahima bertambah cemas. Apalagi saat itu dia sedang
mengandung anak keduanya. Ketika suaminya sedang meninggalkan istana, serdadu
Belanda kerap berkeliaran di sekitar istana. Ia merasa bahwa tanah airnya
semakin terancam. Di samping itu, ia juga selalu mencemaskan keselamatan
suaminya yang sudah beberapa hari belum kembali dari medan perang.
Perasaan-perasaan itu terus membebani batinnya. Di saat kandungannya semakin
besar, ia menjadi lemah dan sering sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal
dunia sebelum melahirkan anak keduanya. Kepergian sang Bunda memberi duka yang
sangat dalam bagi Pangeran Adipati. Ditambah pula kabar tentang keberadaan sang
Ayah belum juga diketahui rimbanya. Untuk mengenang Nyi Mas Rahima yang ramah,
penyayang, dan selalu mendukung perjuangan suaminya, para keluarga istana
kemudian membuatkan makam yang dikelilingi tembok untuk Nyi Mas Rahima. Mereka
pun terus menjaga dan merawat makam itu. Sementara itu, kehadiran serdadu
Belanda membuat benteng di sekitar istana semakin terancam. Akhirnya, keluarga
istana memutuskan untuk mengungsi ke hulu Batang Hari Jambi dengan memboyong
Pangeran Adipati. Suatu malam, mereka pun meninggalkan istana secara diam-diam.
Keesokan hari, para serdadu Belanda pun segera menempati istana yang telah
kosong. Betapa terkejutnya mereka saat melihat sebuah makam yang bersih dan
indah. “Hai, makam siapakah yang indah ini?” tanya salah seorang serdadu
Belanda. “Entahlah. Tapi, saya yakin penghuni makam ini pasti bukanlah orang
sembarangan,” jawab serdadu Belanda lainnya. Penasaran ingin mengetahui perihal
makam itu, salah seorang serdadu Belanda mencari keterangan kepada warga di
sekitar istana. “Makam siapakah yang ada di dekat istana itu?” tanya serdadu
itu kepada salah seorang warga. “Makam itu adalah milik seorang putri yang ayu
bernama Nyi Mas Rahima, permaisuri Sultan Muhammad. Ayu fisiknya, juga ayu
batinnya. Ia selalu mendukung perjuangan suaminya dengan tulus ikhlas dan rela
mengorbankan kebahagiaannya berkumpul bersama keluarganya,” jelas warga itu.
Sejak itulah, para serdadu Belanda menyebut makam itu dengan sebutan Makam
Putri Ayu. Hingga kini, keindahan dan kebersihan Makam Putri Ayu masih tetap
terjaga.
Makam itu dikelilingi tembok
berwarna kuning dan beratapkan seng. Batu nisannya terbuat dari kayu bulian
berwarna merah tua dan makamnya sendiri terbuat dari marmer berwarna biru.
Dulu, makam Makam Putri Ayu berada di kawasan Benteng atau berdekatan dengan
Masjid Al Falah Kota Jambi. Pada tahun 1980, makam itu dipindahkan ke Jalan
Kemboja, RT 07, Kelurahan Sungaiputri, Telanaipura, Kota Jambi.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment