“Cerita
Layang”
Cerita
Rakyat Bangka Belitung
Di Negeri
Tanjung Pandan, Provinsi
Bangka-Belitung, Indonesia,
hiduplah dua orang
hulubalang kakak beradik. Sang
Kakak bernama Ratu
Tunggak Rantau Sawangan Ramas,
penguasa Negeri Tanjung
Pandan.Sementara sang Adik
bernama Cerita Layang
yangmasih berumur sepuluh tahun, mahir bermain silat dan gemar menolong.
Pada suatu hari, entah alasan apa, Cerita Layang pergiberkelana tanpa
memberitahukan kakaknya, Ratu Tunggak. Setelah bertahun-tahun di perantauan, ia pun tumbuh menjadi
pemuda yang tampan
dan gagah. Suatu sore,
ia sedang duduk
bersandar pada pohon nyiur sambil menikmati semilir angin
senja Pantai Ujung Tanjung di Pulau
Rencong. Di wajahnya
terpancar sejuta kerinduan ingin
pulang ke kampung halamannya. Di saat sedang tenggelam dalam lamunannya,
tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah kapal yang akan menuju ke arah hulu
Ketahun. “Hai, bukankah itu kapal milik Pangeran Cilibumi Aceh?” gumamnya.
“Wah, orang serakah itu pasti mau pergi menagih hutang lagi.” Setelah yakin
bahwa kapal itu milik Pangeran Cili Aceh, Cerita Layang langsung beranjak dari
duduknya hendak mencegat laju kapal itu. Ia sangat mengenal watak Pangeran
Cili. Konon, Pangeran dari Aceh itu memiliki
sifat licik, yaitu
suka menghabisi nyawa
orang-orang yang tidak
sanggup membayar hutang kepadanya dengan
cara menaburi racun
dalam makanan mereka.
Mengetahui gelagat Pangeran
itu, Cerita Layang pun segera mengayuh perahunya yang ditambatkan di
tepi laut untuk mencegat kapal itu. “Hai, Pangeran Cili! Sebaiknya engkau
urungkan niat jahatmu itu!” seru Cerita Layang. “Engkau adalah Pangeran yang
tamak terhadap harta
benda. Sebaiknya engkau
serahkan saja sebagian
hartamu kepadaku!” Mendengar seruan itu, Pangeran Cili langsung naik
pitam. Ia tidak terima disebut sebagai orang tamak. Dengan lantangnya, ia
berteriak menantang Cerita Layang untuk bertarung.
“Hai, Cerita
Layang! Selama aku
masih bisa menghembuskan
nafas, semua harta
bendaku akan kupertahankan. Tapi,
jika kamu berhasil
mengalahkanku dan seluruh
anak buahku, kamu
boleh mengambil sebagian harta bendaku,” tantang Pangeran Cili. Tanpa berpikir
panjang, Cerita Layang
langsung menerima tantangan
itu. Ia pun
segera merapat dan naik
ke atas kapal
Pangeran Cili. Melihat
Cerita Layang berada
di atas kapal,
Pangeran Cili segera memerintahkan seluruh anak buahnya
untuk mengepung sang Pengelana itu. “Pengawal! Ayo kepung pemuda tolol itu!”
seru Pangeran Cili. “Jangan biarkan dia lolos dari tempat ini!” Mendengar
perintah tuannya, puluhan anak buah kapal segera mengepung Cerita Layang.
Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Mereka menyerang Cerita Layang
dengan pukulan dan tendangan secara bergantian. Pemuda gagah
dari Tanjung Pandan itu
harus berkelit ke sana
kemari untuk menghind ari serangan musuh yang datang
secara bertubi-tubi. Dengan kesaktiannya, ia dapat mengalahkan seluruh
anak buah Pangeran
Cili. Satu per
satu mereka terlempar
ke laut dan
tewas tenggelam. Kini,
hanya Pengeran Cili yang tersisa.“Hai, Pangeran tamak! Kembalilah ke
negerimu!” seru Cerita Layang.“Aku
akui kamu hebat,
Cerita Layang! Meskipun
kamu telah mengalahkan
semua anak buahku
yang tidak becus itu,
tapi kamu takkan
mungkin mengalahkanku.
Majulah kalau berani!”
tantang Pangeran
Cili. Pertarungan sengit pun terjadi.
Pertarungan itu tampak seimbang. Rupanya, Pangeran Cili juga sangat mahir bermain
silat. Keduanya silih
berganti saling menyerang.
Sudah empat belas
hari empat belas malam pertempuran itu berlangsung,
namun belum satu pun yang terkalahkan. Pada hari kelima belas,
Pangeran
Cili sudah mulai
kelelahan, sedangkan Cerita
Layang masih tampak
segar bugar. Pada
saat yang tepat, Cerita
Layang melayangkan sebuah
tendangan keras dan
tepat mengenai rahang
kanan Pangeran Cili. Tak ayal lagi, sang Pangeran pun jatuh tersungkur
mencium lantai kapal dan tak mampu lagi melanjutkan pertarungan. “Engkau memang
sakti, Cerita Layang! Aku mengaku kalah,” kata Pangeran Cili. Setelah itu,
Pangeran Cili pun menyerahkan sebagian harta kekayaannya kepada Cerita Layang
berupa tujuh buah gedung yang berada di Kolam
Hulu dan Kolam Hilir, bermacam -macam mata uang
ringgit, seperiuk intan, serta
dua puluh satu
karung emas kepada
Cerita Layang. Namun,
Cerita Layang tidak mengambil sepersen
pun dari harta
benda tersebut, melainkan
mengembalikannya kepada Pangeran Cili. “Hai, Pangeran
Cili! Ambillah kembali
harta bendamu itu
sebagai tebusan atas
seluruh hutang orang orang yang
berhutang kepadamu. Tapi, ingat! Kamu tidak boleh lagi kembali menagih hutang,
apalagi menghabisi nyawa mereka!” ujar Cerita Layang.
“Baiklah, Cerita Layang! Aku berjanji
tidak akan menagih hutang kepada mereka?” ucap Pangeran Cili.
Setelah itu,
Cerita Layang kembali
melanjutkan perjalanan untuk
mengelana dari satu
pulau ke pulau yang
lain. Ketika ia sampai di sebuah ujung pulau, tampak dua buah rejung (kapal)
yang hendak menepi. Rupanya, pemilik kedua rejung tersebut adalah rentenir
juga. Mereka adalah Malim Kumat dan Malim Pantap. Alangkah
terkejutnya Cerita Layang
setelah menyelidiki isi
kedua kapal itu.
Ia melihat banyak benda-benda berharga milik Kerajaan
Tanjung Pandan yang sangat
dikenalinya. Ia yakin
bahwa kedua rentenir tersebut
baru pulang dari menagih hutang di Negeri Tanjung Pandan. Selain itu, Cerita
Layang juga melihat dua
remaja yang sedang
di tawan di
atas kapal itu.
Namun, ia tidak
mengetahui bahwa mereka adalah
keponakannya sendiri, yaitu
Sindiran Dewa dan
Dewa Pasindiran, putra
Ratu Tunggak atau kakak
kandungnya. Sebab, kedua anak tersebut belum lahir ketika ia meninggalkan
Negeri Tanjung Pandan. “Wahai, Para Rentenir! Sebaiknya, kembalikan semua harta
tersebut ke Kerajaan Tanjung Pandan, dan lepaskan kedua anak itu!” seru Cerita
Layang. Kedua rentenir tersebut
tidak menghiraukan seruan
Cerita Layang. Mereka
justru menantang Cerita Layang untuk mengadu kekuatan.
Akhirnya, pertarungan sengit pun terjadi antara Cerita Layang dengan kedua rentenir
itu beserta anak
buahnya. Pertarungan itu
berlangsung selama berhari -hari
dan pada akhirnya dimenangkan
oleh Cerita Layang. Sementara itu, Sindiran
Dewa dan Dewa
Pasindiran dapat meloloskan
diri dan lari
masuk ke dalam hutan
pada saat pertempuran
itu berlangsung. Di
tengah hutan, mereka
bersepakat berpisah untuk mengadu nasib sendiri-sendiri. Sindiran
Dewa berlari menuju ke arah Muara Bengkulu dan menetap di sana. Menurut cerita,
ia diangkat menjadi
anak dan diajari ilmu bela
diri oleh seorang hulubang yang
bernama Hulubalang Anak Dalam
Wirodiwongso. Pada suatu hari, Sindiran Dewa mendengar kabar bahwa negerinya,
Tanjung Pandan, hancur diserang oleh
Pangeran Cili. Rupanya,
pengaren dari Aceh
itu belum juga
jera setelah dikalahkan
oleh Cerita Layang. Ia menawan ayah dan kakak perempuan
Sindiran Dewa yang bernama Item Manis. Mendengar kabar tersebut,
Sindiran Dewa memohon
izin kepada ayah
angkat sekaligus gurunya
untuk pergi menyelamatkan
ayahanda dan kakaknya yang di tawan oleh Pangeran Cili di Negeri Aceh. Sindiran
Dewa berlayar ke Negeri Aceh dengan menggunakan rejung. Setibanya di sana, ia
menyelinap masuk ke kediaman Pangeran Cili untuk melepaskan ayahanda dan
kakaknya, dan kemudian membawa mereka ke rejung yang ditambatkan di tepi laut.
Begitu ia hendak mengayuh rejungnya meninggalkan Negeri Aceh, tiba-tiba
Pangeran Cili muncul dari balik semak-semak bersama dua anak buahnya. “Hai,
Anak Muda! Siapa kamu? Berani sekali
kamu membawa lari tawananku. Ayo, kembalikan mereka kepadaku!” seru Pangeran
Cili. “Ketahuilah, hai pangeran licik! Aku ini putra Ratu Tunggak dari Kerajaan
Tanjung Pandan! Jika kamu ingin
mengambil tawananmu ini,
langkahi dulu mayatku!”
tantang Sindiran Dewa
seraya melompat turun dari
rejungnya.
“Dasar anak ingusan!
Berani sekali kamu mengantarkan nyawamu kemari! Ayo majulah kalau berani!” seru
Pangeran Cili. Pertarungan sengit pun
terjadi. Sindiran Dewa
dikeroyok oleh Pangeran
Cili bersama dua
orang anak buanya. Baru saja
pertarungan itu dimulai, tiba-tiba Dewa Pesindiran muncul membantu kakaknya. Tak
berapa lama kemudian,
Cerita Layang yang
kebetulan lewat di
tempat kejadian itu
ikut membantu kedua putra
Ratu Tanjung Pandan
tersebut. Akhirnya pertarungan
semakin seru, satu
melawan satu. Sindiran Dewa
dan adiknya melawan
kedua anak buah
Pangera Cili, sedangkan
Cerita Layang berhadapan langsung
dengan Pangeran Cili. “Oh kamu lagi,
hai Pangeran Cili!
Rupanya kamu telah
lupa pada janjimu
dulu untuk tidak
menjadi rentenir lagi!” seru Cerita Layang. “Ketahuilah, hai
Cerita Layang! Gara-gara
kamu, aku menjadi
bangkrut. Jadi, aku
terpaksa kembali
menjadi rentenir,” kata Pangeran Cili. Cerita
Layang merasa bahwa Pangeran Cili tidak bisa diberi ampun lagi. “Dasar orang
serakah! Terimalah pukulanku ini!” seru Cerita Layang seraya melepaskan sebuah
pukulan keras dan cepat ke dada Pangeran Cili. Pangeran Cili pun tidak mampu
lagi menghindar. Ia terpelanting jauh dan jatuh tersungkur di tanah dan tewas seketika.
Melihat pangeran dari
Aceh tidak bergerak
lagi, Cerita Layang
segera membantu Sindiran Dewa
dan Dewa Pesindiran.
Dalam waktu singkat,
mereka pun berhasil
mengalahkan kedua anak buah
Pangeran Cili tersebut.
Setelah itu, suasana
menjadi hening. Cerita
Layang dan kedua pangeran dari Tanjung Pandan itu saling
berpandangan. Meskipun belum saling mengenal, hati mereka terasa sangat dekat. “Hai,
anak muda! Siapa kalian dan berasal dari mana?” tanya Cerita Layang.
“Kami adalah putra Ratu Tunggak dari
Kerajaan Tanjung Pandan,” jawab Sindiran Dewa. Cerita Layang
langsung tersentak kaget.
Ia hampir tidak
percaya dengan apa
yang dikatakan Sindiran Dewa. “Apa katamu? Kalian putra Ratu
Tunggak?” Cerita Layang kembali bertanya. “Benar, Tuan! Apakah Tuan mengenal
ayahanda kami?” sahut Dewa Pesindiran. Tanpa
sepatah kata pun
keluar dari mulutnya,
Cerita Layang langsung
merangkul Sindiran Dewa
dan
Dewa
Pesindiran. Tak terasa
air matanya mengalir
karena terharu dapat
bertemu dengan keponakannya.
Sindiran Dewa dan adiknya pun terheran-heran melihat sikap Cerita Layang. “Maaf,
Tuan! Kenapa Tuan menangis dan memeluk kami seperti ini?” tanya Sindiran Dewa
heran. Mendengar pertanyaan itu, Cerita Layang perlahan-lahan melepaskan
pelukannya.
“Ketahuilah, wahai
anak-anakku! Aku ini paman kalian. Aku Cerita Layang, adik kandung ayah
kalian,” ungkap Cerita Layang. Mendengar
keterangan itu, Sindiran
Dewa dan adiknya
pun tak kuasa
membendung air matanya. Mereka ikut terharu dan gembira karena
telah bertemu dengan paman mereka yang telah menghilang selama puluhan tahun. “Maafkan
kami, Paman! Kami tidak mengerti sama sekali bahwa orang yang selama ini
menyelamatkan kami dari perbuatan jahat Pangeran Cili adalah Paman,” ucap
Sindiran Dewa. “Tidak apa-apa, anak-anakku!
Lupakanlah semua kejadian
itu. Mana ayahanda
kalian?” tanya Cerita Layang. “Ayahanda ada di atas rejung
bersama Kak Itam Manis, Paman!” jawab Dewa Pesindiran. Sindiran Dewa dan
adiknya pun mengajak sang Paman menemui ayahanda dan kakak mereka. Betapa
senangnya hati Ratu
Tunggak bertemu kembali
dengan adik kandungnya,
Cerita Layang. Mereka
pun saling berpelukan dalam suasana penuh haru. Akhirnya, Cerita Layang
bersama kakak dan ketiga ponakannya kembali ke Negeri Tanjung Pandan. Sejak
itu, Cerita Layang
memutuskan tinggal di
Negeri Tanjung Pandan
untuk membantu kakaknya
menata kembali kerajaan yang telah
diporak-porandakan oleh
Pangeran Cili. Setelah suasana
kembali normal, Pangeran Sindiran
Dewa dinobatkan menjadi
raja dan Cerita
Layang diangkat menjadi
penasehat kerajaan. Cerita Layang
pun hidup berbahagia
bersama kakak dan
ketiga keponakannya di
istana Tanjung Pandan.
Terima kasih sudah membaca.
“TAMAT”
No comments:
Post a Comment