Wednesday, 28 October 2015

Cerita Rakyat Aceh

“Asal Usul Tari Guel”





Tersebutlah  dua  bersaudara  putra  Sultan  Johor, Malaysia. Mereka adalah Muria dan Sengede.Suatu  hari,  kakak  beradik  itu  menggembala  itik  di tepi  laut  sambil  bermain  layang-layang.  Tiba-tiba datang  badai  dahsyat  sehingga  benang  layanglayang  mereka  pun  putus.  Sekuat  tenaga  me reka mengejar  layang-layang  tersebut.  Mereka  lupa bahwa pada saat itu mereka sedang menggembala itik, hingga itiknya pun pergi entah ke mana.Setelah gagal menemukan layang-layang mereka, barulah mereka teringat akan itik-itik mereka. Tetapi malang, itik-itik itu tak lagi nampak. Mereka pun pulang dengan ketakutan akan mendapat marah dariorangtua mereka. Benar  juga  apa  yang  mereka  pikirkan. 
Setiba  di  rumah,  mereka  dimarahi  ayah  mereka.  Mereka  juga disuruh  mencari  itik-itik  itu,  dan  tak  diizinkan  kembali  sebelum  itik-itik  yang  hilang  itu  ditemukan kembali.Berhari-hari  bahkan  berbulan-bulan  mereka  berjalan  mencari  itik  mereka,  tapi  tak  membawa  hasil hingga akhirnya mereka tiba di Kampung Serule.  Dengan tubuh yang lunglai mereka menuju ke sebuah meunasah/langgar dan tertidur lelap. Pagi harinya mereka ditemukan oleh orang kampung dan dibawa menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah diangkat anak oleh baginda raja.
Beberapa  waktu  berlalu,  rakyat  Serule  hidup  makmur,  aman,  dan  sentosa.  Hal  ini  dikarenakan  oleh kesaktian  kedua  anak  tersebut.  Kemakmuran  rakyat  Serule  itu  membuat  Raja  Linge  iri  dan  gusar, sehingga  mengancam  akan  membunuh  kedua  anak  tersebut.  Malang  bagi  Muria,  ia  berhasil  dibunuh dan dimakamkan di tepi Sungai Samarkilang, Aceh Tenggara.
Pada  suatu  saat,  raja-raja  kecil  berkumpul  di  istana  Sultan  Aceh  di  Kutaraja.  Raja-raja  kecil  itu mempersembahkan cap usur, semacam upeti kepada Sultan Aceh.
Saat itu, Cik Serule datang bersama Sangede.  Saat  itu,  Raja  Linge  juga  hadir.  Saat  Raja  Serule  masuk  ke  istana,  Sangede  menunggu  di halaman istana.Sambil menunggu ayah angkatnya, Sangede menggambar seekor gajah yang berwarna putih. Rupanya lukisan Sangede ini menarik  perhatian Putri Sultan yang kemudian meminta Sultan mencarikan seekor gajah putih seperti yang digambar oleh Sangede.
Sangede kemudian menceritakan bahwa gajah putih itu berada di daerah Gayo, padahal dia sebenarnya belum pernah melihatnya. Maka, saat itu juga Sultan memerintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada Sultan. Raja Serule dan Raja Linge benarbenar kebingungan, bagaimana mungkin mencari sesuatu yang belum pernah dilihatnya.
Sangede menyesal karena bercerita bahwa gajah putih itu ada di Gayo hingga ayah angkatnya mendapat tugas mencarinya.
Dalam kebingungan itu, suatu malam Sangede bermimpi bertemu dengan Muria yang memberitahu  bahwa  gajah  putih  itu  berada  di  Samarkilang,  dan  sebenarnya  gajah  putih  itu  adalah dirinya yang menjelma saat dibunuh oleh Raja Linge. Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule yang bergelar Muyang Kaya pergi ke Samarkilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, setelah beberapa saat mencari, mereka berdua menemukan gajah putih itu sedang berkubang di pinggiran sungai.
Sangede dan Raja Serule Muyang Kaya kemudian dengan hati-hati mengenakan tali di tubuh gajah yang nampak penurut itu. Tetapi saat akan dihela, gajah putih itu lari sekuat tenaga. Raja Serule dan Sangede tak mampu menahannya. Mereka hanya bisa mengejarnya hingga suatu saat gajah itu berhenti di dekat kuburan Muria di Samarkilang.Anehnya, gajah putih itu berhenti seperti sebongkah batu. Tak bergerak sedikit pun meski Sangede dan Raja  Serule  mencoba  menghelanya. 
Berbagai  cara  dicoba  oleh  Sangede  agar  gajah  putih  itu  mau beranjak dan menuruti perintahnya untuk diajak pergi ke istana Kutaraja. Tetapi, semuanya sia-sia.Sangede  kehabisan  akal.  Akhirnya,  dia  bernyanyi-nyanyi  untuk  menarik  perhatian  gajah  putih.  Sambil bernyanyi, Sangede meliuk-liukkan tubuhnya. Raja Serule ikut-ikutan menari bersama Sangede di depan gajah  putih  agar  mau  bangkit  dan  menuruti  perintahnya. Di  luar  dugaan,  gajah  putih  itu  tertarik  juga oleh gerakan-gerakan Sangede, dan kemudian bangkit. Sangede terus menari sambil berjalan agar gajah itu mengikuti  langkahnya.  Akhirnya,  gajah  itu  pun  mengikuti  Sangede  yang  terus  menari  hingga  ke istana.

Tarian itu disebutnya tarian Guel hingga sekarang.Sangede  menyadari  bahwa  sesuatu  ajakan  kepada  seseorang  atau  kepada  binatang  tidaklah  harus dengan cara yang kasar. Dengan sebuah tarian pun akhirnya gajah putih itu menuruti ajakannya. 

Terima kasih sudah membaca.

“TAMAT”






No comments:

Post a Comment